Share

Bab 3 Mendadak Menikah

"Apa-apaan anak itu, kenapa tidak izin pada kita," umpat Dania kesal.

Namun, Dania -- Ibu kandung Amilie pun tak bisa berbuat apapun lagi selain hanya diam sembari menyaksikan Amilie menikah dengan Theo.

Ini sungguh diluar dugaan mereka.

Akad nikah pun berlangsung sekitar sepuluh menit. Lalu, keduanya pun saling bertukar cincin dan setelah itu Amilie mencium punggung tangan Theo.

"Apa aku sungguh menikah dengannya? Kenapa aku malah menerima ajakan menikah itu. Tapi, aku harap dia tidak seperti lelaki brengsek lainnya," batin Amilie.

Pilihannya hari ini membuat hatinya ragu tentang apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Tetapi, Amilie berharap bahwa kebahagiaan datang kepadanya setelah pernikahan.

Walaupun, trauma cinta itu masih membekas dengan luka yang begitu parah. Namun, karena dirinya telah menerima Theo menjadi bagian dari hidupnya. Ia pun berusaha untuk memulai awal yang baru, agar bisa melanjutkan hidupnya dengan nyaman.

Setelah akad nikah itu sudah terlaksana, Stephen menghampiri Theo dengan wajah dingin.

"Kak Theo, kita perlu bicara!"

Theo menoleh ke arah Stephen dan bertanya. "Ada apa lagi?"

"Ikut denganku!" ajak Stephen, membalikkan badannya dan pergi. Theo mengikuti langkah kaki Stephen dan meninggalkan Amilie di sana.

Mereka berjalan keluar dari ballroom tersebut dan memilih tempat yang sepi untuk berbicara empat mata.

Saat itu, Amilie panik. Ia takut keduanya bertengkar, tetapi ia juga tidak ingin ikut campur dengan urusan mereka.

Theo terus berjalan mengikuti Stephen. Hingga, Stephen pun menghentikan langkah kakinya diluar ballroom.

"Apa yang mau kamu bicarakan? Katakanlah. Aku tidak punya banyak waktu!"

Stephen memegang kerah baju Theo dan mengancamnya. "Kenapa Kakak menikahi Amilie? Lepaskan dia, kalian tidak cocok!"

Theo melihat ke kerah bajunya dan melepaskan tangan Stephen dari kerahnya dengan kuat.

"Ternyata kau tidak pernah mau berubah. Tetap egois dan berbuat sesukamu."

"Apa maksud Kakak mengatakan hal itu?!"

Theo menyunggingkan bibir kesal. "Kalau kamu tidak mau Amilie aku nikahi, seharusnya kamu tidak membuatnya sakit hati dengan menikahi Amanda. Apa kamu tidak sadar bahwa sikap dan keputusanmu ini telah menyakiti hatinya?"

"Bukankah Kakak sendiri tahu bahwa aku dan Amanda dijodohkan. Ini keinginan orang tua kita bukan keinginan aku. Kenapa Kakak sama sekali tidak mengerti?" bantah Stephen.

"Kalau kamu bersungguh-sungguh dengan Amilie, seharusnya kamu menolak perjodohan itu!"

Stephen terdiam, ia tak bisa membalas perkataan Theo lagi. Sampai pada akhirnya Theo memutar badannya dan pergi begitu saja dari hadapan Stephen.

"Kak Theo, jangan menghindar! Kamu tidak bisa menikahinya tanpa ada izin dariku!" teriak Stephen.

Theo menghentikan langkah kakinya sejenak dengan kedua tangan mengepal, tetapi kemudian Theo memilih pergi dan mengabaikan adiknya.

"Sudah terlambat, kini dia istriku!"

Keegoisan Stephen ini membuat Theo muak dan seakan ingin membalas perlakuan Stephen terhadap Amilie. Tetapi, Theo berpikir ulang dan memilih untuk menghindari Stephen saja selama lelaki itu tidak mencelakai Amilie.

"Kak Theo, kamu pasti akan menyesal karena telah menikahinya!"

