Pengambilan gambar pre-wedding dibuat senatural mungkin. Alvin benar-benar mempersiapkan hal ini dengan matang. Fotografer yang dia bawa sangat profesional, bahkan untuk make up artist dia sediakan juga. Custom dan wardrop tidak ketinggalan. Intinya apa yang Alvin kerjakan itu totalitas. Meskipun tentu saja yang sibuk adalah asistennya.
Setelah mengambil gambar di bawah Jembatan Pont de Bir Hakiem, di atas permukaan Sungai Seine saat matahari terbit, mereka kembali mengambil gambar di alun-alun Trocadero. Trocadero tepat berada di antara Menara Eiffel dan Sungai Seine. Dan, terakhir mereka melakukan pemotretan di Piramida de Louvre sebelum Alvin terbang ke Spanyol.
"Yakin kamu nggak mau ikut aku?" tanya Alvin sekali lagi. Dia akan terbang ke Spanyol bersama Rocky untuk sebuah pekerjaan.
Dania menggeleng. "Jemput aku kalau urusanmu sudah selesai," ucapnya ketika Alvin berpamitan.
"Oke, nggak akan lama, sore atau malam aku pastikan sudah s
"Bagaimana bisa kamu ada di sini?" Dania tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Mimpi kemarin seolah menjadi nyata. Kedatangan Alex benar-benar sebuah kejutan yang tak terduga."Aku mengikutimu. Karena aku tahu kamu nggak bisa tidur tanpa aku," ujar Alex tersenyum.Dania tertawa seraya menggeleng tak percaya. "Kamu terlalu percaya diri, Tuan.""Jadi, aku salah?""Nggak sepenuhnya sih." Dania mengedik, lantas menyantap makanannya. Saat ini mereka sedang makan siang di salah satu kafe yang terletak di dekat Museum Louvre."Kalau begitu aku benar." Alex meraih sendoknya."Kamu berani sekali datang ke sini. Apa kamu nggak takut ketahuan Alvin?" tanya Dania. Dia tidak bisa membayangkan itu terjadi."Harusnya pertanyaan itu kamu ajukan untuk diri kamu sendiri, Sayang. Bagaimana kalau calon suamimu tahu kita sedang berdua?"Dania mengerutkan bibir. "Ya, semoga saja dia sadar dan
Dania mendesah begitu menutup panggilannya. Menatap Alex, dan menggeleng. Sebagai tanda bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa."Alvin sebentar lagi akan pulang. Aku malas bertemu dengannya. Bisa kamu bawa aku pergi aja?" suaranya terdengar putus asa.Mendengar permintaan Dania, Alex tersenyum. Alex memang ingin memiliki Dania, namun caranya bukan dengan membawa wanita itu kabur. Tangannya terulur membelai rambut Dania yang berkibar diterpa semilir angin sore."Waktu itu akan tiba. Waktu di mana aku akan membawamu pergi, Sayang. Tapi bukan sekarang," katanya lembut. "Kamu mau kan bertahan sebentar saja?""Kalau bisa secepatnya, Martin. Apa pun resikonya, selama kamu ada di sisiku untuk mendukung, aku akan berani menghadapi semuanya."Alvin terkekeh, lalu menarik Dania ke dalam pelukannya yang hangat.Semburat warna jingga mulai menyala di langit-langit. Kilauan sinar matahari yang berubah kemerahan terlihat tampak indah
Alvin kembali berdiri setelah memasang kedua heels pada kaki Dania. "Done." Dia merasa puas melihat penampakan kaki Dania yang begitu pas dengan heels yang wanita itu pilih."Terima kasih." Dania tersenyum canggung. Dia sedikit meremas lebih kencang tas tangannya. "Kita bisa berangkat sekarang?"Alvin mengangguk dan mengulurkan tangan. "Ayo."Dania sadar, sikap Alvin padanya makin lembut. Namun, entah kenapa hatinya belum tersentuh sama sekali. Seperti sekarang, dia menatap ragu tangan Alvin yang terulur menanti sambutannya.Dania memutuskan untuk tidak menyambut tangan itu, dan lebih memilih beranjak keluar mendahului Alvin.Tangan Alvin menggenggam udara ketika Dania pergi begitu saja. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas."Hanya soal waktu." Dia lantas mengedikkan bahu dan menyusul langkah Dania.Alvin membawa Dania ke sebuah restoran Perancis yang pasti banyak menggunakan tetek benget table
