Home / Romansa / My Lover is Cheating / Bab. 6. Kejutan Di Hari Spesial

Share

Bab. 6. Kejutan Di Hari Spesial

Author: AlphQueen
last update Last Updated: 2021-06-03 10:12:40

“Kejutaaaaan!”

Serempak orang-orang yang berdiri, berjejer di hadapanku itu berseru. Pak Dodot dengan wajah juteknya memasang senyum tipis juga tampak terpaksa sambil memegang dua balon bertuliskan HBD di tangan kiri dan kanannya. Bosku, wajahmu itu tampak aneh sekarang. Entah kenapa. Tapi mungkin karena balon yang harus kamu pegang. Ah, aku bahagia karena sudah menjadi bagian dari keluarga di minimarket ini.

Sementara Tania dan juga Kho yang memakai seragam sama persis denganku itu berdiri di kedua sisi Ibu. Mereka memegang kado dan kue tart, masing-masing satu biji. Air mukanya berbinar, tampak begitu senang dari senyum yang tersungging lebar. Sahabatku, terima kasih. Aku bahagia karena bisa mengenal kalian.

Namun, yang lebih mengejutkan lagi, ada Bu Ana di antara mereka. Istri dari Pak Dodot itu hampir tak pernah datang ke sini. Karena dia juga punya kesibukan sendiri, yang tak lain adalah mengontrol cabang minimarket di lokasi yang sudah tentu jauh dari sini. Ia tersenyum riang padaku, seiring tatapan penuh binar sayang.

“Ini maksudnya apa?” Jelaslah aku heran. Kenapa Ibu bisa sama mereka coba? Ngapain? Bukannya tadi masih di rumah?

“Ya, elah. Ada kue tart, kado, terus ... balon. Masa nggak ngeuh ini apa?” Tania menggeleng-geleng, seiring dengan bibirnya yang tak henti bergerak karena tertawa-tawa pelan.

“Ulang tahun? Gue ulang tahun? Dan kalian bikin ini buat gue?” Macam ember bolong, merembes sudah air mataku. Tak menyangka sama sekali dengan kejutan yang mereka buat di tengah-tengah kejengkelanku hari ini.

Atau, kejengkelan hari ini memang sengaja mereka buat? Ah ... resek emang! Tapi tak apa. Sekarang aku senang karena ternyata, mereka susah menyiapkannya kejutan ini. Sekali lagi terima kasih.

“Iyalah!” timpal Kho, seolah tak mau kalah. Dia berlagak songong dengan menggerak-gerakkan sebelah alisnya itu. “Lu lupa emang? Hilih! Sama tanggal ulang tahun sendiri aja lupa. Padahal sering dikasih kejutan-kejutan gini kan dulu?”

“Emang sekarang udah tanggal enam belas gitu? Serius? O my God!” Aku menangkup wajah sambil menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Benar-benar perlahan, karena takut kalau sampai ada sesuatu yang keluar juga dari belakang. “Sumpah gue nggak ingat sama sekali.”

“Galau mulu, sih!” timpal Pak Dodot. Kali ini sambil tertawa-tawa. Senang betul dia, kalau soal olok-mengolok. Apalagi yang dioloknya itu aku.

Ish! Benar-benar kudu dipajak emang.

“Gosah kompor! Baru juga merasa bahagia! Tapi ... makasih sebelumnya karena kalian udah sempat-sempatnya bikin ginian. Di waktu-waktu yang sangat menyakitkan hatiku pula. Huhu. Terutama buat Bu Ana yang sudah nyempetin datang ke sini buat aku. Padahal Bu Ana, kan, sibuk, ya? Ish! kalian juga benar-benar tega sama gue, ya. Udah tahu kalau gue lagi galau, lagi potek, lagi ... apalah itu namanya. Eh, malah dibikin dongkol sendirian di sini.”

Layaknya kereta api yang sedang lepas landas, begitulah ocehanku terlontar. Melaku tanpa henti. Tapi, itu beneran dari hati. Bukan sekadar ucapan atau omong-kosong.

Bu Ana pun langsung mengangguk masygul sambil tertawa tipis. Dia memang sedikit kalem, bahkan terbilang cuek, tapi aslinya mah beuh ... jangan ditanya! Baik banget sumpah. Aku, Tania sama Kho itu karyawan Pak Dodot. Tapi tiap lebaran, justru Bu Ana yang selalu ngasih bonus agak banyakan.

“Tapi senang kan lu akhirnya?!” Kho mengolokku juga.

“Ya, iya. Tapi gue nggak mau tahu. Sebagai ganti karena udah bikin gue BT, kalian harus dan wajib banget buat ngasih gue duit. Seorang, seratus!”

Terserah! Tapi, sekarang waktunya aku untuk bersaksi. Eh, beraksi. Pak Dodot dan semua yang sudah berkompromi untuk mengerjaiku ini, harus mau dan berani membayar.

“Idenya Pak Bos, tuh! Minta aja sama dia.” Tania pun berkomentar sambil mengacungkan jempolnya, tepat ke depan hidung Pak Dodot. Sampai-sampai, wajah bosku itu sedikit terenyak ke belakang.

“Iya, tuh!” timpal Kho, lagi-lagi seolah tak mau kalah.

“Loh, loh ... kalian, kok, malah nyalahin Bos?” Pak Dodot memelak pinggang seraya menatap Kho dan Tania bergantian. Membuat balon yang dia pegang seketika beterbangan. “Mau saya—“

“Ampun, Pak. “ Tania dan Kho pun langsung berlari dan berdiri di samping kiri dan kanan Pak Dodot. Lalu menangkupkan tangan dengan kado di tengah-tengahnya, memohon maaf. “Kami cuman bercanda, Pak. Iya, kan, Bu?” tanya keduanya pada Bu Ana. Mereka tentu meminta perlindungan.

Ahaha! Emang dasar asem.

“Iya aja ibu mah,” timpalnya kalem, sambil menangkup mulut. Heran mungkin melihat karyawan suaminya yang aneh-aneh.

“Sudah-sudah,” sela Ibu sebelum Pak Dodot membuka mulutnya lagi. “Ibu pegal ini megangin kue dari tadi. Mana udah ngeces liat lumeran cokelat juga Cherry-nya. Mending kita tiup sama-sama lilinnya.” Tatapan Ibu, benar-benar tajam pada kue yang dipegangnya. Dia, memang pencinta makanan manis, termasuk kue tart seperti itu.

“Bener, tuh!” Kho dan Tania beralih, berdiri di samping Ibu lagi.

“Ya, sudah buruan. Habis itu kalian kerja lagi.” Pak Dodot pun beranjak dan berdiri di samping Kho sambil memonyongkan bibirnya, hendak meniup lilin.

“Bapak mau ngapain?” tanya Tania, sinis. Matamu yang tadi terlihat takut, sekarang sok berani lagi. Padahal, kalau Pak Dodot mengaum macam singa kembali, nyali Tania pasti ciut.

“Tiup lilinlah!” Pak Dodot langsung menyeringai seram.

“Yang ulah tahun si Tika, Pak. Bukan Bapak!” Kho mendelik. “Lagian, Bapak tuh nggak baik dekat-dekat cewek! Nanti Bu Bos marah, loh.”

“Oh, iya. Lupa!” timpalnya yang kemudian kembali mundur. Lalu menyeringai pada istrinya yang seketika menggeleng. “Buruan tiup lilinya, Tik. Keburu banyak orang yang mau belanja ntar.”

“Iya-iya. Sabar!” Aku mengoceh usai memperhatikan semuanya dengan tawa tertahan. “Orang sabar jodohnya diembat orang.”

“Kamu tuh yang harusnya sabar. Saya mah sudah punya jodoh! Iya nggak, Bu?” tanyanya pada Bu Ana, Seraya menyikut jahil pada istrinya itu. Bu Ana makin tertawa, meski tak selebar Kho dan Tania.

“Ya, kali Pak Bos mau nambahin jodoh. Eh!” timpalku sambil berjalan maju, menghampiri Ibu sambil tersenyum. “Maaf Bu Ana. Aku bercanda, kok. Pis!”

Samar, kudengar Pak Bos mendesiskan sesuatu pada istrinya. Dahlah biarin. Terpenting sekarang, aku harus berdoa agar umurku panjang, rezekiku lapang, dan jodohku segera datang. Aamiin, Ya Allah. Kabulin, ya. Please.

Byuh! Lilin bertuliskan angka dua puluh lima itu pun padam.

“Selamat ulang tahun, Sayang. Panjang umur, sehat selalu, dan ... jangan lupa bahagia.” Ibu tersenyum, tapi dari matanya justru keluar sesuatu yang bening . Buru-buru Ibu menyapunya kembali sampai kering. Dia memang cengeng, sampai di hari bahagia pun kerap berlinang air mata. Tapi, tampaknya, kali ini Ibu tak mau menunjukkan kecengengannya.

“Aamiin, Ya Rabb. Makasih, Bu.” Bibirku seketika menyungging lebar seraya memeluknya. Namun, seperti Ibu, air mataku pun luluh dalam dekapnya. “Panjang umur juga buat Ibu, ya. Sehat selalu, bahagia selalu dan jangan lupa doakan aku selalu agar tak lama-lama bertemu pendamping hidup. Ehehe.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Lover is Cheating   Bab. 33. Mendadak Dilamar

    “Cantik?” Aku kembali melihatnya yang masih bertolak pinggang. Kang Cihu mengangguk mantap. “Ini lebih dari sekadar cantik, Kang.”Pelan kakiku melangkah maju seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman belakang. Di batas benteng rumahnya terdapat sebuah kolam dengan air pancuran di setiap penjurunya.Namun, bukan hanya itu yang membuatku begitu terkesima. Melainkan lilin bertuliskan nama lengkapku yang mengambang rapi di sana. Lalu, Kerlip lampu yang mengelilingi benteng berhiaskan dedaunan liar pun semakin memperindah suasananya.Sementara itu, tepat di hadapanku, sebuah meja dengan dua kursi saling menghadap sepertinya sengaja dia siapkan, untuk aku duduk berdua saja dengannya. Lagi-lagi, aku menelan ludah dengan susah payah. Sebelum akhirnya berbalik dan mendapati Kang Cihu tepat di depan mata.“Kang?!” Aku mendongak, menatap wajahnya dalam jarak begitu dekat dengan napas memburu. “I-itu?”

  • My Lover is Cheating   Bab. 32. Kejutan

    Gelap. Aku tak bisa melihat apa-apa begitu membuka mata, selain cahaya remang-remang dari balik jendela kamar. Merasa haus, aku pun hendak bangun untuk pergi ke dapur. Namun, baru saja bergerak, kepala rasanya berat. Bahkan sakit.Urung melanjutkan niat untuk mengambil air ke dapur, aku kembali tidur barang sebentar. Mengumpulkan nyawa yang baru saja kembali dari alam mimpi, biasanya mampu membuat kepalaku hilang. Eh, maksudku sakitnya yang hilang.Omong-omong soal mimpi, aku tersenyum-senyum sendiri begitu mengingat setiap detailnya. Mulai dari bertengkar dengan Ibu karena masalah baju, sampai Kang Cihu yang ternyata anak Pak Dodot dan Bu Ana.“Ada-ada saja! Jelas nggak mungkinlah.” Aku mendesis sambil menggeleng tak percaya. “Ini, pasti karena aku yang begitu penasaran tentang siapa Kang Cihu sebenarnya.”Merasa sedikit lebih baik, aku beringsut untuk menyalakan lampu duduk di samping ranjang. Sekalian mau mencari ponsel yang bia

  • My Lover is Cheating   Bab. 31. Akhirnya Terungkap

    Entah apa yang dipikirkan Ibu sepanjang membuat kue. Namun, sedari membuat adonan wajahnya itu semeringah. Tampak beda dari biasa, apalagi pas nyanyi-nyanyi sambil goyang segala.Mending kalau suaranya enak didengar. Ini macam kaleng Kong Guan yang ditabuh anak-anak pake kayu. Selain rombeng, lirik lagu salah, nada pun entah ke mana. Kacau sudah suasana dapur sore tadi.Sekarang, setelah selesai salat Magrib, Ibu pun menyuruhku untuk buru-buru bersiap. Malah, dia sendiri yang mencari baju untukku. Ngambil yang merah, nggak cocok, lempar. Ngambil yang biru, nggak cocok, lempar lagi. Gitu terus sampai isi lemari keluar semua.“Gada baju agak bagusan dikit gitu? Buluk semua bajumu, Neng!” Ibu memelak pinggang di hadapanku sambil menggeleng-geleng. Sementara kamar, tak ayal kandang macan.Berantakan!“Aku begini aja udah! Kalo emang nggak ada yang cocok.”“Dih! Kek berani aja ke sana cuma pake kancut sama kutang doa

  • My Lover is Cheating   Bab. 30. Virus Cinta

    Lelaki berpenampilan necis di hadapanku ini mengangguk dengan sudut bibir terangkat, seolah-olah menantang keberanianku. Lalu mengetuk-ngetukkan telunjuknya di meja, mencipta bunyi ‘tak-tok tak-tok’, menunggu jawabanku.“Aku mau, sih kalau soal ucapin janji. Tapi, untuk berkunjung ke rumahmu sekarang juga, rasa-rasanya kok aku takut, ya?”“Takut diapa-apain?” Dia tergelak puas. Astaga! Ingin kucomot saja mulut pedasnya itu, seandainya memang bisa dimakan. “Ya, sudah,” lanjutnya dengan begitu enteng.“Terus, ngasih tau alamatnya kapan? Biar aku main ke sana sama temen-temenku aja nanti.” Aku berusaha setenang mungkin, untuk bisa mendapatkan alamatnya.“Nanti malam kuchat,” jawabnya dengan santai, tanpa tahu kalau di sini aku tak lagi dapat menahan sabar.“Emang punya nomorku?”“Gampang! Sekarang, kita pesen makan dululah sebelum pulang. Lapar tau!”

  • My Lover is Cheating   Bab. 29. Bogem Mentah

    Suara bising dari alunan musik dangdut koplo, gendang bertalu, juga seruling melengking mendadak hening begitu aku membuka mata. Berganti gemuruh dalam dada, juga degup yang seketika mengunci kata. Aku bergeming melihat apa yang ada di depan mata.Sebuah lapang yang sepertinya biasa dipakai untuk bermain bola, disulap bak sebuah istana raja. Tak tampak persawahan yang mengelilinginya, selain tirai putih berselang merah muda menjuntai setinggi lebih dari orang dewasa, dengan bunga hiasan di setiap sudutnya.Di ujung sebelah kiri lapang terdapat sebuah panggung untuk orkes dangdut sewaan. Sementara di ujung tengah-tengah lapang terdapat meja yang menghidangkan banyak sekali makanan untuk tamu undangan. Dan begitu aku melihat ke sebelah kanan, di sanalah pengantin pria dan wanita sedang menyambut tamu-tamunya.Mataku berkedip pelan, takjub sekaligus kecewa begitu melihat sebuah pesta pernikahan, di mana pengantin prianya adalah Bian. Bahkan runtuh rasanya setiap pe

  • My Lover is Cheating   Bab. 28. Hati Bicara Lain

    Tak hanya tawa, Kang Cihu bahkan tergelak begitu mendengar jawabanku barusan. Lantas dia menghela napas panjang sebelum menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil menyapu rambut. Kepalanya itu menggeleng-geleng.“Mau anak berapa? Selosin? Yuk, bikin!” ajaknya kemudian.“Tuh, 'kan? Nggak mau, ah. Aku takut diapa-apain beneran sumpah!”Tawanya kembali pecah. Bahkan, dia sampai terpingkal dan memegangi perutnya. Sementara aku hanya melongo, tak tertarik untuk tertawa sama sekali karena memang takutku benar. Apalagi setelah beberapa kali nonton berita, anak gadis hilang digondol pacar.Ih! Amit-amit dua puluh turunan! Aku bergidik ngeri, masih sambil memperhatikannya uang belum berhenti tertawa.“Kamu kok bisa mikir yang aneh-aneh terus, sih sama aku?” tanyanya, disela-sela gelak tawa.Aku menyengir kikuk saat membalas seringainya yang lucu. “Emang Kang Cihu nggak mau nyulik aku gitu?”&

