“Tidak selamanya kita harus berada di depan, ada kalanya kita mundur ke belakang untuk melangkah lebih jauh kedepan.”
-------------
Kanaya Naratama
Siang ini di Singapura sangatlah terik. Setelah menyelesaikan semua urusan aku segera ke apartemen untuk melanjutkan packing barang-barang yang akan ku bawa pulang ke Indonesia. Setelah 6 tahun tinggal di Jogja, 4 tahun tinggal di Malaysia dan 4 tahun tinggal di Singapura, akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan menetap di Indonesia. Aku ingin berbakti kepada kedua orang tuaku dengan cara memenuhi permintaan ayah yang menginginkan aku tinggal di Jakaarta bersama mereka. Memutuskan tinggal di Jakarta bukanlah hal yang mudah, tapi aku mencoba ikhlas dengan keputusan berat yang aku ambil ini,
Sudah satu minggu ini ayah dirawat di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya kambuh dan ayah meminta ku untuk pulang dan menetap di sana. Awalnya aku menolak permintaan ayah tapi karena ayah memaksa dan banyak yang membujuk demi kesehatan ayah, akirnya aku menuruti permintaan ayah. Memutuskan tinggal di Indonesia bukanlah hal yang mudah, tapi aku mencoba ikhlas dengan keputusan berat yang aku ambil ini,
Aku berjalan menuju unit apartermen ku dengan perasaan sedih karena besok aku harus pulang ke Indonesia dan meninggalkan Negara ini dengan berat hati. Akan tetapi rasa sedih ku hilang seketika, saat aku melihat sosok yang aku sayangi seperti bunda ku sendiri, sosok yang selalu menemaniku selama aku di Singapura. Sosok yang menjadi bunda, sahabat, dan teman, dia adalah tante Marta sahabat ayah dan bunda ku. Tante Marta dan suaminya om Sam lebih sering tinggal di Singapura dari pada di Indonesia. Aku dan tante Marta sangat lah dekat bahkan tante marta sudah menganggap ku seperti putrinya sendiri.
Saat aku masuk ke kamar aku melihat tante Marta sedang sibuk membereskan barang-barang ku yang akan aku bawa pulang ke Indonesia. Dengan telaten beliau memasukan dan menata baju-bajuku dengan rapi ke dalam koper.
“Assalamualaikum.” Aku mengucapkan salam dan segera menghampiri tante marta untuk bersalaman dan tidak lupa mencium punggung tanganya.
“Waalaikumssalam, udah pulang Nay?” Tanya tante Marta yang masih sibuk memasukan barang-barangku ke dalam koper.
“Iya tan, Alhamdulilla semua urusan Naya udah beres.” Jawabku sembari meletakkan berkas-berkas di meja.
“Alhamdulilla, ya udah makan dulu sana tadi tante udah masak” tante Marta mengelus kepalaku yang terbalut jilbab.
“Iya, bentar ya tan. Naya mau sholat dzuhur dulu.” ucap ku sambil menaruh tasku di atas meja.
“Ya udah, tante tunggu di dapur ya.” Tante Marta berjalan keluar kamar ku.
“Ok, tan.” Jawabku, dan segera menuju kamar mandi.
Setelah sahlat dzuhur aku segera mengajak tante Marta makan bersama, setelah selesai makan siang aku segera melanjutkan packing barang-barang yang akan aku bawa dan masih di bantu sama tante Marta tentunya.
“Tan makasih ya udah bantuin Naya.” Kataku di sela-sela kegiatan packing kami.
“Iya Naya sayang, justru tante seneng bisa bantu Naya.” Jawabnya.
“Maaf kalo selama Naya di sini, Naya selalu ngerepotin tante sama om Sam.” Aku memeluk tante Marta, karena selama di Singapura aku selalu merepotkan tante Marta dan om Sam.
“Naya tau tidak, tante sama om Sam justru malah senang kalo Naya minta tolong, minta anter jemput saat kerja, naya minta ditemenin nonton. Kamu itu udah tante anggap sperti anak tante sediri. Semenjak Alifa meninggal, ayah sama bunda kamu minta om dan tante untuk ikut jagaiin kamu supaya kejadiaan yang sama tidak menimpa kamu.” tante Marta cerita panjang lebar sembari mengelus kepala ku.
“Makasih tante.” Aku mengeratkan pelukan ku dan tak terasa air mataku menetes. Aku sangat beruntung, di saat aku jauh dari keluarga, masih ada orang yang begitu menyayangiku seperti ayah dan bundaku.
“Hey, Why you crying my princess?” Tanya tante Marta ketika menyadari air mataku menetes.
“Nothing” Aku semakin mengeratkan pelukanku dengan air mata yang masih menetes di pipiku.
“Gimana kalo abis packing kita jalan-jalan, Ya seenggaknya say good bay for the last dan beli oleh oleh buat ayah dan bunda sama kak Helga.” Seakan tau apa yang sedang aku rasakan tante Marta mencoba menghiburku dengan mengajak ku jalan-jalan.
“Aku mah iyes aja lah tante, yang penting tante yang traktir” Aku melepaskan pelukan ku dan tidak lupa dengan senyum manis, aku meng iyakan ajakan tante Marta.
Setelah selesai packing aku segera mandi dan shalat ashar, setelah shalat aku dan tante Marta segera keluar menuju parkiran. Sore hingga malam ini aku berencana menghabiskan waktu buat jalan-jalan dan membeli oleh-oleh buat keluargaku. Setelah puas jalan jalan dan membeli oleh-oleh aku segera pulang ke apartermen. Malam ini tante Marta menginap di apartemen ku karena besok dia akan mengantarkan ku pulang ke Indonesia.
--------------
Tepat pukul 05:30 AM waktu Singapur aku sudah bersiap untuk ke Canghi International Airport. Penerbangan ku dijadwalkan pukul 06:40 AM dan akan tiba di Indonesia pukul 07:35 AM. Sejak pkul 05:00 AM om Sam sudah tiba di apartemen ku dan bersiap mengantarkan aku dan tante Marta ke Bandara. Om Sam tidak ikut pulang ke Indonesia karena masih ada beberapa pekerjaan yang belum bisa ia tinggal, tapi ia janji setelah pekerjaanya selesai om Sam akan menyusul ke Indonesia untuk menjenguk ayah.
Setelah tiba di bandara aku segera cekin dan menunggu di ruang tunggu keberangkatan, selama menunggu aku banyak berbincang-bincang dengan tante Marta.
“Nanti mau pulang dulu atau mau langsun ke rumah sakit? Tanya tante Marta.
“Pulang dulu deh tan, mau naruh baran-baran dulu di rumah.” Balasku.
“Ya udah, nanti yang jemput siapa?” Tanya tante Marta lagi.
“Kayaknya sih kak Helga, tapi tau nih kak Helga belum ada kabar, kayaknya sih belum bangun deh.” Jawabku sembari mencoba menghubungi kakakku yang susah sekali dihubungi.
“Kalo Helga tidak bisa jemput nanti biar anak tante aja yang jemput ke bandara, tidak papa, dia pasti mau.”
“Iya tan”
Dertt…dertt….
Tiba- tiba Hp ku bergetar menandakan ada sebuah panggilan yang masuk.
Calling by phone…..
Me: Hello, Assalamualaikum.
Kakak: Waalaikumssalam, maaf kakak baru bangun, udah take off ya?
Me: Belum kok, 15 menit lagi.
Kakak: Ya udah kakak siap -siap dulu ya, nanti kalo udah sampai Jakarta langsung call aja.
Me: Iya my charming brother.
Kakak:Ya uda, Assalamualaikum.
Me: Waalaikumsalam.
“Siapa Nay?”Tante Marta bertanya siapa yang baru saja menghubungi ku.
“Kak Helga tan, katanya bisa jemput kok nanti.” Jawabku.
“Syukur deh.” Ujarnya seraya tersenyum.
Tepat pukul 06:40 AM waktu Singapura pesawat meninggalkan bandara. Aku menghela nafas, sepertinya aku harus berusaha ikhlas dan memantapkan hati untuk menetap di Negara kelahiaranku. Sekilas masa dimana aku memulai mengukir pendidikan S1 di Malaysia hingga melanjutkan S2 di Singapura melintas dalam fikiranku. Goodbye Singapur, goodbye kenangan, goodbye impian.
