Bangkai kelinci hasil buruan John dan Anarhan di hutan tadi sekarang telah berpindah ke tangan Maila. "Terima kasih, ya, Anarhan," papar Maila tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada putrinya yang langsung memberikan kelinci buruan itu kepadanya saat diminta tanpa mengulur waktu. Sebagai seorang ibu asuh bagi Anarhan, maka Maila sama sekali tidak merasa malu memberikan apresiasi dan menghargai apa saja hal kecil yang Anarhan lakukan selama perbuatannya itu mengandung unsur kebaikan. Maila dan John sepakat untuk mengajari Anarhan mengenai adab, sopan santun, dan tata krama melalui contoh nyata yang bisa mereka lakukan. Itu karena Maila maupun John sangat menyadari bahwa anak kecil adalah peniru paling hebat. Anak kecil akan dengan sangat mudah meniru apa pun yang kedua orang tuanya lakukan, baik itu perbuatan baik atau pun perbuatan buruk. Hal itu disebabkan pada usia anak kecil otak hanya memiliki kemampuan sebatas bisa meniru apa yang matanya lihat
Setelah John pergi ke hutan, tersisa Maila bersama dengan Anarhan di rumah. Padahal Maila sudah berulang kali menyuruh putrinya untuk tidur, tetapi memang pada dasarnya Anarhan cukup bandel jadi dia tidak mau menurut kepada ibunya dan malah bermain sendiri di depan rumah. Maila sampai lelah memberi tahu Anarhan dan berakhir ia menyerah membiarkan Anarhan melakukan apa pun yang gadis kecil itu inginkan. Selama hal tersebut tidak berbahaya maka Maila memilih untuk diam saja tanpa berkomentar. Nasib memiliki anak yang kelewat aktif seperti Anarhan, Maila menjadi sangat kewalahan jika harus menghadapinya sendirian. Jika ada sang ayah di rumah, maka suaminya itu yang akan memantau putri kecil mereka jika Maila masih sibuk memasak. "Belum selesai, ya, Bu?" Tiba-tiba saja suara Anarhan yang menggemaskan muncul di samping Maila membuat wanita itu seketika terlonjak karena rasa terkejut yang menderanya. "Ya ampun, Sayang. Kau berjalan
Maila menelan saliva dengan susah payah sebelum bercerita yang sebenarnya kepada sang suami. Sorot matanya menatap John dengan raut kebimbangan. "Tadi saat aku ingin memasak daging kelinci, aku menitipkannya terlebih dahulu kepada Anarhan karena belum dibersihkan, sedangkan aku pergi ke kamar mandi sebentar. Akan tetapi, sepulangnya dari kamar mandi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Anarhan memakan daging kelinci yang mentah itu dengan sangat lahap, John. Padahal saat aku periksa daging itu masih belum bersih sepenuhnya. Masih ada darah yang tersisa. Rasanya jika waktu kembali terulang aku tidak ingin melihat hal menjijikkan seperti itu." Maila menjelaskan perasaan yang ia rasakan kepada sang suami dengan sabar dan perlahan. "John, apa mungkin Anarhan anak asuh kita itu bukan manusia biasa?" John tersenyum tipis berusaha bersikap tenang agar membuat istrinya ikut tenang juga. John tidak ingin membuat istrinya semakin p
"Hutannya kurang jauh, Bibi! Tidak seru ah," gerutu Anarhan kecil dengan raut sebal. Padahal ia sangat ingin bermain lebih jauh lagi seperti saat biasanya ia pergi ke hutan bersama dengan ayahnya. Akan tetapi, ternyata bibi Sarah hanya mengajaknya masuk ke hutan yang letaknya tidak jauh dari perkampungan tempat mereka tinggal. "Diamlah kau! Kita ke hutan untuk memburu hewan yang bisa dimakan, bukan untuk bermain," sungut Sarah memerahi Anarhan balik. Diam-diam Anarhan mencibir di belakang Sarah. Bahkan bibirnya tanpa sadar monyong beberapa kali karena mengejek wanita tua itu. "Memangnya di sini ada hewan??" seloroh Anarhan dengan wajah memberengut tidak suka. "Mana aku tahu!" hardik Sarah dengan emosi yang sudah meletup ke permukaan. "Nah, 'kan? Sudah aku katakan kita ini kurang masuk ke dalam hutan. Bibi Sarah, dengar, ya! Aku itu sudah sering pergi berburu bersama ayahku. Setiap kali berburu pasti kami selalu ke tengah h
Anarhan sungguh diliputi perasaan cemas dan rasa terkejut ketika dikepung oleh masyarakat desa dan ketahuan meminum darah kelinci. Tangan mungilnya yang masih memegang seekor kelinci mati langsung ia hempaskan begitu saja. Anarhan berdiri bersama dengan kepanikan yang mendera relung hatinya. Dilihatnya warga desa yang memandangnya dengan sorot jijik, sinis, dan tidak sedikit juga yang menuntut penjelasan. "Anak ini adalah seorang monster! Aku yakin itu!" pekik Sarah mengompori para warga yang datang agar percaya kepadanya dan satu suara dengannya mengusir rubah kecil itu dari desa mereka. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia meminum darah kelinci dan memakannya mentah-mentah!" tambah Sarah dengan intonasi suara yang menggebu-gebu agar semua orang percaya kepadanya. "Kalian semua pasti percaya kepadaku, bukan? Jika tidak percaya pun masih ada bukti nyata yang tertinggal di depan mata kalian. Kalian semua bisa me
Maila dan John menyiapkan segala kebutuhan yang sekiranya berguna untuk Anarhan hidup di luar sana. Mulai dari pakaian dan beberapa helai kain untuk menghangatkan diri serta makanan. Bahkan seluruh makanan yang mereka simpan di lemari semuanya diberikan kepada Anarhan tidak menyisakan sedikit pun untuk mereka. John sebagai ayah sungguh tidak mengapa. Makanan untuknya dan sang istri masih bisa dicari besok, tetapi Anarhan belum tentu bisa mendapatkan makanan untuk bertahan hidup di luaran sana. Anarhan memeluk tubuh ayah dan ibunya dengan sangat erat. Sekuat apa pun Anarhan menahan air matanya untuk tidak tumpah, tapi tetap saja ia yang masih kecil begitu lemah perasaannya. Ditambah lagi ketika mendengar suara isak tangis sang ibu, Anarhan kecil sungguh lemah dibuatnya. "Maafkan Ayah dan Ibu hanya bisa mengasuhmu selama tujuh tahun. Tidak terbayang kau yang masih sekecil ini harus bertahan hidup dengan keras di luar sana. Tolong maafkan kami,
Sejak saat Anarhan diusir oleh warga desa, ia dengan berani menyusuri hutan belantara seorang diri. Di tengah perjalanannya yang tidak tentu arah Anarhan kecil menemukan sebuah gubuk tua di tengah hutan. Anarhan memilih tinggal di gubuk tua itu untuk melanjutkan hidup. Tanpa terasa sudah sebelas tahun berlalu dari insiden pilu yang menimpa dirinya beserta kedua orang tua asuhnya itu. Sekarang Anarhan telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik jelita yang menawan hati di usianya yang juga masih terbilang muda yakni 18 tahun. Pun semakin bertambahnya hari Anarhan semakin mengenal jati dirinya yang sebenarnya. Banyak hal ganjal yang terjadi pada dirinya hingga sekarang Anarhan telah mengetahui bahwa dirinya adalah seekor makhluk mitologi dengan jenis manusia serigala. Keseharian yang Anarhan lakukan demi bisa bertahan hidup adalah berburu berbagai macam hewan yang ada di hutan. Anarhan tidak pernah memakan manusia karena menyadari bahwa dirinya adalah seten
"Selena ...." Anarhan menyebut ulang nama seorang wanita yang mengaku sebagai ibunya. Anarhan mendengar dengan sangat jelas bahwa nama itu digunakan oleh raja serigala untuk memanggil sang ratu. Semua yang baru saja menimpa Anarhan memang hanya mimpi, tetapi Anarhan seolah dapat merasakan pertemuan itu terasa begitu nyata. "Benarkah Selena merupakan seorang ratu serigala?" monolog Anarhan kepada dirinya sendiri. Setelah mimpi yang Anarhan alami, ia menjadi lebih sering melamun karena memikirkan arti dari mimpinya itu. Tidak hanya mimpi itu saja yang punya hal ganjal, tetapi sesuatu yang terjadi pada Anarhan ketika terbangun dari mimpi itu juga memiliki keganjilan yang sulit untuk Anarhan mengerti. Ia bermimpi bertemu dengan ibunya yang merupakan seorang ratu di kalangan bangsa serigala. Lantas ibunya datang menemui Anarhan ditemani oleh seorang raja bangsa serigala hanya untuk memberikan Anarhan sebuah mahkota. Hal anehnya adalah saat terbangun, buka