Harap bijak dalam memilih bacaan! Cerita ini mengandung banyak kata-kata kasar, konten sadis dan adegan dewasa! . . . Seorang gadis polos yang bertahan hidup dari perputaran nasib yang memaksanya untuk menjadi seorang Sugar Baby dari seorang monster berdarah dingin yang terkenal sangat kejam di dunia bawah tanah bernama Dante Prime. Akankah Lylia Prozky dapat bertahan dalam melewati banyak cobaan atas petualangannya menemukan cinta pertama? Belum lagi obsesi dan sifat posesif sang Sugar Daddy ketika Lylia dihadapkan dengan beberapa pria yang ternyata jatuh hati padanya. Akankah Lylia bisa selamat dari orang-orang yang mencoba menyakitinya? Ikuti terus perjalanan dan perjuangan cinta antara Baby Lylia dan Daddy Dante. . . Nb : Alur cerita menggunakan Point of View dari 2 karakter utama beserta Author sendiri (Dante, Lylia dan Author POV). Jadi jangan bingung! Rasakan serunya sensasi menjadi karakter tersebut!
view moreLylia POV
"Harusnya kau memilih jurusan manajemen bisnis, Adikku sayang!" Ucap Kakaku, Taylor. Sembari menunjukku dengan sendok makannya.
"Aku tau yang aku lakukan kak, aku memilih jurusan tata boga karena aku ingin pintar masak seperti Ibu, ya kan Bu?" Ucapku sembari menatap Ibuku dengan tatapan manis mengharap pembelaannya.
"Taylor, sudahlah berhenti mengganggu Adikmu. Apapun pilihannya nanti itu haknya, dia juga tidak begitu tertarik dengan dunia bisnis. Jadi sudahlah." Bela Ibu.
"Tolong setidaknya Ibu bela aku sedikit saja." Rajuk Taylor.
"Alangkah mudahnya kalau suatu saat nanti aku meneruskan bisnis Ayah dengan bantuan adikku yang juga ada di dunia bisnis." Tambahnya.
"Nggak mau! Dunia bisnis itu membosankan, Kak!" Ucapku menghentikan lamunan Kakakku.
"Ck! Adik tidak pengertian." Kata Taylor sembari menggelengkan kepalanya.
Aku menertawakannya lalu menjulurkan lidah begitu dia melihatku. Kami kemudian melanjutkan makan malam kami yang seru, sama seperti makan malam sebelumnya.
.
.
.
Setelah acara makan malam selesai aku segera berlari menuju kamarku yang berada di lantai dua. Iya. Rumah kami memang sedikit agak luas, jadi aku harus berlari kalau tidak mau terlambat menonton film kesukaanku. Ayah memang memiliki perusahaan yang bisa di katakan lumayan besar. Jadi aku sudah terbiasa hidup dengan berkecukupan sedari lahir. Tak masalah, aku juga tidak pernah memanfaatkannya secara berlebihan karena aku sadar harta ini bukan milikku, tapi hasil kerja keras Ayah.
Tok.
Tok.
"Masuk!" Ucapku setelah mendengar suara pintuku di ketuk oleh seseorang.
"Lagi ngapain?" Tanya Taylor di ujung pintu.
"Nonton film Korea kak, mau nobar?" Tanyaku sekilas menatapnya, ia kemudian berjalan mendekatiku yang sedang asik nenonton sambil duduk bersandar di headboard kasurku.
"Nggak!" Jawabnya singkat.
Kini Taylor duduk di sebelahku. Ia mengangkat lengan kanannya dan mencoba untuk merangkulku. Aku lalu mendorong badanku sedikit kedepan dan mengizinkan lengannya merengkuh bahuku. Ada keheningan yang aneh setelah dia berhasil merangkulku. Saat aku mencoba menoleh kearahnya. Taylor segera memiringkan kepalanya hingga bersandar di atas kepalaku. Aku bisa mencium dengan jelas aroma collogne Taylor. Tak lama tangan yang tadinya merangkul bahuku kini sudah mengelus rambutku. Aku terdiam kebingungan saat Taylor melakukannya.
'Hm, ada masalah apa di kantor Ayah sampai kakak seperti ini?' Batinku.