"Sudah hilang." Alex mengusap bibir Dania dengan ibu jarinya begitu dia melepas ciumannya.Dania mundur dan salah tingkah sendiri. Dia menyelipkan rambut ke balik telinga. Cara itu memang ampuh, tapi tetap saja tidak bisa menghapus kenyataan bibirnya pernah disentuh pria lain selain Alex."Kenapa lagi? Masih kurang?"Dania mendelik, dan memukul lengan Alex. Wajahnya bersemu cantik."Kali aja kan kurang, aku dengan suka rela memberi tambahan," ujar Alex terkekeh makin menggoda Dania."Apaan sih." Dania memalingkan wajah, dan bergerak memutari tempat tidur. "Aku ngantuk, mau tidur aja.""Kamu yakin mau tidur? Aku belum mengantuk sama sekali. Kita main-main aja dulu."Dania yang sedang menyingkap selimut memandang Alex dengan dahi berkerut. "Main apa? Domino? Monopoli? Atau krambol?" Ada-ada saja sudah malam begini mau main."Bola sodok aja," balas Alex terkekeh lalu menjatuhkan tubuhnya k
Jangan lupa simpan cerita ini ke library ya teman-teman.Aku tunggu review bintang limanya. Teng kyu._________________Dania terkejut saat tiba-tiba saja dari arah kanan kirinya diapit oleh dua orang. Dia menoleh cepat dan mendapati kedua sahabatnya tengah menyeringai jail. Astaga, bikin jantungan orang saja."Kalian apa-apaan, sih? Bikin kaget aja. Kirain gue mau kena begal," omel Dania gemas.Clara dan Viona tertawa. Lalu mereka menggandeng masing-masing lengan Dania."Lo abis pulang dari luar negeri diam-diam bae," ujar Viona mengerutkan bibir."Gimana kabar Perancis dan Venice?" tanya Clara ingin tahu. "Sukses prewednya? lihat dong hasilnya."Dania memutar bola mata. "Ada di fotografer gue lah. Gue sih ogah nyimpen foto-foto itu.""Ih, padahal gue penasaran banget tau." Viona mencebikkan bibir.Dania celingukan, memastikan tidak ada siapa pun yang memerg
Halo teman-teman, jangan lupa masukkan cerita ini ke library kalian ya. Teng kyu._______________Arnold menyeringai menatap Alex. Dia sangat yakin kalau Alex pasti akan tergiur dengan penawaran itu. Janda kaya itu benar-benar sangat menyukai Alex, dan berani bayar mahal hanya untuk berdua dengan Alex."2 M?" tanya Alex memastikan. Dia belum pernah mendapatkan tawaran sebesar itu. Dan biasanya fee yang ditawarkan di luar fasilitas yang akan Alex terima selama melayani kliennya. Kerjaannya juga menyenangkan, having fun, memberi kepuasan wanita yang haus belaian. Surga dunia."Kalau lo setuju, tinggal siapkan diri saja. Minggu depan jalan," ujar Arnold lagi. "Gue harap otak lo lurus. Lo bakal dapat keuntungan besar, Lex." Arnold berdiri membenarkan blazernya. "Gue cabut dulu."Dia beranjak keluar dari ruangan itu, dan meninggalkan Alex yang masih tercenung. Namun...."Kenapa nggak lo aja yang berangkat nemenin d
WARNING 18+ BOCIL MINGGIR DULU.Clara dibuat kesal dengan tingkah Arnold. Lelaki tinggi itu terus saja mengikuti ke mana pun kakinya melangkah. Dia menyesal sudah memenuhi ajakan Daren—sepupunya untuk bertemu pacarnya di kelab ini. Clara tidak habis mengerti mau pria itu apa. Dia diam-diam keluar dari kerumunan dance floor ketika tahu Arnold juga menyusulnya. Memanfaatkan kelengahan pria itu, dia melipir keluar dari kelab. Clara bergegas menuju lift untuk turun ke bawah. Dia mengembuskan napas lega ketika sudah sampai basement gedung untuk menuju tempat parkir mobilnya. Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama ketika matanya menangkap seseorang yang tengah bersandar pada mobilnya."Sial!" Clara mengumpat kesal. Dia dengan cepat menghampiri mobilnya. "Minggir," katanya ketus. Pasalnya Arnold sengaja bersandar pada pintu kemudi."Clara, kenapa kamu terus menghindar? Apa aku punya salah?" tanya Arnold tidak mau menyin
Dania menatap sebal berbagai macam jenis undangan yang berada di mejanya. Asisten Alvin mengiriminya beberapa contoh undangan dan meminta Dania untuk memilih jenis undangan yang akan dia pakai sebelum naik cetak.Kepalanya mendongak ketika mendengar pintu apartemennya dibuka dari luar. Dan, tidak lama kemudian Clara muncul. Wanita itu langsung menjatuhkan diri di sofa sebelah Dania. "Dan! Gue kayaknya butuh psikiater," celetuknya begitu duduk.Dania menoleh dan mengernyit bingung. "Lo kena gangguan jiwa?""Sepertinya begitu. Lo nggak akan percaya ini.""Lo bercinta lagi sama Arnold?" tanya Dania asal tebak. Namun, ternyata mata Clara langsung membulat karena ketepatan ucapan Dania."Gimana lo bisa tau?""Sial," umpat Dania. "Jadi, bener?"Clara mencebik dan mengangguk pasrah. Dia lantas mengusap wajahnya. "Gue memang gila, Dan," erangnya frustrasi."Santai aja kali, Cla. N