“Aku ingin kita saling menyentuh, Janice ….”
Sekujur tubuh Janice kaku mendengar permintaan gamblang dari Brandon. Sepertinya pria itu sudah tidak bisa menahan diri lagi. Selama ini mereka bisa tidur di kasur yang sama tanpa melewati batas. Hanya berpelukan dan ciuman panas. Selebihnya, Brandon masih bisa mengontrol tangan dan seluruh dirinya. Kemarin sore, saat di laundry room itu adalah untuk pertama kalinya B kehilangan control. Entah kenapa. Mungkin efek obrolan rencana pernikahan, gairah keduanya menjadi tiba-tiba meningkat. Baik Brandon, maupun Janice, sama-sama menyukai cara mereka mulai saling terbuka kemarin sore.
Lantas, apakah siang ini mereka juga akan buka-bukaan seperti kemarin? Saling jujur tentang keinginan dan kerinduan satu sama lain yang sebenarnya ingin melangkah lebih jauh? Membuktikan adanya korelasi usia matang dengan tingkatan gairah yang berbanding lurus. Mereka … sama-sama saling menginginkan.
“Hanya menyentuh. Tidak lebih.”
Hampir ajaaaa.
Rencana ingin menyentuh ini dan itu pun berlanjut, namun masih dalam tahap aman. Masih terkontrol dan tidak ada pengeluaran sedikitpun. Mereka berhasil dikuasai kewarasan hingga akhir. Bahkan saat keduanya sudah sama-sama polos dan saling memuji area keintiman masing-masing. Tidak ada cairan berlebih yang keluar. Hanya Janice yang tidak bisa menghindari kebasahannya. Namanya juga perempuan. Jika pria akan berubah ukuran juniornya saat gairahnya bangkit, ya wanita harus rela tidak nyaman dengan bagian tengah paha yang basah. Begitulah yang dialami Janice. Apalagi sentuhan-sentuhan Brandon membuat sekujur tubuhnya begitu lemas. Pukul empat sore, mereka pun bersiap untuk kembali ke kantor. Saling mencari pakaian dan dalaman yang sudah berserakan di atas lantai marmer. Janice hendak ke kamar mandi untuk membilas diri duluan. “Aku ikut.” “Hehh? Aku dulu saja, B!” “Kau tidak tertarik untuk membilaskan ini untukku?” Brandon menunjuk bawahnya lagi dengan nada
"Si pak Sandi?" Dominic menimpali pembicaraan Brandon dan Chris yang sedang mengobrol saat mereka semua sedang makan siang di salah satu restoran yang ada si kawasan Malioboro. "Sandi toko buku xx?" "Iya, tau yang mana orangnya, bro?" tanya Brandon. "Tau lah. Beliau mantan klien Inti Global. Kenapa dia? Berulah?" "Mantan? Hmh. By the way dia memaksa anak buah ku untuk menaikkan plafon pengambilannya. Aku yakin dia ingin buang ke daerah lain." "Memangnya kenapa dia tiba-tiba meminta tambahan barang?" tanya Chris masih tidak mengerti. Sandi itu memang kenalannya. Namun yang dia tau, Sandi tidak akan sanggup jika upgrade plafon. Dana yang dia miliki tidak mumpuni untuk membeli barang banyak-banyak. "Kami juga tidak tau, Pa. Sudah dua minggu ini Toni dan Janice repot gara-gara dia." "Setau papa keuangannya hanya sanggup di pengambilan skala kecil. Kalau tiba-tiba minta penambahan, harus diusut dia akan buang ke mana barangnya. Jangan sampa
Kepala Brandon dan Janice mendadak seperti tertimpa batu yang begitu berat. Foto mereka? Di hotel? WHATT!!!!! Janice seketika mematung, sedangkan Brandon langsung meraih ponselnya sendiri. Begitu pun dengan Chris, Amber dan Dominic. Jantung mereka semua sudah memukul kencang dan tidak sabaran melihat foto apa yang Chalondra maksud. Tapi … Hah! Ya Tuhan! Sekujur tubuh Brandon langsung merasakan kelegaan yang luar biasa. ITU FOTO DIA DAN CHELSEA!!! “Ini aku dan Chelsea. Saat di reuni kemarin. Siapa yang sudah mengambil foto ini?! Iseng sekali!” Namun amarah tetap meledak di dalam dada Brandon karena foto dia dan Chelsea saat di lorong waktu itu seperti sengaja diambil dari angle yang membuat mereka seperti sedang berciuman. Belum lagi headline beritanya sangat menjurus, seolah-olah ingin membuktikan jika mereka berdua memang sedang memiliki hubungan yang serius. 'Diam-diam, influencer ternama berinisial CF, menjalin hubungan dengan pewaris Cakra
Kaki Brandon bergerak tidak beraturan saat keluar dari ruangan Ruhiyat dan masuk ke dalam lift. Pikirannya kacau. Kalut. Tidak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya. Tidak ada orang lain yang datang lagi ke lorong itu selain Janice. Brandon dan Ruhiyat sudah memastikannya sampai ke bagian dia dan Chelsea meninggalkan tempat itu. Benar-benar tidak ada orang lain. Dan di video tersebut, Janice memang benar terlihat mengambil ponsel dan mengarahkannya ke dalam lorong. Brandon tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya sekarang. Otaknya buntu. Bingung harus mulai berpikir dari mana. Kenapa Janice mengambil fotonya dan Chelsea? Untuk apa? Lantas apa dia adalah orang dibalik berita yang viral itu? Kalau iya, kenapa? Apa alasan dia membuat berita tersebut? Tapi kenapa juga rasanya seperti tidak mungkin? Tapi jelas-jelas foto itu adalah miliknya. Apakah dia bekerja sama dengan orang lain? Oh Tuhan! Kaki Brandon begitu lemah hingga merosot saat sudah berada di dal
Masih pagi sekali, Brandon masuk kek kamar ayahnya dan menceritakan semua Analisa dia dan Janice tadi malam. Seperti pesan Amber ibunya, dia harus berdiskusi dengan Chris. Oleh karena itu, dia pun menceritakan semuanya dari awal, mulai dari hasil cctv yang dia dapat dari direktur hotel. Oke, dia harus menjilat kata-katanya di depan Amber, karena tadi malam dia sudah terlanjur bilang tidak mendapat apa-apa dari hasil pemantauan cctv. Dia meminta maaf karena ingin membahas ini dengan Janice dulu sebelum menceritakannya kepada siapa pun, agar image Janice tidak jelek di mata kedua orang tuanya. “It’s oke, Bang. Sikap kamu sudah benar. Nanti kalau kalian sudah menjadi suami dan istri, pastikan kalau ada masalah hanya kalian berdua yang tau. Jangan sampai cerita ke orang lain sekalipun ke kita, orang tua kalian,” nasehat Amber. Dia sama sekali tidak marah karena alsan Brandon benar-benar mencerminkan kebijaksanaan pria tersebut. “Jadi Toni dan Dika ini bekerja sama mengam
Ruangan divisi pemasaran mendadak hening dan sunyi, walaupun Brandon sudah kembali masuk ke dalam ruangannya bersama Dika dan Toni. Ah, tadi Dika sempat menolak tuduhan yang diarahkan kepadanya. Masih mencoba peruntungan dengan berpura-pura tidak paham dengan apa yang dibicarakan Brandon dan Janice. Namun Toni seperti tidak ingin masuk ke dalam masalah sendirian. Dia menyeret Dika ikut masuk ke dalam ruangan Brandon. Janice sendiri sudah kembali menyentuh pekerjaannya. Demi apapun, dia sudah tidak nyaman duduk di kursinya. Rasanya ingin cabut saja. Tapi Brandon tidak mengijinkan. Lewat chat singkat, pria itu mengatakan ingin makan siang bersama. Mau tidak mau Janice harus menunggu meski rasanya semua orang sedang memperhatikannya. Sedang menatap punggungnya, sedang membicarakannya. Siapa juga yang tidak terkejut mengetahui wanita itu diam-diam adalah kerabat dekat keluarga Ellordi. Bahkan Janice tinggal satu atap dengan Brandon, si atasan yang menjadi idaman semua ka
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya