Share

BAB 6

Raja mengunci bibirnya rapat, sama sekali tak mengeluarkan satu kata. Hanya bunyi tapak kaki yang menyentuh aspal yang terdengar. 

Sesekali ekor matanya melirik ke Yasmin yang begitu setia menuntunnya berjalan. Cewek genit yang aneh itu begitu telaten dan sabar meskipun langkah Raja terseok-seok karena lututnya terkena tendangan. 

Sudut bibir Raja terangkat, membentuk segaris senyum saat netranya menangkap bayangan Yasmin yang kesulitan menyingkirkan helai-helai rambut yang menutupi pandangan mata. 

Ternyata ikat rambut cewek itu terlepas.

Dan entah kenapa gerakan Yasmin membuat gejolak dalam hatinya tiba-tiba berdesir, menembus hingga ke pipi dan kemudian mendadak merona.

"Ikat dulu rambutnya." Raja akhirnya menyerukan suara sedatar mungkin, mencoba menetralkan jantung yang tidak karuan. 

Yasmin menghentikan langkah, menoleh ke Raja. Keningnya mengerut begitu saja, membuat Raja lagi-lagi tersenyum simpul.

"Ada apa?" Kebingungan jelas mendera Yasmin. Otaknya mendadak tak bisa bereaksi seperti biasa.

Raja menyentuh rambut Yasmin. "Ikat dulu." 

"Oh." Yasmin mengangguk. Hanya mengangguk tanpa berniat mengikat rambutnya sama sekali.

Raja menggeleng, melepaskan tangan Yasmin darinya. "Ikat dulu rambutnya," kata Raja tanpa bantahan. 

Yasmin mengerucutkan bibirnya. 

"Ada apa?" Raja mengubah nada suara menjadi terkesan lembut di telinga. Spontan membuat Yasmin mengubah ekspresinya menjadi tersenyum. 

Sebuah keajaiban seorang Raja tiba-tiba berubah menjadi lebih hangat.

Why?

"Aku tidak memiliki ikat rambut." Yasmin berucap pelan dan memberi kesan manja di dalamnya. 

"Bukannya tadi ada?" Raja menelisik rambut Yasmin dan memang tidak menemukan jepitan atau semacamnya sama sekali.

"Sepertinya jatuh," sahut Yasmin sembari menghela napas pelan.

"Dasar." Raja berjalan tertatih, meninggalkan Yasmin yang masih memasang mimik sendu.

Senyum Raja lagi-lagi tercipta. Entah setan apa yang merasukinya tiba-tiba, tepatnya sejak keluar dari rumah Ila. Meskipun Yasmin mengesalkan tapi rasa syukur mendera hati, Yasmin sangat peduli padanya. 

"Raja. Gak boleh jalan sendiri," tegur Yasmin. Menggandeng kembali tangan Raja yang sempat terlepas setelah berhasil menyamakan langkah. 

Raja menoleh sesaat. "Apa kita akan jalan kaki sampai ke rumah gue?"

Yasmin melirik kanan dan kiri. Benar kata Raja, apa mereka akan terus berjalan kaki? Bahkan mereka sudah terlalu jauh dari daerah kumuh di mana Ila tinggal. Astaga, bisa-bisa esok hari betisnya membengkak karena terlalu lama menggerakkan tungkainya.

Yasmin menepuk jidatnya kuat. Bagaimana bisa ia lupa? Apa karena kehadiran Raja? Pasti karena Raja. 

"Tunggu." Yasmin berucap pelan. "Gue pesan taksi online. Lo pegang bahu gue, biar gak jatuh." Mengambil ponsel dari saku celana, sebelum itu ia memastikan Raja benar-benar berpegangan padanya.

Raja mendengkus. "Gue bukan lumpuh." 

Mendengar itu, Yasmin langsung menajamkan matanya ke arah Raja. 

"Cium, mau?" Senyum menggoda tertera di sudut bibir Yasmin. Bibirnya bahkan sengaja ia moncongkan ke depan wajah Raja.

Raja menoyor pelan kepala Yasmin. "Pesan taksinya, sekarang!" Membuang tatapan ke arah lain. 

Ia berharap Yasmin tidak lagi melancarkan aksi menggodanya. Bisa saja ia khilaf! Bagaimanapun ia seorang cowok tulen yang bisa saja tergoda dengan rayuan setan. 

Apa Yasmin setan? Bisa jadi jika terus bertingkah seperti itu.

"Oke." Yasmin kembali fokus mengotak-atik ponselnya untuk memesan taksi. 

Jangan harap taksi itu menuju rumah Raja. Karena Yasmin menulis alamat menuju rumah sakit terdekat.

Setelah 10 menit menunggu, taksi online tiba di hadapan mereka. Tanpa banyak tingkah, Yasmin mendorong pelan tubuh Raja ke dalam taksi. 

"Pelan!" protes Raja. 

"Diam." Yasmin mencubit pinggang Raja pelan. Lalu ikut duduk di samping cowok pujaan hatinya itu. “Jangan lebai. Gue itu udah pelan banget, loh.”

"Dasar gila!" 

Yasmin menaik turunkan alisnya. "Gila sama lo ... gak apa-apa, deh." 

Raja tidak menyahut lagi. Ia menyandarkan kepalanya di jendela kaca, menatap keluar dengan tatapan datar. 

Entah kenapa tiba-tiba ada rasa yang menyesakkan dadanya. 

"Calon suami," panggil Yasmin. 

Raja menoleh. Matanya sempat menatap ke sopir taksi yang tersenyum simpul. Rasanya ingin sekali membungkam mulut Yasmin dengan kaos kakinya agar sadar dari dunia imajinasi yang terus terbentuk di pikiran cewek genit itu..

"Mulut lo," tegur Raja. 

Yasmin mengembungkan pipinya dengan sengaja. 

"Ada apa?" tanya Raja. Nada ketus itu keluar lagi dan Yasmin tidak suka.

"Lo kenapa bisa berakhir seperti ini? Maksud gue, kenapa lo bisa dipukuli?" tanya Yasmin panjang lebar.

Raja tidak menyahut. Ia memilih menurunkan jendela kaca taksi.

"Kasih tahu ke gue, dong, please?" mohon Yasmin. 

"Gue enggak kenal mereka. Yang pasti mereka satu sekolah dengan kita," tukas Raja mengingat-ingat kejadian yang menimpanya beberapa jam lalu.

Yasmin berpikir sejenak. "Masalahnya apa?"

"Lo." Singkat, padat dan jelas. 

Yasmin terdiam kemudian dalam hitungan detik mulutnya menganga lebar. “Gue? Serius?” tanyanya meyakinkan diri. Sungguh pikirannya melayang entah ke mana saat ini. Jika benar pokok masalah adalah dia, maka ia akan memastikan esok hari akan mencari pelakunya.

Raja mengangguk. “Ya, elo.”

Yasmin menggigit bibirnya. Ia akan mencari tahu esok hari, pasti!

"Yasmin," panggil Raja sembari memegang tangan Yasmin yang ada di pahanya.

"Ya?" Yasmin membenarkan ekspresinya kembali menjadi Yasmin yang genit.

"Ini bukan jalan menuju rumah gue." Raja menyadari kesalahan arah rumahnya.

Yasmin mengangguk membenarkan. "Kita ke rumah sakit dulu. Lutut lo perlu di periksa."

Raja mendengkus. "Pak sopir, turunkan gue di ujung sana," perintah Raja. 

"Ja, lo jangan nekat dong." Yasmin khawatir bukan main. Raja benar-benar menyebalkan sekaligus mengesalkan. Bagaimana bisa ia berpikir untuk turun dari taksi di saat sedang babak belur begitu.

"Gue benci rumah sakit."

Raja turun dari saat taksi setelah berhenti. Yasmin kebingungan, segera mengeluarkan selembar uang dengan nominal besar, memberikan ke sopir taksi. Lantas berlari mengejar Raja yang berjalan tertatih di depannya. Bahkan Yasmin tidak peduli akan teriakan sopir itu yang ingin mengembalikan sisa uangnya.

"Raja, tunggu!" teriak Yasmin lantang seraya terus mengikuti langkah Raja yang semakin menjauh.

****

Tidak ada lagi percakapan antara Yasmin dan Raja. Mereka layaknya pengawal dan majikan yang berjalan tanpa ada keselarasan. Raja sebagai majikan dan Yasmin layaknya pengawal. Mengikuti tanpa lelah langkah lebar cowok yang kembali pada sifat asalnya, datar!

Yasmin mengutuk dirinya. Seharusnya ia tak melakukan satu hal atas dasar kemauannya. Harusnya bertanya kepada Raja ke mana akan tujuan mereka. Dengan begitu, mereka tidak akan berakhir dalam situasi berjarak seperti ini.

"Pulanglah." Raja berhenti, memutar tubuhnya menghadap Yasmin. 

Refleks Yasmin ikut berhenti. 

"Enggak mau. Gue bakalan ngantar lo sampai rumah." Yasmin menggelengkan kepalanya.

"Gue gak pulang ke rumah. Gue mau ke suatu tempat." Raja masih mencoba membujuk Yasmin untuk pulang ke rumah.

Yasmin menatap Raja penuh harap. "Gue ikut." 

Kini giliran Raja yang menggeleng. "Gak usah. Lo pulang aja. Ini urusan pribadi gue." 

Yasmin menggigit bibirnya. "Gak mau Raja. Gue mau ikut." 

"Pulang!" tegas Raja. Nada suara Raja meninggi. "Lo gak mau 'kan kita jadi bahan tontonan di pinggir jalan?"  tambah Raja lagi.

Lagi, Yasmin menggeleng. 

"Pulang sana." Untuk kesekian kali Raja menyuruh Yasmin pulang.

Anggukan kepala Yasmin terasa sangat berat. Ia menahan rasa sesak di dadanya yang tiba-tiba menerobos.

"Janji dulu," kata Yasmin dengan suara pelan.

Raja mengernyitkan kening. "Apa?" 

"Besok, lo gak boleh cuek sama gue. Lo harus baik-baik sama calon istri." 

Raja tersenyum. Mengacak rambut Yasmin sebentar.

"Dan, lo harus mengobati lutut lo." Yasmin menunjuk lutut Raja yang sakit.

Raja mengangguk. "Pulanglah."

Yasmin tersenyum lalu mendekat pada Raja, menjijit pelan dan mengecup pipi Raja yang sedang di aliri keringat. 

"Sampai jumpa besok, Raja.” Yasmin berlari sebelum Raja mengutuk dirinya.

Raja mengelap pipinya. Mimik wajahnya berubah menjadi datar. Tidak ada senyum lagi bahkan terkesan sedang mengumpulkan aura horor di sekitarnya. 

"Sial!" pekiknya tertahan! Yasmin selalu berhasil mencuri kesempatan dalam kesempitan.

***** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status