"Parah, lo bener-bener nyium Kiran."
"Tris, lo udah bilang itu ke gue berkali-kali,” balas Arland sedikit kesal.
"Habisnya gue nggak nyangka kalo lo bakal lakuin itu, Land ... gue shock. Apa jangan-jangan lo beneran suka sama Kiran?" Tristan mencoba menebak, meskipun tebakannya cuman sekedar tebakan.
"Heh!”
Tristan bersidekap dada dihadapan Arland. “Land, lo nyentuh cewek aja ogah-ogahan. Dan sekarang sama Kiran, lo kayaknya iklas-iklas aja bersentuhan sama dia. Dan ciuman dong.”
"Dia cuman pacar bohongan, jadi gue mesti total dong ngikutin permainan itu."
"L
"Kiran!”Panggilan itu membuatnya menghentikan langkah yang saat itu sedang berjalan di lorong kampus.Seorang gadis dengan sedikit berlari menghampirinya dan sampai dengan napas yang ngos-ngos’an.“Capek gue lari-lari,” ungkapnya dengan naps sesak.“Dih, siapa suruh lari-lari, sih,” ledek Kiran.Saat berjalan menuju kelas, Kiran hanya diam. Seolah-olah ada masalah besar yang tengah dia pikirkan dan Dira bisa merasakan itu."Lo kenapa, sih ... ada masalah samapacar bohonganlo yang ganteng, tajir, dan berstatus dokter itu?” tanya Dira dengan penjelasan panjang sosok Arland."Apaan, sih, RA. Lo nggak percaya, ya, sama omongan gue tentang tu cowok?"Padahal ia sudah menjelaskan sosok dan bentukan Arland secara detail dan kejujuran penuh, tapi sobatnya ini seolah tak percaya."Kan gue belum pernah ketemu,” komentar Dira."Ntar, kalo lo ketemu ... gue
“Dan harus lo tahu, kalau Kiran adalah cewek gue!” Perkataannya ditujukan pada Dinda.Kiran kaget dengan pernyataan Arland. Kemudian dengan paksa melepaskan rengkuhan cowok itu yang seenaknya melingkar di badannya."What!!'' Efek kaget Dira."Jangan bercanda!” Dinda tak terima.“Amazone,” respon Dira dengan pernyataan dadakan Arland."Inget, kan ... kalau kita cumanpacar bohongan. Dan saat ini juga semuanya sudah berakhir,dokter," ingatkan Kiran pada Arland dengan sedikit berbisik."Itu menurutmu, bukan menurutku,"bantah Arland."Kenapa begitu ... aku punya hak untuk mengakhiri permainan ini," geram Kiran atas jawaban Arland."Aku juga punya hak untuk terus melanjutkannya. Jadi, diamlah.’' Kekeuh Arland tak mau kalah."Land ... bisa nggak lo lepasin Kiran. Gue eneg liatnya!" Kesal Dinda tak suka menyaksikan Arland yang masih merangk
Setelah menyelesaikan tugasnya di Rumah sakit, Arland saat ini baru saja sampai di kediaman orang tuanya. Karna sudah beberapa hari ia berada di Apartment disebabkan percekcok'an antara ia dan Mamanya."Kakak!" heboh Lauren dan Lhinzy menyambytnya.“Apa kabar kalian?” tanyanya pada kedua adiknya."Kakak kenapa, sih, nginep di apartment terus. Nggak pernah ngajak kita jalan lagi,” komentar Lauren dengan nada kesal."Maaf, ya ... soalnya Kakak lagi banyak kerjaan,” jelasnya."Ya ... kami mengerti, dokter,” respon kedua berbarengan."Makan dulu, Land," ujar mamanya bersikap yang seolah-olah tak terjadi apa-apa. Oke, mungkin juga mama nya sudah melupakan permasalahan yang terjadi."Nggak, Ma ... soalnya aku ada janji makan di luar,” tolaknya berniat menuju kamarnya."Bentar lagi Tante Hani, Om Dylan sama Ceryl mau kesini. Kita makan malam bareng.”Langkah Arland terhent
Kiran yang bingung harus melakukan apa, kemudian mencoba menghubungi Tristan. Sejujurnya, ia bukan bingung harus apa, tapi ia tak mau melakukannya. Jelas saja kalau Arland kondisinya menurun, dia masih dalam keadaan basah kuyup. Karna pakaiannya belum diganti. Itulah inti masalahnya dan Kiran tak sanggup kalau harus melakukan itu.Sudah berulang kali ia meneleponn Tristan, tapi panggilannya sama sekali tak direspon. Apa dia sudah tidur? Tapi tak mungkin juga. Cowok, jam tidurnya biasanya kan sering larut malam."Tristan kemana, sih ... gak tahu orang lagi butuh bantuan apa,” dumel Kiran melempar ponselnya di kasur dan menuju ke dapur."Tetep saja, kalau pakaiannya basah gini kondisinya nggak akan baik," pikirnya.Mengganti pakaian dia adalah cara yang paling tepat. Tapi masalahnya matanya belum siap untuk melihat tubuh cowok dalam keadaan tanpa pakaian. Dan tangannya juga belum siap untuk menyentuh tubuh cowok. Mondar-mandir sabi
