Chalondra sudah ada di rumah saat Chris, Amber dan Brandon pulang. Gadis kecil itu sudah merasa lebih bersemangat setelah bertemu dengan Dominic tadi sore. Disambutnya ayah, ibu dan juga abangnya di depan pintu sambil mengunyah camilan berupa keripik balado.
"Kamu belum tidur, Cha? Tumben?" Amber bertanya sesudah Chalondra mengecup pipinya.
"Kan nungguin kalian pulang. Nggak biasanya papa mama pulang malam. Bareng abang lagi." Chalondra melirik Brandon. Abangnya itu pun balas meliriknya sekilas sambil membuka sepatu. Sebisa mungkin mereka bersikap biasa, seperti tidak ada yang terjadi di antara mereka saat berada di depan Chris dan Amber.
"Iya, tadi ada Janice di rumah sakit."
"Kak Janice? Kenapa? Kak Janice sakit?"
Brandon spontan melihat ke arah Chalondra yang sangat antusias bertanya pada ibunya. Chalondra pun mengenal Janice.
"Bukan, Cha. Tante Kinan itu ..." Amber tidak melanjutkan kalimatnya karena Chris tiba-tiba meletakkan jas
Makasih udah baca terus guys. I love you 😘😘😘
Chalondra memberontak kala Dominic menariknya keluar dari mobil. Dia masih marah. Enak saja pria itu membawanya ke apartemen tanpa seijinnya? Cha sangat tau ini akan berujung di kasur dan dia tidak sudi tidur dengan Dominic sekarang. Setelah dia berciuman dengan perempuan lain? Enak saja! Dominic tidak kehabisan akal. Dia memangku Chalondra seperti karung beras dan membawa gadis itu masuk ke dalam lift khusus vvip. “Turunkan aku, Dominic sialan!!” “Kedengarannya kamu mulai terbiasa memanggil nama saya, Chalondra. Bagus. Saya suka itu. Jangan lupa call my name saat kamu mencapai klimaks nanti.” “Setaaaannnn!! Aku nggak sudii!!” Chalondra menendang-nendang perut Dom dan memukul-mukul punggungnya. Pria itu tidak terpengaruh sedikit pun. Bahkan sampai pintu lift kembali terbuka, dia terlihat masih begitu semangat membopong tubuh Chalondra yang kecil. Dominic membuka pintu unit apartemennya dengan menggunakan akses retina matanya. Setelah itu, dia
“Cha, kita sudah puasa selama tiga hari. Saya rindu masuk ke dalam kamu.” Dominic memang ahlinya pencetus kata-kata vulgar yang selalu berhasil menaikkan libido Chalondra dalam waktu singkat. Ditambah lagi tangan besar pria itu sudah menelusup masuk ke dalam crop top berbahan kaos yang dipakai Cha dan mengacak-acak isinya. Jari-jari nakal Dominic memainkan puncak bukit milik Chalondra dan menarik lidahnya dengan sensual. Chalondra mendesah dengan kuat. “Katakan apa tujuan kamu datang ke kantor saya? Apa kamu terpikir kita akan bercinta di dalam ruangan saya, Chalondra?” Dominic bertanya dengan suara beratnya. Ciri khas kalau napsunya sudah melambung tinggi. Chalondra sendiri membiarkan pria itu menarik celana jinsnya keluar dari kaki-kakinya yang jenjang. “Otakku tidak sekotor otak Daddy.” Chalondra berdalih. Namun tatapan matanya yang berkabut sudah jelas menyangkal perkataanya. Dominic juga membuka celana bahan yang masih dia kenakan. Saat kain panjang itu
"Jadi apa yang membuat kamu kepikiran datang ke kantor saya?" Setelah selesai bergumul dalam permainan panas, Dominic dan Chalondra sama-sama beralih ke pantry. Keduanya menjadi lapar akibat energi yang terkuras habis. Kebetulan di dalam kulkas Dom ada sejumlah frozen food yang bisa dimasak dalam waktu singkat untuk mereka santap dalam waktu dekat. Chalondra memilih untuk mengukus dimsum, sementara Dom memilih untuk memanggang pizza bekunya. "Cuma mau lihat kantor Daddy aja. Penasaran. Sama sekalian mau pamit," jawab Chalondra sambil memasukkan satu buah dimsum berukuran sedang ke dalam mulutnya. "Tadi kuliah jam berapa?" "Jam empat sore, Dad. Jam setengah enam sudah beres." Dom mengangguk. "Tadi langsung tau ruangan saya. Siapa yang kasih tau ke kamu?" "Tanya si resepsionis. Aku bilang ponakannya Dad. Awalnya mereka nggak percaya. Tapi tau-tau pak Dann muncul. Katanya nggak apa-apa aku masuk. Jadi si resepsionis ngijinin." "Oh
Dominic tidak langsung kembali ke apartemennya. Dia harus segera mendapat penjelasan dari Marcus perihal Reina. Tadi Reina dengan lantang mengatakan kalau urusan laporan dia akan langsung ke Marcus, bukan? Itu artinya papanya sudah tau tentang keberadaan istrinya itu di perusahaan. "Astaga!! Apa yang terjadi dengan hidungmu, Dom!!!!" Perempuan paruh baya bernama Miranda, yang dia panggil ibu itu histeris saat melihat Dominic memasuki ruang keluarga. Sekalinya pulang ke rumah, anak semata wayangnya itu malah datang dengan keadaan yang mengenaskan. Baju kemeja yang ternoda oleh bercak-bercak darah dan hidung dengan darang yang sudah mengering di sekitarnya. Marcus yang sedang membaca koran hanya mendelik sekilas. Dia tentu saja sudah tau apa terjadi pada Dominic. "Mom, tolong ambil obat. Hidungku rasanya sudah patah di dalam," kata Dominic sambil duduk di kursi yang ada di depan ayahnya. "Ini mana bisa diobatin sembarangan. Kamu harus ke dokter
Hingga dini hari, Brandon tidak bisa memejamkan kedua matanya. Banyak hal yang dia pikirkan sekarang. Hal-hal tersebut seakan berlomba-lomba memenuhi otaknya yang sempit dan seperti ingin membuat daging seukuran kepalan tangan itu meledak. Chalondra, Dominic, Janice, semuanya bercokol di dalam kepalanya, membuat dia tidak bisa tidur sekalipun kedua kelopak matanya sudah sangat berat, ingin diistirahatkan. Brandon menyadari, tentang Chalondra dan Dominic adalah beban terberat yang kini dia tanggung. Dia mengetahui semuanya. Entah apa yang akan dikatakan Chris, jika mengetahui bahwa Brandon sudah merahasiakan hal tersebut selama ini. Mungkin bukan hanya Chalondra yang akan kena amukan dewa, melainkan Brandon juga akan terkena imbasnya. Sungguh gila. Hubungan Dominic dan adiknya ini sudah sangat keterlaluan. Brandon lagi-lagi mengingat bagaimana dirinya seperti ikut ternodai lantaran mencuri dengar aktivitas panas mereka di ranjang. Brandon hanya bisa mendecih jijik mem
Dominic meraih benda pipih di hadapannya yang tiba-tiba menyala di saat dia sedang mengikuti rapat koordinasi marketing menjelang akhir bulan. Dilihatnya itu adalah pesan dari Chalondra yang baru saja memberitahu jika dia sudah sampai di Yogyakarta dan sedang bersiap menuju penginapan. "Dad, aku udah sampai. Miss you already, Dad," tulis Chalondra diikuti emoticon sedih. Dominic pun ijin meninggalkan ruang meeting sebentar karena dia ingin menelepon kekasih kecilnya. "Cha ..." panggilnya pelan dan lembut setelah Chalondra mengangkat panggilannya. "Iya, Dad. Dad lagi nggak sibuk ya? Kok bisa langsung telepon?" "Lagi meeting tapi saya tinggal. Kalian naik apa ke penginapan?" "Rental mobil, Dad. Aku ganggu Daddy ya?" "Tidak kok. Saya juga nungguin kabar kamu dari tadi. Saya juga kangen kamu, Chalondra." "Janji ya, Dad, kalau ada waktu susul aku ke sini." "Iya, Sayang. Jangan mewek. Nanti kamu nggak bisa enjoy liburannya."
"Impossible! Lukisan ini tidak pernah beranjak dari sini, Pa. Tadi malam Chalondra masih melihat ini dan dia saja tau ini lukisan asli." Dominic tidak percaya begitu saja saat ayahnya mengatakan lukisan itu palsu. Laki-laki tua itu sedang berkacak pinggang sekarang. Tangannya menyibak rambut putihnya berkali-kali. Dia seperti orang yang kebingungan."Lagian bagaimana papa bisa tahu ini lukisan palsu? Aku tidak melihat perbedaan sedikit pun." Dominic kembali bertanya.Marcus kemudian memanggil Dom supaya mengulurkan tangannya untuk meraba lukisan itu, persis seperti yang dia lakukan."Tepatnya di sini, Willem De Kooning membubuhkan tandatangannya dengan tinta timbul berwarna senada dengan cat di area ini. Kita tidak bisa melihatnya, hanya bisa merabanya seperti ini. Sekarang tanda tangan itu tidak ada, Dom."Dominic terperangah. Dia baru mengetahui hal tersebut sekarang. Apakah kemarin Chalondra juga tahu perihal keaslian lukisan ini karena meraba tanda ta
Hari ini Dominic bekerja tanpa kenal waktu. Mengingat besok lusa dia akan ke Yogyakarta untuk bertemu dengan tuan Sagara, pekerjaannya harus dia bereskan agar tidak menumpuk di kemudian hari. Apalagi Dann cuti sampai besok karena anaknya ternyata harus dirawat di rumah sakit.Sepanjang hari ini pula, Dominic mengabaikan keinginannya untuk memikirkan Chalondra. Karena dia tau, sekali dia memikirkan gadis itu, fokusnya akan terpecah dan pekerjaannya akan terbengkalai. Dia juga menahan dirinya untuk tidak segera membuat perhitungan dengan Reina yang jelas-jelas sengaja ingin membuat Chalondra salah paham kemarin. Bukan hanya itu saja, tadi siang papanya bilang kalau wanita itu sepertinya sedang berusaha melakukan suatu kejahatan kepadanya. But, lucky him, dia memang tidak menerima makanan itu.Seperti biasa, Dominic mengakhiri kesibukannya dengan melakukan back up semua pekerjaan ke email pribadi miliknya. Diliriknya jam antik di sudut ruangan, jam sepuluh malam lebih sed