Kubiarkan Taylor melakukan apa yang bisa menenangkannya. Sudah kebiasaannya memang setiap ada masalah, akulah yg akan menjadi tempatnya pelampiasan emosinya. Kuhentikan filmku, lalu menutup dan meletakkan laptopku menjauh dari kami. Aku bergerak keatas pangkuan Taylor. Posisi kami sekarang saling berhadapan sekarang. Aku menatapnya sekilas, lalu memeluk lehernya. Taylor hanya terdiam membiarkanku melakukannya. Aku menepuk punggungnya hingga Taylor mulai merasa tenang dan membalas pelukanku sambil ikut menepuk nepuk punggungku dengan lembut.
"Maafkan Kakakmu ini ya." Ucapnya tiba tiba.
"Iya, Kak. Aku tidak pernah sepenuhnya marah sama Kakak. Yah, meskipun Kakak menyebalkan sih." Kataku dengan suara kecil.
Taylor mendengus dan tertawa kecil di pelukanku. Ia menghirup udara di ceruk leherku dan kemudian menyandarkan dagunya di bahuku denga manja.
"Aku tidak tau kenapa kamu selalu baik." Ucap Taylor.
"Maafkan Kakakmu ini." Taylor mengeratkan pelukannya padaku.
'Hm? Perkataan yang sama. Kan sudah kubilang aku memafkanmu Kak.' Kekehku sembari menganggukkan kepala dan tetap mengelus punggung kakakku.
"Ya sudah lanjut gih! Makasih ya, sudah nemenin Kakakmu yang tidak bisa di andalkan ini." Ucapnya setelah dia melepaskan pelukannya dan mengangkatku lalu mendudukkanku kembali keposisi awal.
"Hah? I-iya Kak. Kalau ada apa apa nanti datang aja lagi." Ucapku kikuk.
Taylor mengeluarkan senyuman aneh yang tidak bisa ku artikan, lalu mengacak rambutku sekilas sebelum pergi menjauh.
"Apa sih! Selamat malam, Kak." Kataku dengan penuh rasa riang.
Aku berharap kakakku juga ikut bahagia melihat senyumanku.
"Selamat malam." Balasnya masih dengan senyuman yang tidak bisa diartikan itu, sebelum menutup pintu.
'Kenapa dia sunyum menakutkan seperti itu sih?' Takutku yang membayangkan kembali senyuman Taylor yang terlihat menyedihkan itu.
.
.
.
Brak!!
Prang!!! Gubrakk!!!Aku terbangun dengan kaget saat mendengar suara gemuruh yang timbul dari luar kamarku."Cari mereka!" Ucap samar samar seorang pria, di lanjutkan dengan suara gaduh yang mengerikan.
Aku terdiam, tubuhku terpaku kaku tidak bisa bergerak dan aku menangis tanpa suara.
Iya.
Aku ketakutan!
'Apa maling?' Pikirku.
Jantungku berdetak tidak karuan dan kini badanku tidak bisa ku gerakkan saat suara gaduh itu terdengar semakin mendekat.
"Ayah.. Ibu.. Kak Taylor.. Tolong aku." Bisikku serak.
Pintu kamar Taylor berada tepat di depan kamarku. Harusnya dia datang menemaniku dalam kondisi mencekam seperti ini. Tapi kemana dia?
Brakkk!!!Pintu kamarku di dobrak oleh seorang pria berjas hitam, dengan kacamatanya yang menutupi mata sipitnya tengah mengobservasi kamarku. Saat mata kami bertemu, tubuhku menegang seketika saat ia semakin mempertajam pengelihatannya padaku."Kami hanya menemukan seorang gadis, Tuan." Ucapnya sembari menyentuh headset di telinganya.
"Baik." Ucapnya kemudian menerobos masuk ke kamarku dan menarik paksa lenganku untuk turun dari tempat tidur dan memaksaku mengikutinya.
Aku menangis sambil memukul lengannya dengan sisa tenaga yang kupunya. Begitu kami keluar dari kamar, aku bisa melihat betapa hancurnya kondisi dalam rumahku saat itu. Vas, guci dan foto semua jatuh berserakan di lantai. Beberapa pintu dalam kondisi rusak akibat ditendang paksa dan beberapa pria berjas hitam lainnya yang menerobos masuk ke setiap ruangan. Aku melihat kamar Taylor terbuka dan berantakan. Tapi kosong?
"Lepaskan aku!" Teriakku.
Tidak bergeming, pria ini tetap menarik lenganku dan memaksaku mengikutinya ke pintu utama rumah.
"Tolong, lepaskan aku Tuan." Rintihku kemudian.
Dia hanya menoleh dan melirikku dengan matanya yang tajamnya.
"Jangan harap kau bisa lepas dari Tuan Dante, Nona." Sinisnya.
Aku bergidik ngeri melihat matanya itu.
'Dante? Siapa?' Batinku.
Aku mengikutinya masuk ke kursi penumpang di salah satu mobil hitam yang ternyata sudah banyak terparkir berserakan di pekarangan rumah kami. Aku terduduk diam bersamanya di depanku. Ya, kami duduk saling berhadapan.
'Sia sia saja aku melawan. Ternyata jumlah mereka banyak sekali. Siapa mereka? Dimana Ayah, Ibu dan Kak Taylor?' Pikirku dengan mata kosong dan sembab akibat air mata yang masih mengalir tanpa henti.
Aku hanya bisa menangis tanpa suara saat mobil berjalan meninggalkan rumahku. Mataku menatap ke arah luar jendela mobil dengan tatapan kosong. Lampu malam dan suasana dingin kota ini semakin mengaburkan pikiranku. Pria dengan kacamata di depanku saat ini masih setia memperhatikanku dengan tatapan tajamnya. Tapi aku sudah tidak peduli lagi karena sibuk dengan pikiranku yang penuh dengan pertanyaan, tanpa ada yang tau jawabannya.
"Kau..." Tegurnya.
Aku meliriknya. Suaranya yang dalam berhasil mematahkan lamunanku.
"Siapa namamu?" Tanyanya dengan ekspresi datar.
Aku terdiam sejenak untuk berpikir sebelum menjawab.
"Lylia."
"Namaku... Lylia"
Lylia POV END
***
Author POV Hari itu baru memasuki bulan ke delapan sebelum Lylia masuk ke rumah sakit karena air ketubannya yang mendadak keluar karena kontraksi yang Lylia pikir sebagai kontraksi palsu semata. Dan dengan perasaan panik yang luar biasa, Dante segera menyuruh seluruh dokter kandungan yang bertugas hari itu untuk segera datang ke istananya tanpa terkecuali. Rasa panik juga dirasakan oleh Nicholas yang segera memesan tiket penerbangan kembali ke tanah air demi melihat sang adik yang tampaknya akan lebih cepat hadir ke dunia. Belum lagi Ted yang ikut kebingungan mencari penerbangan untuk melihat adik kesayangannya yang akan melahirkan. "Bagaimana Dok?!" Panik Dante. "Anaknya sudah bisa dikeluarkan, Tuan. Melihat kondisi Nyonya sekarang, sepertinya mustahil untuk melahirkan di Rumah Sakit. Apa Tuan mengizinkan kami untuk melakukan persalinan di sini?" Tanya dokter senior yang paling bertanggung jawab. "Lakukan apapun yang perlu kalian lakukan, asal istri dan anakku selamat!" Titah Dant
Author POV Dengan masih terbalut pakaian yang penuh dengan bercak darah, Dante membawa Lylia kembali pulang kerumah mereka setelah melalui malam yang sangat panjang dan menyiksa batin mereka berdua. Dengan berat Lylia melangkahkan kakinya meninggalkan gudang yang penuh dengan kenangan buruk nan melegakan itu. Ia baru saja telah memberikan izin suaminya untuk membunuh seseorang yang sudah menghancurkan kehidupannya dengan bantuan tangan dingin Dante. Tapi tangan dingin itu jugalah yang berkali-kali menyelamatkan dirinya dan membuatnya sadar bahwa semua masalahnya sudah berakhir. Tidak ada lagi mimpi buruk. Tidak ada lagi yang berani mengancam keberadaannya. Meski demikian, Dante tidak berbesar hati. Dia akan tetap waspada dan selalu memberikan perlindungan yang utama pada sang istri tercinta agar hal serupa tidak akan terjadi lagi untuk yang ke dua kalinya. Sudah cukup. Namun untuk sekarang ini, semuanya sudah selesai. "Daddy..." "Ya sayang?" Tanya Dante melirik istrinya yang tengah