  • My Lover is Cheating   Bab. 27. Yang Enak-Enak

    Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali. Semua-semua-semua dapat di lakukan, dapat dilakukan kalau aku nggak plin-plan. Aku ingin terbang bebas, ke angkasa. Hei ... jodoh! Sini, dong.“Neng, nggak kenapa-kenapa, 'kan?” tanyanya, sontak membuatku berhenti menyanyikan lagu Doraemon dalam lamunan.Entah sejak kapan tepatnya, tapi memang, akhir-akhir ini aku merasa jadi wanita paling plin-plan sejagat per haluan. Apalagi kalau sudah melihat bujang cakepan dikit, ujung-ujungnya ya pasti kepincut.Kayak sekarang ini, nih.Padahal, baru setengah jam lalu aku mengagumi sosok yang diceritakan Bu Ana. Bahwa, anaknya yang sudah bekerja itu tak hanya pintar dan berbakti pada orang yang lebih tua, tetapi tampan dan juga mapan. Lalu sekarang, begitu aku melihat Kang Cihu yang seharian ini menghilang, rasanya jauh lebih deg-degan.Apalagi mengingat jarak yang hanya tersekat pakaian masing-masing. Tatap dan juga embus napa

  • My Lover is Cheating   Bab. 26. Tepat Sasaran

    Masuk ke halaman rumah Pak Dodot, perasaanku masih biasa aja. Tidak ada yang aneh, karena sama-sama di kelilingi bunga dan rerumputan. Namun, begitu langkah kakiku masuk ke rumahnya, ini adalah kali pertama aku melihat ruang dengan perabotan luar biasa mewah.Bahkan, Bibi Cahaya yang paling kaya di antara keluargaku pun tak sampai memperindah rumahnya dengan hal semacam ini.Kursi yang tertata dengan apik di sudut ruangnya tampak mengkilap, bahkan seperti tak pernah tersentuh debu. Belum lagi lemari kaca yang dipenuhi banyak sekali barang-barang serupa gelas dan teko khusus untuk ditonton, bukan dipakai buat menyuguhi tamu seperti Ibu.Gorden yang dipakai untuk menutup semua jendelanya pun bukan dari kain tipis berwarna biru atau merah polos. Melainkan kain tebal berwarna kuning keemasan setinggi dua orang dewasa, dengan motif bunga-bunga berwarna senada yang lebih tua.Belum lagi lampu hias yang menggantung tepat di atas kepalaku. Seandainya jatuh menimp

  • My Lover is Cheating   Bab. 25. Andai Aku Bersuami Dua

    Sebenarnya memang nggak masuk akal kalau Kang Cihu pergi gara-gara sudah melecehkanku semalam. Selain karena ada di zona merah, aku nggak ngerasain sentuhan apa-apa. Nggak mungkin, dong, sekadar dicium atau ditoel-toel aja aku nggak sadar? Ya ... walaupun aku bingung juga, sih, kenapa bisa pindah ke kamar. Hehe.Melupakan Pak Dodot yang tadi bermain debus—makan pisang sama kulitnya—aku dan dua somplakers langsung keluar untuk melanjutkan obrolan perihal semalam di kedai cilok. Lalu mengingatkan Tania tentang aku yang lagi dapat jatah bulanan, begitu sampai di sana.“Iya, ya. Gue lupa kalau lu lagi dapat jatah bulanan.” Tania mengangguk-angguk seraya menyimpan tas selendangnya di meja. “Tapi tetep, ah. Itu nggak menutup kemungkinan kalau dia nggak ngelakuin yang enak-enak sama lu!”Temanku itu masih saja keras kepala dengan pemikirannya. Yakin, kalau Kang Cihu sudah melakukan sesuatu yang tak senonoh terhadapku. Untungnya, si K

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status