Dira saat ini masih mondar-mandir di parkiraan kampus. Berharap Kiran akan datang. Karena dari semalam ia menghubungi sobatnya itu, tapi ponselnya tak aktif. Begitupun dengan telepon rumahnya, tak ada satupun yang menjawab. Apa semua orang dirumahnya tiba-tiba menghilang atau diculik sama makhluk luar angkasa untuk dijadikan tumbal pesugihan.
"Ni anak kemana, sih," gumam Dira yang pandangannya terus mengarah ke arah gerbang kampus. Sampai-sampai matanya udah kaya mata ikan asin, melotot dan nggak berkedip.
Karena terlalu konsen dan hanya memikirkan Kiran layaknya seorang kekasih, Leo yang berjalan di depannya pun diacuhkan begitu saja bagaikan angin yang berhembus.
Terbiasa diganggu dan direcoki oleh manusia sejenis Dira, tentu saja ini jadi hal luar biasa bagi Leo. Hingga rasa penasarannya pun ikut terusik. Tumben sekali dia berada dalam mode waras.
"Ehem.” Dehem Leo dengan sengaja berdiri dihadapan Dira.
"Eh, Bapak," balas Dira sambil cenge
Hari terasa begitu panjang saat menunggu dia yang masih belum sadarkan diri. Kelelahan, membuat Kiran tertidur di kursi yang ada di depan ruang ICU. Dingin malam seolah jadi suasana yang lebih mencekam, apalagi sendirian karena ia meminta mertuanya untuk pulang.“Kiran.”Sebuah sentuhan dan panggilan membuatnya tersentak seketika.“Dira,” gumamnya dengan wajah lelah. “Ada Pak Leo juga,” tambahnya saat mendapati ada Leo yang ternyata datang bersama Dira.“Mending kamu pulang, istirahat. Biar aku di sini,” usul Leo.“Iya, Ki ... muka lo pucat banget,” tambah Dira menangkup wajah Kiran.Kiran melirik waktu di jam yang ada di pergelangan tangannya. “Masih jam 9 malam, kok.”Leo menghembuskan napasnya berat, saat menyadari kalau Kiran ternyata memiliki persamaan dengan Arland. Yap, keras kepala.“Kalau nggak mau pulang, cari hotel dekat sini saja. Setidakn
Sebuah pergerakan yang berada di dalam genggamannya, membuat ia langsung terbangun begitu saja. Ya, ternyata tak tidur semalaman bisa membuatnya tepar juga."Arland, kamu udah sadar?" tanya Kiran lembut pada Arland yang saat itu baru membuka matanya. "Masih sakit?"Tak ada jawaban yang diberikan Arland, hanya saja senyuman simpul yang terukir di bibir itu membuat Kiran benar-benar ingin menangis haru.“Aku panggil dokter dulu.”Kiran segera berlalu keluar dari sana untuk memanggil dokter. Tak lama, kini ia kembali dengan Rio dan juga seorang suster.Rio memeriksa kondisi dan keadaan Arland.“Gimana rasanya?” tanya Ron dengan senyuman meledek.Arland hanya menanggapi pertanyaan sobatnya dengan lirikan tajam. Rio sedang meledeknya, tapi mau membalas ia tak bertenaga sama sekali. Jangan ditanya lagi bagaimana rasanya. Dadanya sekarang mulai terasa perih. Ya, tentu saja ... karena efek bius mulai hilang, tent
Ya, Kiran mencium bibirnya di saat ia baru berniat melakukan itu."Kenapa? Kok diem?" tanya Kiran yang melihat ekspresi Arland."Enggak. Cuman durasinya kenapa cepet banget? Saking cepetnya sampe nggak berasa," keluh Arland."Ih, kamu ini," kesal Kiran sambil mencubit lengan Arland.Arland menarik Kiran ke pelukannya. Ia memeluk Kiran erat seolah tak ingin melepaskannya sedetikpun."Aku cinta sama kamu," bisiknya ditelinga Kiran."Udah tau," balas Kiran yang masih berada dipelukan Arland."Land, haruskah kita pelukan kayak gini terus?" tanya Kiran pada Arland.Pertanyaannya tak mendapatkan respon. Ini posisinya ia masih berada dalam pelukan Arland. Pinggangnya berasa keram. Nggak mungkin jugalah, kalau Arland tiba-tiba jadi budeg. Padahal kan jarak dirinya dan suaminya kan dekat banget."Land," panggil Kiran lagi.Tiba-tiba tangan Arland yang tadinya memeluknya, lepas begitu saja. Diiringi suara napas teratur yang
Seperti yang sudah direncanakan, pagi ini Tristan akan berangkat ke Paris. Sejujurnya ia bukan tak ingin pergi, hanya saja hatinya begitu berat meninggalkan Ceryl. Tapi di lain sisi ia juga tak ingin mengecewakan keluarga Arland yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.Alvin, Kim dan Ceryl mengantarkannya ke bandara. Ya, terlihat jelas di wajah gadis itu, sebuah kesedihan.“Semua keperluan kamu sudah disipkan. Nanti juga ada yang akan menjemputmu saat sampai,” terang Alvin.“Makasih, Om.”“Jaga diri, ya ... jangan suka keluyuran. Meskipun di sana kamu untuk kerja, tetap kesehatan kamu yang terpenting. Kamu itu juga anak kami, jadi saat kamu ada apa apa, kami juga akan cemas,” tambah Kim mewanti-wanti.“Iya, Tante. Aku pasti jaga diri,” responnya.Kini fokus Tristan tertuju pada Ceryl yang memperlihatkan wajah sendu nya. Alvin dan Kim yang seolah tahu situasi, memilih untuk menghindar a
Kiran mulai melakukan pergerakan, diiringi dengan terbukanya matanya. Menatap sekeliling, hingga sebuah sentuhan di wajahnya membuat pandangannya terarah pada seseorang yang berada di sampingnya."Arland,” ujarnya langsung bangun dari posisi tidur dan memeluk erat suaminya itu.“Sudah, jangan takut. Ada aku di sini," bisik Arland menenangkan Kiran yang tampak ketakutan.“Aku nggak tahu apa yang terjadi padaku kalau kamu nggak menolongku, Land,” bisiknya masih dalam keadaan memeluk suaminya itu.“Sebelum itu semua terjadi, aku yang lebih dulu membuat dia merasakan sakitnya. Menggangguku mungkin akan ku abaikan, tapi jika sudah berani mendekatimu, itu sama saja dengan mengantarkan nyawanya padaku dengan sukarela.”Kiran melepaskan diri dari Arland.“Punya suami ternyata begitu enak, ya ... ada yang menjaga.&rdquo
“Kiran.""Apa?" jawab Kiran yang berada di balik selimut. Sementara Arland berada di sampingnya."Besok aku mau ke Bandung. Apa kamu mau ikut?" tanya Arland.Mata Kiran yang tadinya terpejam, langsung melek saat mendengar perkataan Arland."Kok mendadak, sih," keluh Kiran."Ya, gimana. Aku kan dapat kabarnya juga tadi.""Besok aku kuliah, nggak bisa ikut."Sejujurnya ingin sekali ikut sama suaminya, tapi besok ada jadwal kuliah. Nggak mungkin juga kalau ia harus minta ijin untuk kesekian kalinya. Apalagi akhir-akhir ini sudah sering kali ia ijin. Meskipun itu kampus milik keluarga suaminya sekalipun, tetap saja nggak bisa semaunya."Pulang kuliah jam berapa?" tanya Arland."Jam 11."Arland mengusap lembut pucuk kepala Kiran. "Ya udah, gini aja. Kita berangkat sepulang kamu kuliah. Lusa juga hari minggu dan kamu libur, k
Kiran kaget bahkan langsung refleks mendorong hingga punggung Arland menabrak kemudi mobil."Aduh," keluhnya."Kamu ngapain, sih? Nggak tahu tempat, deh," omel Kiran."Salah kamu juga. Aku udah bangunin kamu dari tadi, loh. Tetap aja nggak bangun-bangun. Ya, siapa tau kalau aku ngelakuin itu kamu bangun. Dan ternyata berhasil, kan," terang Arland dengan senyum evilnya."Curang banget, sih, kamu," kesal Kiran tak terima. Karena Arland melakukan itu disaat dirinya sedang tidur, alias tak sadar."Curang? Kamu tenang aja, nanti malam kita on going lagi.""Pikirannya mesum terus," geram Kiran sambil mengacak rambut Arland dengan sengaja. Tapi, bukannya jadi jelek. Eh, dengan rambut berantakan gitu kegantengannya malah naik 50%. Kan jadi serba salah.Emang bener kata orang. Kalau udah ganteng mah, di bikin jelek pun tetap aja ganteng."Siapa yang berpikiran mesum sih, Sayang."Lama-lama Kiran akan menderita penya
Di saat Kiran lagi menikmati nikmatnya si matchalatte, tiba-tiba seorang cowok datang menghampirinya dan langsung duduk begitu saja tanpa dosa di kursi yang berhadapan-hadapan dengannya."Hai ... gue Dani," sapanya memperkenalkan diri."Eh, haii juga," balas Kiran dengan tampang tak sukanya."Sendirian?" tanyanya yang dibalas anggukan dari Kiran."Dasar bego', udah tau gue sendirian disini. Masih aja nanya. Modus banget sih,"batin Kiran."Lo cantik banget. Rugi kalau nongkrong sendirian. Gue temenin, ya," ujarnya menawarkan diri langsung."Nggak usah," balas Kiran blak-blakan.Tapi sepertinya cowok itu gencar mendekati Kiran. Dia yang awalnya duduk berhadap-hadapan, sekarang malah hendak berpindah duduk ke sebelah Kiran.Hingga, beberapa langkah lagi dia dekat dengan Kiran, tiba-tiba entah seseorang yang datang dari mana langsung saja mencium pipi Kiran. Membuat cowok yang tadinya hendak berpindah duduk, sampai m