Share

Jangan Ganggu Dia

"Pacar dalam kesulitan tentu saja saya datang membantu," ucap Ricko menatap tajam ke arah Jonathan. Tatapan mereka saling menyerang seperti kucing dan anjing. 

Adisty merasa canggung berada di tengah-tengah mereka. Melihat wajah Ricko yang tidak ramah pada Jonathan membuatnya merasa tidak enak. Tatapannya terlalu mendalam seperti melihat musuh terbesarnya yang selama ini sudah lama tidak di temuinya.

"Maaf, sebaiknya salah satu di antara kita ada yang di luar untuk melayani para tamu. Salah satu ada yang di dalam untuk membantu memasak dan membuang sampah, karena sampahnya sudah terlalu banyak di sana," ucap Adisty.

"Biar aku saja yang melayani tamu di luar," ucap Ricko tapi matanya tidak lepas melihat tajam ke arah Jonathan.

"Aku yang akan membuang sampahnya," lanjut Jonathan.

"Ya, kamu memang pantas berururusan dengan sampah, sesuai dengan orangnya," sindir Ricko.

"Apa maksudmu sebenarnya?" jata Jonathan berang.

"Tidak ada, jangan terlalu sensitif seperti wanita. Maaf, aku harus keluar melayani para tamu yang datang. Ayo ... Adisty, bantu aku melayani para tamu," pinta Ricko tersenyum manis pada Adisty.

"Eh, iya bos." Adisty melirik Jonathan, lagi-lagi ia merasa tidak enak pada mantan kakak kelasnya.

Jonathan mengepal erat tangannya. Ingin sekali ia menonjok muka presdir yang menurutnya sangar sombong itu.

Semua tamu terkesima melihat sosok Ricko memakai celemek pramusaji, memakai apapun terlihat tampan. Bahkan ia seperti seorang aryis muda papan atas yang sedang syuting kuliner.

"Tampan sekali pelayan baru itu," bisik salah seorang gadis pada teman-temannya.

Ricko menyambut dengan senyum ramah."Silahkan menikmati sajian kami, Anda bisa mengundang banyak teman, saudara, ataupun pacar ke sini. Di jamin kalian akan puas dengan masakan kami."

Banyak perempuan nyaris tak berkedip melihat ketampanan Ricko. Mereka berebutan ingin foto bersama. Pengunjung semakin bertambah banyak dengan adanya Ricko sebagai pramusaji. 

Mereka tak segan-segan mengunggah foto Ricko waktu melayani para tamu, dengan menyajikan sepiring soto versama minuman. Ketampanan Ricko seolah menghipnotis kaum hawa yang berada di sana.

Adisty memperhatikan gerak-gerik Ricko dari kejauhan. Ia merasa Ricko hari ini menjadi populer. 

Hemm, dia memang tampan. Pantas saja para wanita berebutan ingin dekat dengannya, batin Adisty.

Tapi ... kenapa dia terlalu murah senyum pada siapa saja. Kalau begitu terus, banyak wanita yang akan salah sangka, pikir Adisty.

Adisty merasa tidak suka Ricko di dekati para pengunjungnya. Lama-lama ia kesal juga karena Ricko lebih sibuk mengurusi mereka. Bahkan ia menyapa ramah para gadis itu. Adisty akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia melihat Jonathan tengah sibuk membuang sampah. Ia mencoba mengecek jantungnya, tak ada getaran hebat seperti biasanya.

"Kamu lelah kelihatannya," ucap Ricko yang tiba-tiba muncul dari belakang.

"Tidak, saya baik-baik saja," jawab Adisty gugup dengan pipi merona merah.

"Presdir, apa tidak apa-apa Anda membantu saya di sini?" tanya Adisty. Ia merasa tidak enak karena telah menyita waktu bosnya.

"Tidak juga, sudah lama aku ingin terbebas dari pekerjaan kantor sejenak," jawab Ricko.

 Ricko mengambil nampan yang sedang di pegang Adisty. "Sebaiknya kamu istirahat saja, biar aku yang melayani tamu."

Tiba-tiba Jonathan muncul. “Kebetulan sekali, aku juga mau istirahat, kita bisa istirahat bersama di belakang." Jonathan menarik tangan Adisty.

"Tidak, aku tidak mau istirahat. Bosku  masih bekerja, masa sebagai karyawan aku enak-enakan istirahat," tolak Adisty.

"Tapi ... kau terlihat kelelahan, Adisty," bujuk Jonathan.

Adisty melihat ke arah Jonathan dengan tajam, ia tidak suka jika Jonathan selalu saja memaksa dirinya. Selama ini ketika ia butuh, Jonathan selalu asyik pergi dengan pacarnya.

"Maaf, kak Jo. Rasanya tidak enak dengan pacar kakak kalau aku bersama kakak terus," ungkap Adisty. Akhirnya ia menemukan jurus yang jitu untuk menolak Jonathan.

