"Om!" teriak seseorang sembari membuka pintu ruang kerja Arthur kasar, sontak membuat Brian dan Arthur hampir terkejut.
"Kenapa?" tanya Arthur tanpa menoleh pada Tata.
"Kenapa? Om nggak tau apa yang udah om lakuin ke Tata?" jawab Tata sambil melangkah dan duduk di hadapan Arthur tanpa mempedulikan Brian.
Arthur menatap Brian seolah memberitahu untuk meninggalkan ia dan istrinya, Brian pun mengerti dan langsung berdiri lalu bergegas untuk pergi namun.
"Brian, tetap di situ Tata mau Brian jadi saksi!" ucap Tabitha penuh penekanan.
Arthur menganggukkan kepalanya pertanda agar Brian menuruti perintah Tata. "Jadi om bener-bener nggak tau maksud Tata?" tanya Tabitha.
"Emangnya apa yang sudah saya lakukan?" tanya Arthur polos.
"Om!" entak Tata sambil sedikit menggebrak meja Arthur yang sukses membuat Arthur mendongakkan kepalanya.
"Apa?" ucap Arthur lembut.
"Nih liat, ini semua perbuatan om kan?" ucap Tabitha sambil menunjukkan bekas merah di lehernya.
"Masa sih?" tanya Arthur menahan tawanya.
Brian yang mulai mengerti pembicaraan antara suami istri ini pun akhirnya berusaha pamit dan langsung diizinkan Arthur.
"Oke sini, kita bicara baik-baik," ucap Arthur.
"Jangan sentuh Tata, Tata jijik, benci!!" sentak Tata.
"Kok kaya sinetron sih?"
"Biarin!" ketusnya lalu duduk di depan Arthur.
"Saya minta maaf, saya nggak sengaja ngelakuin itu, lagian kamu juga nggak mau lepas tadi malem jadi yah saya khilaf," ujar Arthur sembari melihat berkas-berkas nya.
"Apa? Cuma gitu aja? Om tau nggak sih gara-gara om mesum Tata hampir malu di sekolah dan parahnya sahabat Tata tau sekarang kalau Tata itu udah punya cowok bahkan dah jadi suami!" geram Tata.
"Baiklah jadi saya harus apa?" ujar Arthur tulus.
"Nggak tau lah," final Tata dan melenggang pergi ke kamarnya.
Saat Tata keluar dari ruang kerja Arthur, Brian masuk dan langsung duduk di hadapan Arthur.
"Kau gila Arthur," ucap Brian.
"Apa lagi sekarang?"
"Kau mempermalukan istrimu sendiri!"
"Aku sudah bilang aku tak sengaja."
"Arthur aku tau kau pria normal tapi kau tetap harus mengingat istrimu itu masih SMA kau paham?"
"Mengapa kau tiba-tiba jadi bijak? Memangnya kau tahan dengannya?"
"Jujur sih tidak," ucap Brian.
"Sialan kau," ujar Arthur sembari menjitak kepala Brian.
"Baiklah kurasa kau harus melihatnya mungkin dia sedang menangis sekarang."
"Kau benar."
Arthur pun keluar dari ruang kerjanya namun ia merasa tak nyaman dengan indra penciumannya. Ia seperti merasa selalu ingin bersin tapi akhirnya ia menepis semua itu dan berjalan ke kamar Tabitha.
Di sana Tata sedang menikmati ice cream sembari menonton acara kartun. Arthur pun hanya mengangkat sedikit bibirnya melihat kelakuan istri kecilnya.
"Kau mengapa tenang-tenang saja?” tanya Arthur.
"Kenapa? Emang nggak boleh?" tanya Tabitha.
"Kau tak marah?"
"Udah tadi, emang lupa?"
"Ya ampun jadi cuma segitu marahmu?"
"Ya, lalu harus bagaimana. Sebenarnya Tata mau jambak rambut om Arthur terus nonjok perut om Arthur. Tapi yah gimana Tata males aja gitu buang-buang tenaga." ujar Tabitha. "Sini om duduk kita nonton TV," lanjutnya.
"Okey." Arthur pun duduk.
"Mau?" tanya Tata menawari Ice cream nya.
"Nggak usah."
"Oke."
Saat mereka sedang asyik menonton TV tiba-tiba ada suara dari belakang Tabitha. Dan anehnya Arthur mengenali suara itu.
Meong meong meong
Arthur panik ia langsung melihat ke arah Tata dan benar saja ada kucing di pundak Tabitha.
"Kenapa?" Tanya Tabitha.
Hachim... hachim... hachim...
Arthur terus menerus bersin, dan akhirnya ia menyadari sedari tadi ternyata ada kucing di rumahnya tapi siapa yang memasukkan nya. "Hmm, om ini Kitty dia tadi di depan mansion Tata suka jadi, Tata bawa masuk nggak papa kan dipelihara?"
Belum sempat menjawab Arthur kembali bersin dan hanya mampu menjawab dengan anggukan kepala dan berlalu pergi meninggalkan Tata yang kebingungan.
"Om Arthur kenapa yah?"
Tata yang penasaran pun akhirnya mengikuti Arthur, dia melihat Arthur di papah oleh Brian memasuki kamar Arthur. Karena penasaran ia pun membuka sedikit pintu yang membatasinya dengan Arthur dan mulai mencoba menguping pembicaraan Brian dan suaminya itu.
"Kau ini bagaimana, dokter sudah bilang jangan dekati hewan itu! Kau malah membiarkannya masuk rumah!" sewot Brian.
"Diamlah aku tak apa! Lagi pula aku tak mungkin menolak permintaan Tata," ujar Arthur.
"Baiklah, sekarang kau rela berkorban demi istrimu itu, lihatlah dirimu Arthur kau sesak napas sekarang, tunggulah disini aku akan memanggilkan dokter Ryan," putus Brian.
Tabitha mematung ditempat lidahnya keluh dan ia tiba-tiba lupa caranya berjalan setelah mendengar pembicaraan Brian dan Arthur ia bersembunyi lalu Brian keluar.
Ia memasuki kamar Arthur dan berjalan pelan ke arah ranjang Arthur, dahinya yang menaut dia sedang tidak baik-baik saja semakin membuat Tata merasa bersalah ia pun tak dapat lagi membendung tangisnya.
"Maafin Tata Om," ucap nya.
"Kenapa Om nggak ngomong kalau om alergi bulu kucing, kalau Tata tau kan Tata nggak mungkin minta buat ngerawat Kitty."
"Kenapa om baik banget ama Tata, padahal Tata suka bikin om kesel tiap hari."
"Maafin Tata om," ujarnya pelan.
Tiba-tiba sebuah lengan besar bergerak menghapus air mata Tata yang jatuh. Tata yang terkejut langsung menatap Arthur. “Kenapa nangis? Kamu nggak salah kok," ucap Arthur.
"Jadi om dari tadi nggak tidur?" Arthur menggelengkan kepalanya.
"Ish, kok Om ngeselin banget sih!" desis Tabitha memukul lengan Arthur.
"Iya udah, minta maaf."
"Jadi Om Kitty harus dibuang lagi ya?" tanyanya.
"Nggak usah, nanti saya bikin rumah buat Kitty pribadi di halaman belakang nggak kecil, nggak gede juga tapi pas lah buat ukuran rumah kucing. "
"Wah makasih yah om, Om baik banget," ucap Tata.
"Tapi kamu harus inget, kalau kamu mau main sama Kitty jangan di dalam mansion soalnya kamu tau kan?"
"Iya, om Arthur alergi bulu kucing," ucap Tata malas.
"Nah itu pinter," ujar Arthur sembari mengacak-acak rambut Tata.
"Ish, rambut Tata jadi rusak om!" ucap Tata keras.
"Biarin yang penting masih cantik kok," ucap Arthur.
"Apaan sih om," ucap Tata malu dan sudah dipastikan pipinya memerah sekarang ia pun menundukkan kepalanya.
"Kan udah dibilang jangan nunduk kalau sedang blushing, saya suka liat kamu blushing," ujar Arthur.
"Ih, apaan sih om," ujar Tata.
Di tengah perbincangan mereka Brian datang dengan seorang dokter. Dokter tersebut langsung memeriksa keadaan Arthur.
"Arthur kurasa kau sudah cukup baik hanya saja mungkin sesak napasnya akan reda sebentar lagi, akan ku buatkan resepnya dan kau bisa langsung menebusnya,” ujar Dokter Ryan.
"Terimakasih Ryan oh iya masalah biaya Brian yang akan mengurusnya."
"Baiklah, lekas sembuh Arthur. Dan jangan teledor lagi," peringat Dokter Ryan.
Brian pun keluar dan mengantarkan Dokter Ryan sampai ke depan mansion. Sementara di kamar Arthur keheningan menelingkupi Arthur dan Tabitha karena sudah tak tahan akhirnya Tabitha pun memutuskan untuk beranjak pergi.
"Kalau om butuh apa-apa panggil Tata aja yah."
"Oke."
••••
TO BE CONTINUED...
Arthur membalikkan tubuhnya menatap anak buahnya."Pekerjaan kita selesai, batalkan semua misi untuk satu tahun ke depan. Anggap saja itu cuti untuk kalian."Alexander dan Matthew sama-sama melebarkan senyumnya. Mereka saling pandang hingga. "YES, SIR," jawab mereka dengan tawa lebarnya.Brian yang gemas pun langsung menjitak kepala Matthew dan Alexander silih berganti. "Hai besok cutinya! Sekarang siapkan jet. Biss kita ingin pulang!""Sure!" Alexander dan Matthew langsung melaksanakan perintah Brian. Meninggalkan Brian dan Arthur.Arthur meraih cerutunya dan menghidupkannya. "Kau yakin?""Kau takut kekayaanku habis?""Tak mungkin!""Sudahlah Brian, ini cuti kita.""Ya, jika kau sudah berkata seperti itu aku bisa apa."Arthur terkekeh pelan, mereka pun sama-sama menikmati angin malam dengan cerutu yang saling terselip dibibir mereka.***5 tahun kemudian"Kakak! Kembalikan ice creamku!!" sentak bocah perempuan yang mengejar kakaknya."Kejarlah, ambil sendiri. Dasar lambat!" ejek boca
Keesokan paginya Arthur membuka matanya perlahan tubuhnya merasakan terpaan napas di tubuhnya, siapa lagi jika bukan istrinya.Tabitha menggeliat dari tidurnya saat merasakan telapak tangan besar suaminya yang membelai perlahan pipinya. Perlahan kedua kelopak mata Tabitha yang tertutup kini terbuka lebar. Ia menatap sang suami yang juga tengah menatapnya. "Apa?" tanya Tabitha saat mendapati tatapan aneh dari Arthur."Kau sangat cantik, sungguh," ucap Arthur dengan tampang serius."Dasar perayu!" rutuk Tabitha seraya bangkit dari baringannya dan ia pun menepuk bahu Arthur yang ternyata terdapat lebam disana.Langsung saja Arthur meringis merasakan nyeri yang menyerpa bahunya akibat tepukan dari Tabitha."Maafkan aku," sesal Tabitha dengan mengelus pelan bahu Arthur."Tak apa.""Baiklah."Tabitha kembali dengan niatan awalnya yaitu membersihkan dirinya.Arthur menatap punggung Tabitha yang mulai menjauh, ia melirik kearah nakas, tangannya meraih laptop dan mulai menghidupkannya.Jari ta
Arthur dan Tabitha sama-sama memasuki mansion dengan beriringan, Arthur dengan menggendong Leonardo di dalam dekapannya, sesekali mencium puncak kepala putranya yang tengah terlelap tidur. Sedangkan Tabitha menggendong Fiorella.Arthur menghentikan sejenak langkah kakinya dan menatap Tabitha lekat. "Aku akan ke kamar dulu, menidurkan Leo," ucap Arthur disambut anggukan pelan oleh Tabitha."Aku akan menunggu disini." Arthur mengangguk pelan, ia pun kembali melanjutkan jalannya menaiki kamarnya.Arthur berdiri di samping ranjang, dan ia pun menurunkan tubuh Leonardo ke atas ranjang."Daddy sangat menyayangimu Leo, Daddy bersyukur kau baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu padamu, Daddy tak akan bisa memaafkan diri Daddy sendiri," bisik Arthur tepat di depan dahi Leonardo dan kembali mengecup dahi putranya lembut.Arthur memperjarak antara dirinya dan putranya, ia kembali membelai surai putranya. Arthur terus menatap gurat wajah Leonardo, masih ada setitik rasa trauma pada diri seorang Art
Ditempat lain Arthur masih berusaha mengejar Damian dengan boatnya. Arthur menekan telunjuknya di telinga dan langsung tersambung dengan Brian. "Brian!""Ya?""Bagaimana keadaan di sana?""Kelompok Damian sedikit memimpin tapi lima menit lagi pasukan yang lain datang ditambah dengan anak buah Thomas, kurasa kita akan menang.""Bagus, kau lihat keadaan Tabitha?""Aku tak terlalu memperhatikan mereka, tapi sepertinya semuanya baik. Bukanya itu tugas Matthew dan Laura?""Ya, baiklah sekarang susul aku. Aku akan berusaha menghentikan Damian.""Dimana?""Laut, munuju kota.""Baiklah Arthur, aku segera ke sana.""Baiklah."Arthur melepaskan telunjuknya dan kembali fokus mengikuti yacht milik Damian. Tak lama tanpa diduga Arthur langsung dihujani oleh peluru yang dilesatkan dari yacht milik Damian, ia yakin musuh bebuyutannya itu telah menyadari bahwa sedari tadi sudah diikuti oleh Arthur.Arthur melihat yacht itu berhenti dan semakin menghujani Arthur dengan peluru dan beberapa granat. Arth
Damian meraih ponselnya yang berbunyi, pria itu memeriksa si penelepon yang ternyata adalah anak buahnya."Markas FBI kosong sekarang boss hanya ada beberapa dari mereka yang masih berada disini.""Dimana sisa pasukan?""Kita sudah bersiap untuk menyerang.""Tunggu aku, aku akan langsung ke kota sekarang.""Baik."Damian mematikan sambungan teleponnya, dan menatap Tabitha yang masih memeluk erat Leonardo."Well, kita lihat. Seberapa cepat suamimu menyelamatkan dunia setelah aku mendapatkan disk itu," ucap Damian dengan nada sombongnya."Sebelum kau mendapatkan disk itu, Arthur terlebih dahulu membunuhmu Damian!""Ucapanmu sangat pedas, dengar kau hanyalah wanita kecil yang tak tau apapun tentang dunia. Jadi jangan pernah mencoba untuk menghinaku.""Aku sudah terlebih dahulu menghinamu Damian!!""And uncle lebih baik kau pergi sebelum Daddy datang dan membunuhmu!!" ucap Leonardo lantang bahkan anak itu mengangkat wajahnya menatap Damian tanpa ada rasa takut sedikit pun di matanya."Wel
Tiga bulan kemudian ....Arthur masih sibuk dengan pekerjaannya seharian ini, pria itu sedikit tidak fokus. Entahlah tapi seperti ada yang mengganggunya hari ini. Tadi sebelum berangkat ia merasa seperti tak ingin meninggalkan Tabitha dan kedua anaknya tapi karena ada agenda dengan klien salah satu perusahaan besar dari Eropa akhirnya ia pun tetap bekerja hari ini. "Aku tak bisa tenang!" rutuk Arthur tajam.Arthur membuka ponselnya dan menelepon Tabitha. "Hallo?""Ya?""Sedang apa?""Aku sedang jalan menjemput Leo.""Kau tak apa?""Ya aku baik.""Ta, kau bersama bodyguard kan?""Arthur tenang lah aku baik, Alexander bahkan ada di depanku.""Baiklah.""Ada apa?""Entahlah, aku hanya sedikit merasa tak enak.""Tenanglah aku baik.""Fio?""Bersama Madam Rose, putrimu itu sangat baik dia sangat tenang.""Ya, baguslah.""Aku sudah sampai, aku tutup dulu Arthur.""Ya.""Bye, I love you.""Love you too." Arthur menutup ponselnya lalu meletakkannya di atas meja. Pria itu menyandarkan kepalan