Author POVKini jari Dante merengsek masuk mencongkel salah satu bola mata Ronan yang terus menatapnya benci. Dan tanpa perasaan ia mulai mengobrak-abrik rongga mata itu hingga salah satu bola mata itu berhasil ia keluarkan dalam kondisi sempurna yang kemudian ia lemparkan begitu saja tepat ke hadapan Alicia.Alicia semakin menangis tak terkendali. Ia sudah tidak mempedulikan borok dan luka yang membusuk di kedua tangan dan kakinya. Victor memperlakukan Alicia persis seperti apa yang sudah ia perbuat pada Lylia dengan membuat luka yang sama pada tubuh istri majikannya. Alicia mendekatkan dirinya pada tubuh Ronan yang masih bernyawa namun sudah tidak berbentuk lagi. Kedua tangan dan kakinya sudah tidak ada di tempatnya, perut dan dada yang berlubang akibat tebasan pedang tajam Dante, bibir yang hilang dari tempatnya serta bola mata Ronan yang keluar dari tempatnya. Ronan hanya bisa bergetar sesekali akibat kejang otot yang dirasakannya. Ia masih bisa melirik Alicia yang menatapnya iba
Author POV "Kau tau... Pedang ini turun temurun digunakan untuk mengeksekusi para saingan bisnis kotor keluarga Prime yang sudah berbuat curang dan licik sepertimu. Jadi seharusnya menjadi kehormatan bagimu bisa menjadi salah satunya." "DASAR BAJINGAN KAU DANTE!!! MATILAH KAU!!" Maki Ronan yang tau akan dilakukan seperti apa oleh monster yang satu itu. "Kau tau kenapa aku punya gudang seperti ini disini? Karena ini menjadi tempat yang tepat bagiku untuk menghabisi orang-orang yang licik seperti kalian. Jauh segala sesuatu yang mewah dan pantas. Kalian hanya seonggok sampah yang membuatku kesulitan. Dan kau tau siapa yang menyukai sampah?" Tanya Dante saat sibuk memangkas tangan dan kaki Ronan satu persatu. "AAAAAKH!! BRENGSEK KAU DANTE SIALAN!! KUKUTUK KAU DAN SELURUH KELUARGAMU!!!" Jerit putus asa Ronan yang semakin membuat Dante tersenyum puas. Victor lalu datang membawa satu kandang kaca yang berisi tikus hitam yang besar dan bergerak yang bergerak sangat gesit bak sedang kela
Author POV"Kau tidak marah? Aku mencium seseorang yang kau sangat cintai dulu. Oh, tidak. Bahkan kau masih mencintainya sampai saat ini. Hanya saja rasa cintamu sudah tertutup dengan perasaan bencimu denganku." Smirk Lylia mencoba memprovokasi Alicia setelah puas mencium Dante."Seseorang yang begitu berkuasa ini ternyata sangat manis dan terlalu baik padaku. Apa kau pernah merasakan perhatian itu, Alicia? Rasa cinta dan kasih sayang Dante yang mengalir bak air hujan yang tidak pernah kering! Apa kau pernah dicintai sebegitu dalam oleh mantan suamimu yang terlalu romantis? Hm?!" Lylia mulai berjalan kembali mendekati Alicia.Dante sedikit kaget dengan segala macam ucapan provokatif Lylia. Istrinya itu mencoba menyerang dan menyiksa batin Alicia secara perlahan."Apa Dante pernah melakukan hal manis itu padamu? Tidak? Oh, kasihan... Kaulah yang harusnya dikasihani. Perempuan kasar yang kekurangan kasih sayang tapi haus akan kekuasaan dan kehormatan sepertimu malah mengais-ngais cinta
Author POV "DADDY HENTIKAN!!" Lylia berjalan meraih lengan Dante dengan mengesampingkan segala ketakutan yang menjalar di tubuhnya. "Lylia!" Panik Kai yang segera berjalan mendekat namun ditahan oleh Victor yang mengkhawatirkan keselamatan Kai. "Tahan, tunggu sebentar. Kita akan menyelamatkan Nyonya Lylia kalau Tuan mulai lepas kendali. Perhatikan terus mata itu." Bisik Victor. "Daddy kumohon..." Lylia mulai memeluk Dante dari belakang karena tidak berhasil menahan langkah penuh emosi Dante. "SINI KAU BRENGSEK! AKAN KUBAWA KAU BERTEMU KELUARGA PRIMEMU YANG TERKUTUK ITU!!" Maki Alicia tidak berhenti. Dante berhasil mendekati Alicia dengan Lylia yang masih menempel di tubuhnya. Dante meraih kerah baju Alicia, mengangkat tubuh kurus kering itu tinggi-tinggi dan mulai mengepalkan tangan kanannya seolah siap menghajar Alicia. "DANTE PRIME HENTIKAN SEKARANG JUGA!!!" Jerit Lylia. Dante tidak bergeming. "KALAU TIDAK, AKU AKAN MEMBUNUH ANAK INI!!" Tambahnya putus asa. Suara teriakan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments