Dante POV
Aku mulai kembali membuka lembar demi lembar berkas yang harus kutanda tangani. Meskipun lelah dan sedikit tidak fokus, tapi karena ini permintaan khusus dari Sugar Baby-ku maka sedikit kupaksakan diriku untuk mulai berkutat kembali dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya ini. Padahal sesungguhnya yang kuinginkan hanya menghabiskan waktu berhargaku bersamanya. Semenjak tidur satu ranjang dengannya aku baru bisa merasakan betapa nikmatnya tidur di samping seseorang. Berpelukan dan bercerita tentang berbagai macam hal hingga rasa kantuk menjelang. Matahari belum juga di atas kepala dan kini aku malah merindukannya.Kuraih ponselku dan kuhubungi Kai yang kutugaskan untuk menjaganya hari ini. Ya. Ponsel baru gadisku kembali hilang saat ia diculik waktu itu. Besok aku harus membelikannya ponsel baru yang sudah di sadap! Akan kupastikan dia tidak akan hilang dari jangkauanku untuk yang ke-2 kalinya.Tidak akan pernah!Aku sangat membutuhHai, kalau kalian suka cerita ini tulis di komentar ya. aku mau mendengar pendapat kalian para pembaca setia cerita ini. Terima kasih^^
Author POVMalam menyapa ketika Bobby dan Sheena pamit mengundurkan diri dari hadapan Dante, Nicholas dan Lylia. Mereka melungkan waktu yang cukup lama menemani Lylia. Besok adalah hari pertama Sheena masuk kerja di kafe tempat magang mereka, Dante menyuruh Bobby untuk mengantarkan Sheena pulang karena sudah larut malam. Kini tinggallah mereka bertiga di kamar Lylia."Tidur Ly, ini udah malam. Sudah cukup main-mainnya. Besok lagi, okay." Ucap Nico yang masih duduk di kursi roda mengelus lembut rambut Lylia yang tengah terbaring di kasurnya."Okay, Kak. Makasih buat hari ini ya. Aku sangat senang." Balas Lylia tersenyum dengan mata yang cekung kedalam karena kelelahan."Iya, sama-sama. Good night and sleep tight."Nico mengecup punggung tangan Lylia.Lylia tersenyum dan menatap Daddy-nya yang sedari tadi berdiri di belakang Nico."Good night, Baby Girl." Bisik Dante dengan bibir yang bergerak t
Author POV Di satu sisi, Ronan yang tengah menikmati waktu kosongnya di salah satu diskotik terkenal, ditemani rekan kerjanya dan juga para wanita malam yang menempelkan tubuh mereka ke lengan para lelaki matang itu bagai benalu hanya demi meraup beberapa dollar saja, pada akhirnya mendapatkan sebuah informasi dari salah satu bodyguard-nya. "Tunggu, apa kau bilang?" Ucap Ronan agak terkejut. "Tanpa mengurangi rasa hormat, saya permisi sebentar Tuan-Tuan. Silahkan nikmati pestanya." Ucap Ronan meninggalkan kelompoknya dan berjalan menepi ke salah satu ruangan kosong bersama informannya. "Ulangi semua laporanmu barusan." Perintahnya. "Kami mendapatkan informasi mengenai gadis itu, Tuan. Gadis itu tercatat sebagai anak perempuan dari Dexter Prozky yang menghilang tanpa kabar bersama anggota keluarganya yang lain." Jelasnya.'Dexter Prozky? Aku sempat mengenal pengusaha kecil itu kalau tidak salah...' Batin Ronan. "Lalu kabur ke mana mereka?" Tanya
Author POV "Nona. Saya akan mengganti selang infusnya." Bisik seorang perawat yang membangunkan Lylia perlahan. Sang putri tidurpun akhirnya terbangun dari tidur dan mimpi indahnya malam ini. "Mh? Oh? Iya Suster." Jawab Lylia yang membuka mata dan mencoba memfokuskan pengelihatannya ke sekitar ruangan. Tampak Dante sedang tertidur menelungkup di kasurnya sambil memegang tangan Lylia yang sedang di gips karena patah. 'Sampai segitunya Daddy tidak mau tidur di kasurnya dan memilih untuk tidur di kursi seperti ini? Apa punggungnya tidak sakit?' Batin Lylia khawatir. Suster yang melihat Lylia yang tengah terduduk dengan canggung hanya bisa tersenyum. Menurutnya, menjadi seseorang seperti Lylia pasti sangat menyenangkan. Bagaimana tidak... Seorang pemilik rumah sakit dan konglomerat ternama seperti Dante Prime sampai rela tidak pulang hanya demi menemani dan menjaganya di rumah sakit hampir setiap hari. Dia pasti begitu berharga di mata pria dewasa ini.
Author POVMatahari belum terbit saat Dante sudah tiba di kantornya. Kantor kosong menjadi saksi bisu melihat senyuman Dante yang terus terukir menyinari ruangan yang masih remang-remang karena lampu gedung belum sepenuhnya dinyalakan. Dante menuju kantor utamanya di lantai paling atas. Eugene yang bertugas menemaninya hari ini bergegas membuka ruangan yang masih terkunci itu dan mempersilahkan pimpinan utamanya untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Dante menuju kamar mandi yang berada di kamar pribadinya yang memang tersedia di kantornya. Kamar itu di khususkan untuk sang pimpinan ketika ia memutuskan untuk lembur atau bahkan hanya sekedar mengistirahatkan dirinya dari rutinitas pekerjaan.Dante bergegas mandi masih dengan senyuman semakin mengembang di wajahnya.Bagaimana tidak, gadis kecilnya tadi pagi memeluknya dengan kehendaknya sendiri tanpa di suruh. Belum lagi ciuman panas mereka yang terjadi setelahnya. Dante berjanji akan menaikkan berat badan gadisny
!!PLEASE BE WISE!!Bagian cerita kali ini mengandung kata-kata kasar, mohon kebijakan para pembaca sekalian.***Author POVKai memasuki ruangan Lylia setelah mengantarkan Alicia kembali ke kamar Nico. Pipinya tampak sangat merah dan di sudut bibirnya tampak sedikit mengeluarkan darah. Lylia yang tengah terduduk sambil berbincang sekilas dengan Suster yang sedang menenangkan dirinya tampak kaget akan kehadiran Kai yang terlihat sangat kacau."Kemarilah Kai…" Lylia memanggil Kai dan menepuk-nepuk kursi di sebelahnya, tempat Daddynya tertidur semalam.Kai datang dan terududuk sesuai dengan perintah gadis majikannya."Suster bisa tolong ambilkan perlengkapan pembersih luka?" Pinta Lylia sopan.Perawat yang sedari pagi bertugas merawatnya tersenyum paham akan maksud pasiennya."Silahkan Nona." Ucapnya membawa beberapa perlengkapan P3K."Terima kasih." Balas Lylia disambut senyuman."Sama-sama Nona, kalau begitu saya permisi dulu." Perawat tersebut ke
!!PLEASE BE WISE!!Bagian cerita kali ini masih mengandung kata-kata kasar, mohon kebijakan para pembaca sekalian. *** Author POV Alicia kini segera mencari senjata baru untuk dipakainya. Dengan cepat ia memecahkan vas yang berisi bunga segar hasil pemberian Bobby untuk Lylia kemarin. Di ambilnya potongan vas yang lebih besar dan tajam di kedua tangannya dan berancang-ancang untuk melompati Kai terlebih dahulu. Kai dengan sangat sadar akan kemungkinan di hajar bahkan di tembak mati oleh tangan Tuannya sendiri kalau sampai gadis yang majikannya percayakan tersebut sampai terluka. Alicia bergerak maju melayangkan beberapa gerakan yang terus dihindari Kai. Kedua tangannya yang memegang pecahan vas bunga itu mulai mengeluarkan darah karena cengkramannya yang sangat kuat. Kai terus menghindari pecahan vas itu meski harus menerima tendangan bahkan sikutan di seluruh badannya. Sungguh menakjubkan untuk seorang ibu, gerakan Alicia sangat di luar nalar Lylia dan Ka
⚠️be wise⚠️ ⚠️this scene's going to be 18+⚠️ Lylia POV Daddy terduduk di sofa kamarku dengan muka datarnya. Ia tidak melepaskan pelukannya di tubuhku sama sekali. Mataku melihat Kai yang tertelungkup kesakitan dengan darah yang berceceran di sekitarnya. Aku berniat untuk menolongnya namun tangan Daddy menahan langkahku. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Kutatap wajahnya yang dingin dan tidak berekspresi itu. Sorot matanya tampak buyar, dan tidak terfokus. Tentu saja, hari ini pasti sangat melelahkan baginya. Aku mencoba menguatkan diriku meski tubuhku sendiri masih bergetar ketakutan. "Daddy, aku tidak apa-apa." Ucapku menyentuh pipinya dengan satu tangan. Kuangkat wajahnya yang suram itu dan melihat netranya yang kosong. "Aku hanya ingin menolong Kai. Sebentar ya Daddy." Ucapku kemudian mencoba melepaskan rangkulan tangannya di perutku. Tangannya melemas dan ia melepaskanku seakan memberikanku izin. Langkahku segera mendekat menuju ke arah Kai y
⚠️be wise⚠️⚠️this scene's going to be 18+⚠️Lylia POVDaddy mengangkat tubuhku dan melepaskan pakaian dalamku. Kini tubuh polosku terpampang di hadapannya. Aku yang berusaha menutupinyapun tampak sia-sia karena satu tanganku sedang di gips. Daddy membawaku kembali ke atas tubuhnya yang sedang terduduk."Naik kesini sedikit sayang." Daddy mengarahkan tubuhku untuk bersimpuh mengapit kedua pahanya dan menyuruhku untuk memeluk kepalanya.Kini poseku terbilang cukup erotis di hadapannya. Aku hanya menenggelamkan kepalaku di ceruk lehernya karena sensasi yang sangat aneh kini sedang menjalar di sekujur tubuhku. Belum lagi tangan Daddy yang terus menerus mengeksplor tubuhku tanpa henti."Ngghhh!! Daddy~" Nadaku otomatis berubah seketika."Yes Baby Girl?" Ucap Daddy mencium telingaku."Rasanya geli." Aku terus menahan suaraku agar tidak bernada sensual seperti tadi."Geli saja sayang?" Suara Daddy tampak menikmatinya.Aku menggeleng perlahan.