Hari ini Adisty tidak berangkat ke kantor ia sudah meminta ijin cutinya. Bukan karena sakit akan tetapi ia membantu mamanya bekerja di warung soto. Mama Adiaty mengalami terkilir pada kakinya karena terpeleset di pasar saat membawa barang belanjaan terlalu banyak. Warung tidak dapat di liburkan mengingat keluarga Adisty saat ini butuh pemasukan.
Adisty tidak bisa membiarkan adiknya bekerja sendirian. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil cuti satu hari demi membantu adiknya berjualan.
Di kantor Ricko tampak gelisah karena hari ini Adisty tidak datang ke kantor.
"Selidiki kenapa hari ini karyawan yang bernama Adisty tidak masuk!" perintah Ricko.
Hmm, sejak kapan presdir mempedulikan karyawannya. Apalagi karyawan dari divisi kecil, batin Asisten pribadinya.
"Kau dengar kan apa kataku!" kata Ricko agak keras.
"Iya, Presdir," jawab Kevin.
"Lalu kenapa kau masih berdiri di sini? Segera tanyakan pada bagian kepala divisinya!" perintah Ricko.
"Siap, Presdir." Asisten Kevin buru-buru keluar dari ruangan. Ia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan presdirnya.
Tak lama kemudian ia kembali lagi membawa informasi yang di inginkan oleh presdir Ricko.
"Nona Adisty hari ini cuti karena terpaksa membantu keluarganya berjualan. Ibunya mengalami kecelakaan kecil di pasar. Kakinya terkilir dan tidak bisa bekerja sehingga Nona Adisty terpaksa menggantikan ibunya bekerja," kata Asisten Kevin.
"Ya sudah, sekarang kosongkan semua jadwalku hari ini!" perintah Ricko.
"Kenapa di kosongkan?" tanys Kevin tidak mengerti jalan pikiran presdirnya.
"Karena ada hal penting yang harus aku lakukan," jawab Ricko.
Ia bergegas keluar dari kantor, di ikuti oleh Kevin.
"Hubungi toko yang menjual ayam segar, suruh kirim ke warung Adisty. Dan kita akan ke supermarket untuk membeli beberapa bahan untuk membuat soto," ucap Ricko di mobil.
Kevin sampai melongo tak percaya, apa bosnya hari ini sedang ada proyek baru mau membuka warung soto. Ia tidak habis pikir dengan gagasan orang kaya.
Mobil Ricko berhenti tepat di depan warung soto milik Adisty. Adiknya Adisty kaget melihat ada mobil mewah berhenti tepat di depan warungnya. Tampak Kevin keluar dari mobil membukakan pintu untuk presdirnya. Lalu memutar ke
belakang bagasi mengambil belanjaan. Untuk pertama kalinya Ricko juga membantu mengeluarkan semua barang belanjaannya."Kak, coba lihat. Siapa yang datang kemari?" tanya Darren adiknya Adisty.
Adisty menengok dari balik kaca gerobaknya, ia terkesiap kaget. Lamgsung saja Adisty berjalan tergopoh-gopoh menyambut kedatangan presdirnya.
"Kenapa bapak repot-repot datang kemari?" tanya Adisty sembari menerima barang belanjaan dari tangan Ricko.
"Saya hanya ingin memastikan apakah benar kamu tidak berangkat karena menggantikan ibumu bekerja di warung," kata Ricko beralasan.
"Tapi ... tempat ini kotor tidak cocok untuk bapak," kata Adisty lagi. Ia masih mengenakan celemek yang melekat di bajunya.
"Kata siapa? Saya juga membawa banyak bahan untuk membuat soto. Jadi kamu tidak perlu kesulitan jika bahannya kurang," kata Presdir Ricko.
Darren menyenggol lengan kakaknya.
"Kak, sebenarnya siapa sih dia? Tampan sekali," bisik Darren.
"Hemm, perkenalkan saya bos di perusahaan kakakmu bekerja," kata Ricko sopan.
"Apa! Bosnya kakak!" Darren spontan berteriak.
"Eh, pelankan suaramu." Adisty menyenggol adiknya. Ia tidak ingin membuat malu bosnya.
"Di sini saya dan asisten Kevin akan membantu menjadi karyawan tambahan sementara," ucap Presdir Ricko.
Asisten Kevin kaget mendengar perkataan presdirnya, ia tidak tahu jika pada akhirnya nasibnya hari ini menjadi karyawan warung soto.
Inikah yang di namakan tugas penting itu, batin Asisten Kevin.
Tiba-tiba Rania datang ke warung makan Adisty.
"Katanya kau butuh tenaga tambahan untuk menggoreng ayam," kata Rania masuk ke dalam tanpa tahu ada Asisten Kevin di sana.
Mendengar suara yang familiar, Asisten Kevin keluar dari dalam melihat siapa yang datang.
"Nona Rania," kata Asisten Kevin kaget.
"Oh, Anda di sini," jawab Rania.
"I ... iya, presdir ingin aku membantu Nona Adisty," terang Asisten Kevin polos.
"Kebetulan sekali, saya juga datang membantu di sini," lanjut Rania.
Matanya berbinar mengagumi ketampanan Asisten Kevin.
"Kalau begitu ... kita bekerja di dalam bersama-sama," ajak Asisten Kevin bersemangat. Darren merasa tidak senang kakak idolanya bersama pria lain. Sudah lama ia mengagumi Rania secara diam-diam. Di saat usianya makin bertambah ternyata perasaan kagum itu belum juga hilang malahan bertambah kuat.
Ricko mendekati Adisty, ia menggulung lengan kemejanya sampai siku lalu membantu Adisty membersihkan sayuran kecambah di wastafel. Adisty melihat perawakan tubuh presdirnya yang bagai model papan atas dengan tubuhnya yang proporsional menelan salivanya berulang kali.
Dari segi apapun ia tetap terlihat sempurna, bahkan mencuci sayurpun ia seperti artis yang sedang melakukan pemotretan, pikir Adisty.
Ricko menoleh ke arah Adisty yang melihatnya sambil melamun.
"Apa yang kau lihat?" tanya Ricko mengibaskan tangannya ke wajah Adisty.
Wanita itu langsung berkedip karena terkejut. "Eh, iya ada apa?" tanya Adisty gugup.
"Apa yang perlu aku kerjakan lagi?" tanya Ricko.
"Tidak, Bos duduk saja di kursi ini. Biar saya yang mengerjakan semuanya," kata Adisty.
"Jangan ... kamu tidak boleh kelelahan, kamu duduklah di sini cukup perhatikan aku saja biar tambah bersemangat," ucap presdirnya.
"Apa?" Adisty tidak mengerti dengan perkataan bosnya. Masa ia hanya duduk-duduk saja, rasanya tidak enak jika membiarkan bosnya ikut turun tangan dalam pekerjaan kasar.
Tapi Adisty sedikit merasa aneh kenapa presdirnya seolah tidak kaku dalam melakukannya? Bukankah di rumahnya pasti banyak pelayan yang siap mengerjakan tugas rumah.
"Kenapa Bos tampak luwes melakukan semua ini?" Adisty mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Oh, ini. Dulu sebelum memimpin perusahaan kakek menyuruhku bekerja pada orang lain. Saat itu kebetulan aku bekerja di warung soto. Pemilik warung tidak tahu jika aku adalah pemilik perusahaan terbesar se Asia Tenggara. Seorang presdir tapi tugasnya sebagai pencuci piring di warung makan," kata Presdir Ricko terkekeh.
Adisty tidak menyangka jika presdir yang selama ini ia sangka sombong memiliki pengalaman yang unik.
"Mungkin kakek ingin aku merasakan susahnya mencari uang dari keringat sendiri," lanjut Presdir Ricko.
"Sudahlah, itu dulu ... sekarang aku menjadi bosmu," ucap Ricko terkekeh.
Adisty ikut tertawa mendengar pernyataan presdirnya. Hari ini ada hal baru yang ia ketahui dari sosok lain Presdir Ricko.
Tak jauh dari mereka berdiri tiba-tiba Jonathan datang menghampiri Adisty.
"Kenapa kau tidak meneleponku, jika membutuhkan karyawan tambahan," kata Jonathan yang tiba-tiba muncul di depan pintu dapur.
Tatapan permusuhan di lancarkan Ricko. Ia tidak suka jika ada pengganggu masuk ke dalam zona amannya.
"Eh, soalnya tiba-tiba kedatangan bos," kata Adisty melirik ke arah Ricko.
"Pacar dalam kesulitan tentu saja saya datang membantu," ucap Ricko menatap tajam ke arah Jonathan. Tatapan mereka saling menyerang seperti kucing dan anjing.
---Bersambung--Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala