Janice tidak bisa tenang setelah Brandon membuat rencana akan singgah ke hotel di tengah jadwal kunjungan mereka. Jantungnya tidak berhenti berdetak sejak tadi. Padahal pekerjaannya cukup banyak sebelum dia dan B keluar kantor.
Janice menekan-nekan tuts keyboard dengan pikiran yang melayang ke masa depan. Apakah B sudah membooking kamar? Apakah dia memakai identitas asli mereka? Apakah nanti dia akan menyerahkan keperawanannya? Oh come on, sekalipun mereka keturunan luar, Janice terus terang belum siap melepas harta berharganya itu untuk Brandon.
Apakah parfum yang dia pakai sekarang baunya enak? Atau terlalu norak? Apakah kemeja yang dia pakai akan menyulitkan Brandon dalam melancarkan aksi mereka? Ah, apakah nanti dia akan membagi isi pahanya juga kepada Brandon? Oh Tuhan! Janice sama sekali tidak bisa fokus!
Kringgg ....!
Lamunannya buyar. Pesawat telepon di dekat komputernya berbunyi dengan nyaring. Janice refleks memanjangkan tangan untuk mengang
Jangan lama-lama ya gaisss. wkwkwkwk.
Janice seketika merasakan debaran aneh di dalam dirinya. Brandon benar-benar sudah ada di hotel? Seriusan? Nekat juga dia. Lalu, sekarang dia harus bilang apa kepada Toni? Laki-laki itu ‘kan managernya. Atasannya. Masak dia pergi tanpa ada alasan yang jelas? Think, Janice!Drtt … drttt …Jantung wanita itu terasa akan copot saat Brandon meneleponnya. Akh! Biasanya juga dia berani mengangkat telepon Brandon di depan Toni. Kenapa sekarang mendadak tidak berani? Apakah ini dipengaruhi fakta kalau hari ini mereka ada janjian ingin anu di hotel?“Halo, Pak?” Janice memutuskan mengangkatnya saja. Semoga saja Brandon tidak aneh-aneh. Dari sudut matanya, terlihat Toni menoleh sekilas kepadanya.“Oh, sudah dalam perjalanan pulang, Pak. Oh begitu? Urgent banget ya, Pak? Baiklah kalau begitu, saya akan beri tahu pak Toni. Di mana, Pak? Halte depan? Baik, Pak. Terima kasih, Pak.”Klik.Urgent ndasmu, B! Janice
“Aku ingin kita saling menyentuh, Janice ….” Sekujur tubuh Janice kaku mendengar permintaan gamblang dari Brandon. Sepertinya pria itu sudah tidak bisa menahan diri lagi. Selama ini mereka bisa tidur di kasur yang sama tanpa melewati batas. Hanya berpelukan dan ciuman panas. Selebihnya, Brandon masih bisa mengontrol tangan dan seluruh dirinya. Kemarin sore, saat di laundry room itu adalah untuk pertama kalinya B kehilangan control. Entah kenapa. Mungkin efek obrolan rencana pernikahan, gairah keduanya menjadi tiba-tiba meningkat. Baik Brandon, maupun Janice, sama-sama menyukai cara mereka mulai saling terbuka kemarin sore. Lantas, apakah siang ini mereka juga akan buka-bukaan seperti kemarin? Saling jujur tentang keinginan dan kerinduan satu sama lain yang sebenarnya ingin melangkah lebih jauh? Membuktikan adanya korelasi usia matang dengan tingkatan gairah yang berbanding lurus. Mereka … sama-sama saling menginginkan. “Hanya menyentuh. Tidak lebih.”
Rencana ingin menyentuh ini dan itu pun berlanjut, namun masih dalam tahap aman. Masih terkontrol dan tidak ada pengeluaran sedikitpun. Mereka berhasil dikuasai kewarasan hingga akhir. Bahkan saat keduanya sudah sama-sama polos dan saling memuji area keintiman masing-masing. Tidak ada cairan berlebih yang keluar. Hanya Janice yang tidak bisa menghindari kebasahannya. Namanya juga perempuan. Jika pria akan berubah ukuran juniornya saat gairahnya bangkit, ya wanita harus rela tidak nyaman dengan bagian tengah paha yang basah. Begitulah yang dialami Janice. Apalagi sentuhan-sentuhan Brandon membuat sekujur tubuhnya begitu lemas. Pukul empat sore, mereka pun bersiap untuk kembali ke kantor. Saling mencari pakaian dan dalaman yang sudah berserakan di atas lantai marmer. Janice hendak ke kamar mandi untuk membilas diri duluan. “Aku ikut.” “Hehh? Aku dulu saja, B!” “Kau tidak tertarik untuk membilaskan ini untukku?” Brandon menunjuk bawahnya lagi dengan nada
"Si pak Sandi?" Dominic menimpali pembicaraan Brandon dan Chris yang sedang mengobrol saat mereka semua sedang makan siang di salah satu restoran yang ada si kawasan Malioboro. "Sandi toko buku xx?" "Iya, tau yang mana orangnya, bro?" tanya Brandon. "Tau lah. Beliau mantan klien Inti Global. Kenapa dia? Berulah?" "Mantan? Hmh. By the way dia memaksa anak buah ku untuk menaikkan plafon pengambilannya. Aku yakin dia ingin buang ke daerah lain." "Memangnya kenapa dia tiba-tiba meminta tambahan barang?" tanya Chris masih tidak mengerti. Sandi itu memang kenalannya. Namun yang dia tau, Sandi tidak akan sanggup jika upgrade plafon. Dana yang dia miliki tidak mumpuni untuk membeli barang banyak-banyak. "Kami juga tidak tau, Pa. Sudah dua minggu ini Toni dan Janice repot gara-gara dia." "Setau papa keuangannya hanya sanggup di pengambilan skala kecil. Kalau tiba-tiba minta penambahan, harus diusut dia akan buang ke mana barangnya. Jangan sampa
Kepala Brandon dan Janice mendadak seperti tertimpa batu yang begitu berat. Foto mereka? Di hotel? WHATT!!!!! Janice seketika mematung, sedangkan Brandon langsung meraih ponselnya sendiri. Begitu pun dengan Chris, Amber dan Dominic. Jantung mereka semua sudah memukul kencang dan tidak sabaran melihat foto apa yang Chalondra maksud. Tapi … Hah! Ya Tuhan! Sekujur tubuh Brandon langsung merasakan kelegaan yang luar biasa. ITU FOTO DIA DAN CHELSEA!!! “Ini aku dan Chelsea. Saat di reuni kemarin. Siapa yang sudah mengambil foto ini?! Iseng sekali!” Namun amarah tetap meledak di dalam dada Brandon karena foto dia dan Chelsea saat di lorong waktu itu seperti sengaja diambil dari angle yang membuat mereka seperti sedang berciuman. Belum lagi headline beritanya sangat menjurus, seolah-olah ingin membuktikan jika mereka berdua memang sedang memiliki hubungan yang serius. 'Diam-diam, influencer ternama berinisial CF, menjalin hubungan dengan pewaris Cakra
Kaki Brandon bergerak tidak beraturan saat keluar dari ruangan Ruhiyat dan masuk ke dalam lift. Pikirannya kacau. Kalut. Tidak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya. Tidak ada orang lain yang datang lagi ke lorong itu selain Janice. Brandon dan Ruhiyat sudah memastikannya sampai ke bagian dia dan Chelsea meninggalkan tempat itu. Benar-benar tidak ada orang lain. Dan di video tersebut, Janice memang benar terlihat mengambil ponsel dan mengarahkannya ke dalam lorong. Brandon tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya sekarang. Otaknya buntu. Bingung harus mulai berpikir dari mana. Kenapa Janice mengambil fotonya dan Chelsea? Untuk apa? Lantas apa dia adalah orang dibalik berita yang viral itu? Kalau iya, kenapa? Apa alasan dia membuat berita tersebut? Tapi kenapa juga rasanya seperti tidak mungkin? Tapi jelas-jelas foto itu adalah miliknya. Apakah dia bekerja sama dengan orang lain? Oh Tuhan! Kaki Brandon begitu lemah hingga merosot saat sudah berada di dal
Masih pagi sekali, Brandon masuk kek kamar ayahnya dan menceritakan semua Analisa dia dan Janice tadi malam. Seperti pesan Amber ibunya, dia harus berdiskusi dengan Chris. Oleh karena itu, dia pun menceritakan semuanya dari awal, mulai dari hasil cctv yang dia dapat dari direktur hotel. Oke, dia harus menjilat kata-katanya di depan Amber, karena tadi malam dia sudah terlanjur bilang tidak mendapat apa-apa dari hasil pemantauan cctv. Dia meminta maaf karena ingin membahas ini dengan Janice dulu sebelum menceritakannya kepada siapa pun, agar image Janice tidak jelek di mata kedua orang tuanya. “It’s oke, Bang. Sikap kamu sudah benar. Nanti kalau kalian sudah menjadi suami dan istri, pastikan kalau ada masalah hanya kalian berdua yang tau. Jangan sampai cerita ke orang lain sekalipun ke kita, orang tua kalian,” nasehat Amber. Dia sama sekali tidak marah karena alsan Brandon benar-benar mencerminkan kebijaksanaan pria tersebut. “Jadi Toni dan Dika ini bekerja sama mengam
Ruangan divisi pemasaran mendadak hening dan sunyi, walaupun Brandon sudah kembali masuk ke dalam ruangannya bersama Dika dan Toni. Ah, tadi Dika sempat menolak tuduhan yang diarahkan kepadanya. Masih mencoba peruntungan dengan berpura-pura tidak paham dengan apa yang dibicarakan Brandon dan Janice. Namun Toni seperti tidak ingin masuk ke dalam masalah sendirian. Dia menyeret Dika ikut masuk ke dalam ruangan Brandon. Janice sendiri sudah kembali menyentuh pekerjaannya. Demi apapun, dia sudah tidak nyaman duduk di kursinya. Rasanya ingin cabut saja. Tapi Brandon tidak mengijinkan. Lewat chat singkat, pria itu mengatakan ingin makan siang bersama. Mau tidak mau Janice harus menunggu meski rasanya semua orang sedang memperhatikannya. Sedang menatap punggungnya, sedang membicarakannya. Siapa juga yang tidak terkejut mengetahui wanita itu diam-diam adalah kerabat dekat keluarga Ellordi. Bahkan Janice tinggal satu atap dengan Brandon, si atasan yang menjadi idaman semua ka