Share

5. Dinner

Dania mengerjap. Sementara pria di dekatnya menyeringai. Jujur, Alvin tampan, tetapi menyeramkan. Pria itu tidak sedang berusaha membuat Dania jatuh hati, justru membuat wanita itu merasa takut, dan antipati.

"Menjauh, Alvin," desis Dania. 

"Enggak. Aku suka dekat denganmu seperti ini." Dia mengeratkan pelukannya pada pinggang Dania. 

Kekuatan pria ini terlalu besar. Dania tidak sanggup memberontak. Dia harus menunggu kelengahan Alvin. 

"Kamu mau merayakan ultah kamu, kan? Jadi lebih baik lepaskan aku, dan potong kuemu." 

Alvin tertawa. "Kamu pikir aku anak kecil yang merayakan ulang tahun dengan tiup lilin dan potong kue?" 

Dania tampak mengernyit. Lalu, apa maksud pria itu? 

Alvin mengangkat tangan dan membelai pipi Dania. Namun, wanita itu langsung menepisnya. 

"Jaga, tanganmu, Alvin." Dania melotot. 

"Kenapa? Aku cuma ingin membelai pipimu. Gimana kalau aku minta lebih?" 

"Kamu pikir aku apa?" 

"Calon istriku." 

Dania berdecak sebal. Lagi-lagi Alvin menyebutnya seperti itu. Tiba-tiba Alvin melepas pelukannya. Oh, rasanya Dania baru saja mendapatkan kebebasannya. Dia berjanji dalam hati, akan lebih hati-hati lagi jika berada di dekat pria itu. Pria ini berbahaya.

"Duduklah," pinta Alvin. Dia pun sudah duduk pada kursinya. 

Dania beringsut dan duduk di kursi itu. Dia melihat Alvin membuka penutup makanan. 

"Kita makan malam dulu," ujar pria itu. 

Setengah hati, Dania membuka penutup makanan di hadapannya. Ada sebuah piring yang berisi sepotong steak, kentang goreng, dan sedikit sayuran. Saos yang meleleh di atas steak itu terlihat menggiyurkan. Menu yang sama juga berada di piring Alvin.

Dania melirik Alvin. Pria itu tengah mengangkat gelasnya. "Minum sedikit lagi."

Tanpa banyak protes, Dania mengambil gelasnya, dan bersulang sejenak dengan pria itu sebelum meminum wine dari gelasnya. 

Dania cukup terkejut dengan rasa wine ini. Dia termasuk penggemar minuman beralkohol seperti wine. Dan lidahnya merasakan wine ini merupakan wine dengan kualitas terbaik.

"Kamu suka?" tanya Alvin.

Reaksi Dania mudah terbaca. Dia tidak memungkiri, dan mengangguk. 

"Untuk wanita spesial, aku menyiapkan yang spesial." 

Mungkin Alvin pikir, Dania akan tersanjung. Dania tidak mudah meleleh hanya dengan kata-kata rayuan seperti itu.

"Sekarang kita makan."  

Ingin semuanya cepat selesai, Dania menurut. Mereka makan dalam diam. Hanya ada bunyi garpu dan pisau yabg beradu dengan piring. Dania juga tidak berniat sama sekali membangun percakapan dengan pria berparas dingin di hadapannya. 

Sekali lagi lidah Dania merasakan kenikmatan. Potongan daging ini sangat lezat. Seperti dimasak oleh seorang profesional. Alvin ternyata benar-benar menyiapkan semuanya dengan baik. Bahkan isi di piring Dania tandas. Dania memasukkan potongan daging terakhir. 

Alvin sudah lebih dulu menyelesaikan kegiatan makannya. Dia meraih gelas yang berisi air mineral, dan meneguknya. Dari balik gelas kaca, dia bisa melihat jika Dania menikmati makanannya. Piringnya bersih tanpa sisa. Bibirnya menyeringai kecil. Putri Danureja sudah membuatnya jatuh hati dari awal perjumpaan. Bagaimana wanita itu bisa membuatnya tidak tidur semalaman seperti orang dimabuk asmara? Seumur hidup Alvin belum pernah merasakan hal seperti ini. Dia biasa dikejar, biasa diinginkan oleh semua wanita. Namun, kali ini dialah yang menginginkan wanita itu. Hanya satu wanita, yaitu Dania. Wanita yang mampu membuatnya tidak produktif dalam bekerja selama beberapa hari ini. Wanita yang selalu menghindarinya padahal banyak wanita lain yang menginginkannya. Bukannya menjauh, Alvin malah semakin penasaran dengan wanita cantik itu. Dia berjanji, akan membuat wanita itu jatuh ke pelukannya. Bila perlu malam ini juga.

"Kamu suka?" tanya Alvin begitu Dania menyudahi kegiatan makannya. 

"Suka," jawab Dania singkat seraya mengelap mulutnya. Mungkin ada sisa saos yang menempel di sana. Namun, sebelum itu terjadi, Alvin menyetop tindakannya. 

"Lipstikmu bisa berantakan. Biar aku saja." 

Dania belum sempat mengelak ketika tangan Alvin sudah lebih dulu bergerak mengelap sudut bibirnya dengan ibu jari pria itu. Dania agak terkejut. Bahkan tubuhnya sontak menegang di tempat.

Alvin memundurkan badannya kembali. Dia menunjukkan ibu jarinya tadi pada Dania, lalu menjilatnya. Kontan tindakannya itu membuat mata Dania melotot. Bagaimana bisa pria itu melakukannya? Apa tidak merasa jijik? 

"Ehem!" Dania berdeham pelan. Pandangannya ia alihkan ke manapun asalkan tidak melihat pria itu.

"Rasanya lebih nikmat," ujar Alvin meringis. 

"Habis ini nggak ada acara potong kue kan? Kalau gitu aku mau ke bawah bergabung dengan teman-temanku." Dania bersiap untuk berdiri. 

"Belum selesai. Jangan buru-buru. Malam kita masih panjang." Alvin meraih tangan Dania. Wanita itu terkesiap dan langsung menarik tangannya. 

"Akan lebih seru kalau gabung bersama mereka di bawah. Di sini seperti bukan acara pesta ulang tahun." 

"Dania, sudah aku bilang kan, aku hanya ingin merayakan ulang tahunku berdua denganmu. Gimana kalau sekarang kita dansa?" 

Dania menggeleng jengah. Dia sama sekali tidak menginginkan ini. Ini sudah seperti makan malam romantis bersama kekasih ketimbang perayaan ulang tahun. 

"Kamu sengaja melakukan ini. Jangan-jangan kamu memang nggak ulang tahun," tuduh Dania curiga. 

Alvin terkekeh. "Aku beneran ulang tahun, Honey. Tapi aku ingin malam ini juga menjadi malam yang spesialku sama kamu." Pria itu berdiri. Melangkah mendekati sisi Dania, dan membungkukkan badan seraya mengulurkan tangan kanannya. Sementara sebelah tangan lainnya bersembunyi di balik punggung.

"Berdansalah denganku, Tuan Putri."

Posenya sudah mirip seorang pangeran yang meminta seorang putri berdansa dengannya. Hampir saja Dania memutar bola mata. Perut Dania sedang penuh-penuhnya malah diajak dansa. Lagi pula tidak ada musik di sini. Dasar pria aneh.

Baiklah, karena Alvin sudah menyiapkan makan malam yang lezat, Dania pun menyambut uluran tangan pria itu, meskipun dengan sangat terpaksa. 

Pria itu tersenyum lebar. Dia mengajak Dania menjauh dari sisi meja. Lalu serta merta meraih pinggang wanita itu. Bola mata Dania bergerak ketika tiba-tiba suara musik terdengar. Berasal dari mana suara itu? 

"Alvin, aku nggak bisa lama-lama dansa. Perutku sudah hampir meledak karena kekenyangan. Kalau dipaksa gerak begini, bisa-bisa nanti aku nggak bisa jalan."

Alvin tertawa mendengar ucapan Dania. Wanita itu rupanya pandai melucu juga.  

"Oke, hanya sebentar." Dia menyeret kaki ke kiri, lalu ke kanan, mundur, dan memutar. 

"Aku ingin kita menikah secepatnya," ucap Alvin. Lagi-lagi pria ini mengigau. 

"Lebih baik kamu ajak menikah wanita lain." 

"Aku maunya kamu."

Dania berdecak. "Alvin, tanpa mengurangi rasa hormatku, aku beneran nggak bisa menikah denganmu." 

"Apa kekuranganku? kenapa kamu bersikeras menolakku?" 

Dania berhenti bergerak. Alvin pun akhirnya melakukannya juga. 

"Aku nggak mencintai kamu." 

"Cinta bisa datang belakangan, Dania. Yang penting kita bersama dulu." 

Dania menggeleng. "Ini akan sulit."

"Kenapa? Apa ada pria lain?" desak Alvin. 

"Nggak, tapi aku nggak ada rasa sama sekali." 

Serta merta Alvin melepas pinggang Dania. Dia menjauh beberapa langkah. 

"Aku nggak peduli, Dania. Kamu harus jadi milikku. Gimana pun caranya."

Dania menganga tak percaya. Itu obsesi. Alvin terobsesi padanya. Cinta pada pandangan pertama memang tidak benar-benar ada. Dania melihat kilat marah di mata pria itu. Kepalanya mengirim sinyal bahaya. Dia harus segera pergi dari tempat ini. 

"Aku harus kembali ke bawah. Teman-teman menungguku." Dania bergegas beranjak menuju pintu keluar. 

"Kamu nggak akan ke mana-mana, Dania!" suara bariton Alvin berseru.

Dania tidak peduli. Begitu sampai pintu dia segera menekan handle-nya. Namun, pintu tidak mau terbuka. Dia menekan sekali lagi. Tetap sama. Sial! Alvin mengunci pintunya. 

Dania memutar badan, dan dari jarak pandangnya, dia bisa melihat Alvin yang tengah menyeringai lebar. Seketika kuduknya meremang. Apa yang direncanakan pria aneh itu? 

"Kamu lihat di sana!" Alvin menunjuk sudut tempat itu. Otomatis mata Dania bergerak mengikuti. 

Berengsek. Ada sebuah ranjang di sana. Bagaimana Dania tidak menyadari itu? 

"Kita akan bersenang-senang dulu, Honey." Alvin makin menyeringai. Tatapannya seolah menguliti tubuh Dania. 

"Kamu jangan gila, Alvin. Kalau kamu ingin memilikiku, lakukanlah dengan cara baik-baik," ucap Dania agak sedikit gentar.

"Aku sudah melakukannya. Tapi kamu selalu menolaknya. Bahkan untuk menemuiku saja enggan." Pria itu melangkah, mendekati Dania. 

Sial! Beberapa kali Dania mengumpat dalam hati. Dia ingin berlari, tapi lewat mana? Tidak ada jalan lain selain pintu di belakangnya ini. Sementara itu langkah Alvin kian mendekat. Apa yang harus Dania lakukan sekarang?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status