Theo terus berjalan tanpa mendengarkan apa yang Stephen katakan kepadanya. Sedangkan Stephen, ia terus mengikuti Theo berjalan ke ballroom tersebut.

Dari jauh, Amilie melihat Stephen dan Theo telah kembali ke ballroom dalam keadaan baik-baik saja tanpa melihat luka lebam pada tubuh mereka.

"Sepertinya bukan masalah serius, syukurlah," gumam Amilie.

Theo menarik tangan Amilie tiba-tiba dan membawanya pergi. "Ayo kita pergi sekarang, jangan berada di sini!" ajaknya tanpa mempedulikan yang lainnya lagi.

"Tunggu dulu, aku tidak bisa pergi begitu saja!" sergah Amilie sembari melihat kedua orang tuanya yang memalingkan wajah ke arah lain karena kecewa dengan anaknya yang telah membuat mereka malu.

"Jangan sekarang, besok saja." Theo hanya tidak mau kalau Amilie ikut terjebak dengan masalah yang baru.

"Kamu tidak bisa membawanya pergi, Kak! Dia tidak mau pergi bersamamu!"

Dari sisi kanan, Stephen datang kepada mereka dan berusaha menghentikan Theo yang hendak membawa Amilie pergi.

Theo yang melihat Amilie yang tampaknya masih mengharapkan Stephen, itu membuat dirinya melepaskan pergelangan tangan Amilie dan meninggalkannya di sana.

Amilie merasa bahwa tidak memiliki siapapun yang bisa ia jadikan tempat bersandar. Lalu, Amilie pun kemudian berlari mengejar Theo.

"Tunggu aku! Aku mau ikut denganmu!" seru Amilie, yang kemudian meraih tangan Theo dan berjalan pergi keluar dari ballroom tersebut.

Theo melirik ke arah Amilie sembari tersenyum tipis karena ternyata Amilie lebih memilih dirinya daripada Stephen.

"Kenapa tidak memilihnya?" tanya Theo iseng.

"Sekarang kamu sudah menjadi suamiku, kenapa aku harus bersama dengannya?"

Perbincangan mereka terus berlanjut, hingga Amilie pun menanyakan sesuatu hal yang membuatnya bertanya-tanya.

"Kak Theo, omong-omong ... Cincin itu siapa yang menyiapkannya? Bukankah pernikahan kita tadi sangat mendadak? Dan kapan kamu menghubungi penghulu itu?"

Sontak, Theo pun menghentikan langkah kakinya. Pandangannya mengarah pada Amilie -- siap menjelaskan.

Theo memalingkan wajahnya ke arah lain dan kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju mobil yang terparkir di parkiran hotel itu.

"Tolong jawab pertanyaanku, jangan membuat aku bertanya-tanya begini," cecar Amilie.

"Ini cincin temanku. Aku hanya meminjamnya untuk sementara waktu," jawabnya dengan singkat.

"Kenapa sepasang?"

Selama belum puas dengan jawaban tersebut, Amilie tetap mempertanyakan apa yang membuatnya penasaran.

"Kebetulan temanku akan menikah juga. Em, itu hanya cincin titipkan saja."

Tak ada yang menduga bahwa pernikahan ini terjadi, tetapi Theo yang sudah mendengar desas-desus kabar pertunangan adiknya itu. Membuatnya tidak bisa membiarkan rasa malu dan kecewa menyelimuti hati Amilie. Ia membeli cincin dan mencoba menggantikan posisi Stephen untuk menikahi Amilie.

"Kenapa kamu membuat keadaan semakin rumit!" ujar Amilie kesal.

"Aku tidak mau melihat dirimu berputus asa sampai bunuh diri seperti tadi. Sekarang kamu sudah menjadi istriku, bertahanlah untuk beberapa bulan saja."

"Lalu, maksudmu setelah itu aku akan menjanda?"

"Niatku hanya menyelamatkanmu. Lagi pula, untuk apa menjalani pernikahan begitu lama kalau kamu tidak mencintaiku sama sekali."

"Kalau rencanamu begitu, lebih baik tidak usah menikahiku dan membiarkanku mati saja." Amilie memegang jari manisnya dan mencoba melepaskan cincin yang melingkar di jarinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status