Brandon tidak bisa menguasai dirinya saat kata-kata manis itu terucap dari bibir Janice yang begitu menggoda. Sedetik setelah Janice berhenti bicara, dia langsung membenamkan bibirnya di bibir sang kekasih dengan cara yang romantis. Tidak ada ciuman kasar. Melainkan sesapan lembut yang langsung mendirikan bulu roma Janice di sekujur lengannya. Mereka juga berbagi rasa lewat sentuhan yang diberikan secara sadar di bagian punggung dan pinggang masing-masing.
Hampir melupakan dimana mereka sekarang, Janice pun segera mendorong dada Brandon, meski tidak ikhlas melepas tautan bibir mereka. Brandon menatapnya dengan tatapan berbinar seperti biasa. Tidak seperti satu minggu belakangan ini. Sejak Janice membawa-bawa Dion dalam hubungan mereka.
“Thank you.” Brandon berucap dekat di wajahnya. Tangan kanan laki-laki itu masih memegang sisi kepala Janice dan jempolnya bergerak mengusap sisa air di bibir Janice.
“Aku yang seharunya mengatakan itu, B. Terima kasih sudah se
Duhh, Ed kenapa yaaaaaa. Hiksss.
Dominic sudah tidak tau bagaimana harus menahan debar jantung yang seolah membuatnya ingin terbang sekarang juga. Edric tergelincir dari tangan Chalondra saat selesai dimandikan. Itu yang barusan dia dengar dari sang istri yang menangis sesenggukan. Perjalanan masih ada sekitar dua jam lagi dan Dominic hanya bisa memantau puteranya lewat video call saat sedang diperiksa di rumah sakit. Penderitaan Dom pun berakhir saat mobil berhenti di depan kediamannya. Tangan dan kedua kakinya seperti sudah terkoordinasi untuk bergerak dengan cepat. Membuka pintu dan langsung melompat turun menginjak paving blok. Dia buru-buru mendorong pintu rumah yang tidak dikunci. Di ruang keluarga sudah ada Cha, Amber dan Miranda yang duduk sambil mengelilingi box bayi Ed. “Bagaimana keadaannya?” tanyanya dengan tidak sabaran. Mendekati Edric yang sedang tertidur pulas. “Sudah tidak apa-apa, Dom. Tadi pas ke dokter sudah dicek, yang terkena benturan tidak kenapa-kenapa, kok.” Mi
Keseriusan hubungan Brandon dan Janice mulai tercium oleh Chris dan juga Amber. Pasalnya, mereka berdua tidak lagi malu-malu menunjukkan perhatian satu sama lain saat berada di dalam rumah. Seperti saat Brandon sedang berenang di kolam renang, Janice akan ada di tepi kolam menemaninya. Atau jika Janice sedang berada di dapur, Brandon sering terlihat menggodanya dan gadis itu sama sekali tidak merasa terganggu.Chris dan Amber tidak ingin mengusik mereka. Sejauh mereka masih bisa menjaga diri sebelum akhirnya menikah, Chris dan Amber akan menutup mata dengan romansa yang tanpa sadar sering mereka tunjukkan.Namun saat di kantor, situasinya tetap sama. Mereka tidak ingin ada yang tau dulu, sampai keduanya benar-benar menikah. Bahkan masih banyak yang berasumsi jika Brandon berpacaran dengan Chelsea dan Janice tidak keberatan mendengar isu tersebut. Beruntung sebelumnya mereka memang sudah sering ke lapangan bersama, jadi mereka tidak terlalu kesulitan mendapat quality ti
Suasana hari minggu pagi di kediaman Ellordi. Amber terlihat sudah sibuk di dapur sejak pagi. Pasalnya puteri, menantu dan cucunya akan datang ke rumah. Ini adalah kali pertama Edric akan mendatangi rumah oma dan opa-nya. Jadi Amber berinisiatif untuk memasak sendiri sajian untuk makan siang nanti. Janice membantunya bersama dua orang bibi yang memang kerjanya berada di kitchen. "Yang ini tolong dipotong dadu ya, Jan." Amber menunjuk kentang yang masih terbungkus rapih di dalam plastik kemasan supermarket. "Baik, Tan. Mau sebanyak apa?" "Hm, taruh sekitar sepuluh saja. Cha suka kentang kalau sudah di sop." Janice langsung melaksanakan arahan Amber. Dikeluarkannya sepuluh butir kentang dan ditaruhnya ke dalam sebuah wadah. Sisanya ia kembalikan ke dalam rak penyimpanan. "Brandon sudah tau adiknya bakalan datang, Jan?" "Udah, Tan. Tadi malam dia sudah singgung tentang hari ini juga." Amber meletakkan melirik sebentar ke arah Jani
Keributan di ruang keluarga pagi ini didominasi oleh Edric yang bergantian diganggu oleh om dan tante Janice-nya. Bayi kecil yang sudah bisa tertawa itu berulang kali dibuat tergelak kencang oleh Brandon yang tidak berhenti menciumi perutnya. "Abangg! Jangan digelitikin terus-terusan ih!" Chalondra sampai khawatir Edric akan kelelahan karena tertawa. "Dia senang padahal. Tuh lihat." Brandon menunjukkan Edric yang sedang menatapnya dengan mata yang berbinar. Seperti minta diajak bermain lagi dan lagi. "Iya, namanya juga bayi, Abangggg, suka diajak main. Kita orang dewasa yang harus tau kapan harus berhenti." Chalondra masih mengomel meski tidak bergerak mengambil Edric dari abangnya. Dia malah asik dengan stik keju yang ada di dalam jar yang kini tergeletak manja di atas pahanya. Janice yang sedang duduk di sofa seberang pun tertawa melihat kekesalan Chalondra. Sedangkan Dom dan Chris, as usual, mereka langsung adu jotos lewat permainan catur di ruanga
Chalondra kabur dari dapur karena Brandon tiba-tiba datang dan sepertinya mendengar semua isi pembicaraannya dengan Janice. Apa katanya tadi? 'Saat kami bercumbu'? Wedewwww, Cha sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana Janice menghadapi kekakuan abangnya. "Daddyy." Chalondra duduk di sebelah Dom yang sedang memegang ponselnya. Cha dengan cepat membisikkan sesuatu di telinga sang suami. "Kamu tau dari mana, Cha?" "Tadi dia yang ngomong sendiri." Cha berbisik pelan lagi. "Ya wajarlah. Menurut kamu, waktu mereka ke Bandung dulu, sampai pulang subuh, kalau tidak bercumbu, memangnya mau ngapain lagi?" jawab Dominic santai, ikut-ikut dengan low tone-nya. "Ah iya sih. Tapi aku nggak bisa membayangkan abang yang dingin itu kissing dengan kak Janice. Pasti kaku." "Sudah, jangan urusi percumbuan orang lain. Urusin yang kita saja." Dominic mendekatkan wajahnya secara tiba-tiba. Refleks Cha memundurkan kepalanya. "Heh? Kita sudah over
Janice tidak bisa tenang setelah Brandon membuat rencana akan singgah ke hotel di tengah jadwal kunjungan mereka. Jantungnya tidak berhenti berdetak sejak tadi. Padahal pekerjaannya cukup banyak sebelum dia dan B keluar kantor. Janice menekan-nekan tuts keyboard dengan pikiran yang melayang ke masa depan. Apakah B sudah membooking kamar? Apakah dia memakai identitas asli mereka? Apakah nanti dia akan menyerahkan keperawanannya? Oh come on, sekalipun mereka keturunan luar, Janice terus terang belum siap melepas harta berharganya itu untuk Brandon. Apakah parfum yang dia pakai sekarang baunya enak? Atau terlalu norak? Apakah kemeja yang dia pakai akan menyulitkan Brandon dalam melancarkan aksi mereka? Ah, apakah nanti dia akan membagi isi pahanya juga kepada Brandon? Oh Tuhan! Janice sama sekali tidak bisa fokus! Kringgg ....! Lamunannya buyar. Pesawat telepon di dekat komputernya berbunyi dengan nyaring. Janice refleks memanjangkan tangan untuk mengang
Janice seketika merasakan debaran aneh di dalam dirinya. Brandon benar-benar sudah ada di hotel? Seriusan? Nekat juga dia. Lalu, sekarang dia harus bilang apa kepada Toni? Laki-laki itu ‘kan managernya. Atasannya. Masak dia pergi tanpa ada alasan yang jelas? Think, Janice!Drtt … drttt …Jantung wanita itu terasa akan copot saat Brandon meneleponnya. Akh! Biasanya juga dia berani mengangkat telepon Brandon di depan Toni. Kenapa sekarang mendadak tidak berani? Apakah ini dipengaruhi fakta kalau hari ini mereka ada janjian ingin anu di hotel?“Halo, Pak?” Janice memutuskan mengangkatnya saja. Semoga saja Brandon tidak aneh-aneh. Dari sudut matanya, terlihat Toni menoleh sekilas kepadanya.“Oh, sudah dalam perjalanan pulang, Pak. Oh begitu? Urgent banget ya, Pak? Baiklah kalau begitu, saya akan beri tahu pak Toni. Di mana, Pak? Halte depan? Baik, Pak. Terima kasih, Pak.”Klik.Urgent ndasmu, B! Janice
“Aku ingin kita saling menyentuh, Janice ….” Sekujur tubuh Janice kaku mendengar permintaan gamblang dari Brandon. Sepertinya pria itu sudah tidak bisa menahan diri lagi. Selama ini mereka bisa tidur di kasur yang sama tanpa melewati batas. Hanya berpelukan dan ciuman panas. Selebihnya, Brandon masih bisa mengontrol tangan dan seluruh dirinya. Kemarin sore, saat di laundry room itu adalah untuk pertama kalinya B kehilangan control. Entah kenapa. Mungkin efek obrolan rencana pernikahan, gairah keduanya menjadi tiba-tiba meningkat. Baik Brandon, maupun Janice, sama-sama menyukai cara mereka mulai saling terbuka kemarin sore. Lantas, apakah siang ini mereka juga akan buka-bukaan seperti kemarin? Saling jujur tentang keinginan dan kerinduan satu sama lain yang sebenarnya ingin melangkah lebih jauh? Membuktikan adanya korelasi usia matang dengan tingkatan gairah yang berbanding lurus. Mereka … sama-sama saling menginginkan. “Hanya menyentuh. Tidak lebih.”