"Kenapa?” tanya Arland."Dira ... Dira kesini,” hebohnya."Trus?” Masih memasang wajah santai."Trus, trus ... ya kamu ngumpet lah. Gila aja kalau dia ngeliat kamu di sini dengan keadaan kaya gini. Pemikirannya kan rada-rada nggak beres."Kiran memaksa Arland untuk masuk ke kamarnya. "Itu, pakaian'mu mungkin udah kering,” tunjuknya ke arah jeans dan kemeja yang ada di kasur. "Dan jangan berisik,” tambahnya segera keluar dan mengunci pintu kamar."Hoh ... semoga nggak ketahuan,” harapnya."Kiran!!”Teriakan itu diiringi ketukan pintu."Iya!” sahut Kiran segera membuka pintu. Tentunya dengan wajah yang ia ciptakan dengan serileks mungkin.Pintu terbuka, menampakkan sosok Dira yang seperti biasa. Ceria, heboh dan ... berisik."Lama banget buka pintunya, lagi ngapain sih?" tanya Dira yang langsung menyelonong masuk dan duduk di sofa."Toilet, biasa transfera
Saat ini Arland bisa bernapas lega, karna Kiran dan Mamanya tak bertemu. Kalau sampai itu terjadi, mungkin beliau akan kembali memojokkan Kiran."Kita tepat waktu. Entah apa yang akan dilakukan Tante Kim kalau sampai ngeliat Kiran ada di sini.” Lega Tristan yang menghempaskan tubuhnya di sofa.Arland kembali memasang jarum infus yang sempat ia tanggalkan barusan."Makanya, kalau ngelakuin apapun itu, ya dipikir dulu,” omel Arland pada Tristan."Iya iya, gue kan udah minta maaf."Kiran yang tadinya tertidur pulas, tiba-tiba terbangun dan menatap Arland dan Tristan bergantian."Hai,” sapa Tristan pada Kiran dengan senyuman manis. Berharap dapat sambutan, tapi apa yang ia dapatkan? Hanya diabaikan, karena pandangan gadis itu malah fokus pada Arland."Kamu udah bangun?" tanya Kiran menghampiri Arland di tempat tidur dan mengacuhkan sapaan Tristan."Gue dicuekin,” dengus Tristan
Kiran hendak kembali ke kos'annya. Namun, di tengah perjalanan ia malah dicegat oleh sebuah mobil. Awalnya Kiran tak merasa khawatir, tapi saat matanya tertuju pada sosok yang turun dari mobil membuat rasa itu hadir."Kiran, keluar!"“Ck ... sepertinya dia masih kesal sama gue,” gumamnya.Ia segera membuka pintu mobil dan keluar. Tapi apa yang ia dapatkan? Baru kakinya menapaki jalanan, sebuah tamparan langsung menyerang pipinya."Dasar benalu! Berani-beraninya lo ngerebut Arland dari gue. Lo sadar nggak, sih, kalau lo itu nggak pantes buat dia. Gue yang pantes Kiran, gue!"Yap, dialah Dinda. Adiknya yang terus menyerangnya dengan perkataan kasarnya. Kadang ia suka heran, apa mata Dinda tak akan bisa tidur dengan nyenyak jika tak membuatnya kesal."Din ... gue sama Arland nggak punya hubungan apa-apa." Kiran mencoba menjelaskan pada
Mendapati dua orang sedang memandang aneh padanya dan Arland. Pertama, sobatnya sendiri. Kedua, malah dosennya."Itu mulut bisa disaring dulu nggak, sih? Berbuat mesum ... dikira kita lagi ngapain,” umpat Kiran pada Dira yang memberikan tuduhan aneh."Lo lagi pelukan," balas Dira cepat."Memangnya pelukan itu berbuat mesum?""Ya ... awalnya emang pelukan, tapi kita kan nggak tahu gimana endingnya."Kalau tak mengingat Dira adalah sahabatnya, mungkin saat ini ia sudah mencakar-cakar mulut rempong itu. Sementara Arland, dia malah santai menanggapi tuduhan itu."Dasar! Otak mesum.” Leo hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah Dira."Astaga! Ini lo kenapa, Ki? Habis kecelakaan atau habis dirampok?" Ia baru menyadari ada perban yang menempel di dahi Kiran."Gue jatoh,” ungkap Kiran."Yakin? Udah segede ini masih bisa j