"Tap ... tapi_," Belum sempat Jonathan melanjutkan, Ricko sudah menarik Adisty ke dalam dirinya. 

"Kalau dia sudah menolak kenapa Anda terus saja memaksa, ingat dia adalah calon istri saya. Jadi jangan harap bisa mengganggunya," ucap Ricko tegas.

Jonathan menatap marah pada Ricko. "Ini bukan urusanmu, jadi tolong jangan ikut campur!" 

Rahang Ricko mengeras, seolah ia ingin menelan mentah-mentah manusia menyebalkan yang berdiri di hadapannya. "Akan menjadi urusan saya pada siapa pun  yang mengganggu calon istriku!" 

"Kita lihat saja nanti, apa Anda benar-benar akan menikahi Adisty," ledek Jonathan.

"Saya tidak perlu menjawab pertanyaan Anda lagi. Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengerti bahasa orang berbicara," tandas Ricko.

Jonathan menggeram marah, tapi ia juga tidak ingin membuat keributan di warung makan. Ia kemudian memilih berlalu dari kedua orang yang tengah berdiri di hadapannya. 

"Tunggu sebentar," ucap Ricko tiba-tiba. Lelaki bertubuh tegap itu berjalan menghampiri rivalnya.

"Kamu selalu saja berusaha mengganggu hubungan kami, sekali lagi kau berani melakukannya aku tidak akan segan-segan membuatmu menyesal!" bisik Ricko. Ia menepuk punggung Jonathan lalu meninggalkan pria itu dalam kekesalan.

Adisty tidak tahu apa yang di bicarakan kedua lelaki itu. Karena mereka hanya berbisik-bisik jadi ia tidak dapat mendengar jelas.

"Presdir mari kita beristirahat," ajak Adisty. Lelaki itu menoleh ke arah Adisty, ia mengulas senyumnya lalu mendatangi Adisty.

Mereka berdua makan soto di belakang, Adisty merasa tidak enak dengan semua yang di lakukan Ricko. Ia tahu jika semua sikap baiknya hari ini hanyalah pura-pura saja. 

Adisty tahu, tidak mungkin seorang presdir akan menikahinya. Apalagi dengan latar belakangnya yang hanya wanita biasa. Menurutnya, bosnya menyempurnakan aktingnya agar tidak kaku jika nanti berhadapan dengan kakeknya.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Adisty mengantar Ricko sampai di tepi jalan. 

"Terima kasih, maaf hari ini banyak merepotkan Anda," ucap Adisty.

"Tidak, aku senang membantumu," jawab Ricko. Ia menatap Adisty begitu dekat dan mengulas senyumnya. Jantung Adisty kembali berdegup kencang. Ia takut jika tidak bisa menguasai hatinya sendiri.

"Presdir, tolong berhentilah bersikap seperti seorang calon suami. Jangan bersikap begitu baik pada saya, bagaimana nanti kalau ads yang salah paham," kata Adisty.

Wajah Ricko berubah muram, ia tidak suka Adisty mengatakan hal itu. Seolah-olah apa yang di lakukannya adalah sia-sia.

"Apa karena kau takut jika Jonathan menjauhimu setelah kau punya pacar?" tanya Ricko penuh selidik.

Adisty bingung dengan perkataannya sendiri. Sebenarnya dirinya takut jika Ricko terlalu baik padanya, ia akan jatuh cinta. Adisty sudah pernah merasakan mencintai seseorang yang bertepuk sebelah tangan. Makanya ia tidak ingin mengulanginya lagi.

"Benar kan?" tanya Ricko lagi.

Bagaimana ini, ia masih menganggapku mencintai kak Jonathan. Padahal yang sebenarnya aku sukai sekarang adalah dirimu. Tapi rasanya tidak mungkin, aku hanyalah sekedar wanita bayarannya, batin Adisty

Adisty tidak berani memberikan jawaban. Ia terlalu malu mengakuinya. Ricko mengira Adisty masih mencintai Jonathan kakak kelasnya.

"Baiklah, suka atau tidak suka aku tetap akan berusaha," kata Ricko kemudian.

Adisty menarik lengan Ricko."Tolong, hentikan semua ini, saya tahu ini semua hanya sandiwara Anda."

"Anda hanya menginginkan saya menjadi pacar sewaan, mempertanggungjawabkan apa yang telah saya lakukan dulu," ucap Adisty.

"Tunggu, itu tidak benar!" kata Ricko.

"Selamat malam presdir, baik besok maupun yamg akan datang tolong jangan mencari saya lagi. Saya tidak mau keluargaku mengira Anda calon suami saya," terang Adisty.

Rupanya ia memang masih mencintai kakak kelasnya, batin Ricko.

---Bersambung---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status