Bersambung……
“Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah berikan, yakinlah ketetapan Allah adalah yang terbaik.”---------- Bila ada satu hal pasti yang harus Kanaya yakini dari kehidupan, maka itu adalah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Pada akhirnya, hanya Tuhan dan suaminya serta kedua putranya tempat berpegang. Suaminya lah yang membuat kakinya bisa kuat untuk berdiri, sedangkan kedua putranya yang menjadi alasan Kanaya untuk tetap sabar dan ikhlas menerima cobaan. Dan tentu ia harus sangat teramat sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menakdirkan dirinya memiliki mereka, suami dan kedua putra hebatnya. Perjalanan hidup manusia tidak selalu sesuia har
Note: Next part adalah part penutup yaJ.“Karena memang kehidupan itu penuh dengan cobaan, ya. Bahkan selama kita masih hidup, cobaan tidak akan pernah berhenti menghampiri. Kuncinya Cuma sabar, sabar dan sabar hingga sampai ke titik ikhlas dimana kita yakin dan percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Semua pasti ada solusinya, semua pasti ada jalanya.”----------Namanya kehidupan pasti tidak terlepas dengan cobaan dan ujian kehidupan. Pada hakikatnya manusia tidak diuji di luar batas kemampuannya. Bagi mereka yang mampu mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang ada dan selalu bersyukur, maka akan mampu melewati ujian-ujian kehidupan ke depannnya. Yakin bahwa setiap ujian adalah cara Tuhan untuk mendewasakan kita, terlebih semua ujian hidup ini tak ada yang abadi.Dinnar dan Kanaya mencoba melewati ujian terberat dalam rumah tangganya dengan sabar dan iklas. Kehilangan je
WARNING!!. Part ini mengandung adekan yang bikin panas dingin, bijak dalam membaca yang tidak berkenan bisa abaikan. Sebenarnya ini gabungan part sebelumnya, tapi karena kalau aku jadiin satu part, katanya kebanyakan jadi lebih baik aku jadiin dua part.“ Dalam kehidupan berumah tangga, pertengkaran menjadi salah satu badai yang akan menerpa bahkan mungkin sering. Dan bercinta mungkin bisa menjadi salah satu cara dimana pasangan akan berbagi perasaan untuk menyelesaikan masalah, dan bercinta seolah menjadi pelangi di akhir badai. Mungkin bukan diakhir badai, tapi di sela badai yang belum kunjung usai.”---------- Perlahan Dinnar meletakkan Kanaya di atas ranjang, keduanya berhimpit tanpa jarak. Mungkin karena rindu akan sentuhan membuat keduanya tidak ingin melepaskan pangutan, hingga Kanaya perlahan yang melepas
“Mawaddah dalam rumah tangga akan tercipta saat suami dan istri mampu saling menguatkan. Dan rumah tangga akan menjadi bahagia saat cinta yang di bangun tidak bercampur dengan ke egoisan.”----------Dinnar melangkah memasuki rumah mewahnya, ia sedikit bersemangat. Menginggat ada kabar baik mengenai putrinya, semoga dengan kabar ini istrinya bisa kembali semangat menjalani hidup.Dinnar segera menuju kamarya, ketika melewati kamar putra kembarnya, ia mendengar isakan kedua putra kembarnya. Dinnar segera masuk, khawatir dengan keadaan Afnan dan Aflah.Terlihat di ranjang masing-masing mereka kompak menelungkup menyembunyian wajahnya di bawah bantal dengan isak tangis menyedihkan. “Abang, adek?” Afnan yang mendengar panggilan sang ayah mengangkat bantal yang menutupi kepalanya dan segera menghapus air mata yang masih tersisa. Sementara Aflah ia masih setia dengan isakkanya.Melihat putra bungsunya masih
*Alurnya dipercepat ya, bancanya pelan-pelan saja!*“Setegas dan setegar apapun seorang Ayah, ia akan bersedih bahkan tidak akan merasa malu untuk menangis ketika ia harus kehilangan anaknya terlebih putri manisnya.”----------“Alesha diculik……..” Detik berikutnya tubuh Kanaya melemas dan pingsan dalam dekapan Dinnar.Flashback at CCTV control roomBrakk…..Dinnar membuka ruang kontrol CCTV, di sana sudah ada Toni dan Arvan. Sepertinya sahabat-nya itu gerak cepat, karena saat ini mereka sedang menatap layar monitor dan mendengarkan penjelasan petugas yang jaga. Dinnar mendekat ke monitor dan menatap layar besar di hadapannya itu, di monitor itu terekam jelas ketika Alesha berjalan menuju toilet. Ketika Alesha keluar dari toilet, ada dua orang laki-laki dan perempua menghampiri Alesha, sepertinya ora
"Memang benar, bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang di sisi Tuhan-nya dan tanda bahwa Tuhan semakin menyayangi dirinya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Dan tentunya ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita sebagai makhluk Tuhan adalah bersabar."----------5 Tahun Kemudian………Lima tahun sudah derai tawa menghiasi rumah mewah keluarga Agustaf. Dinnar dan Kanaya saling membahu dalam merawat dan mendidik ketiga buah hatinya. Dinnar dan Kanaya tidak menyetujui usulan Sam dan Marta yang ingin menggunakan jasa baby sistter untuk membantumegurus Queen dan Prince-prince dikeluarga bahagia itu.“Kakak!!! Adek!!.....” Teriakan nyaring terdengar menggema di seluruh ruangan di dalam rumah mewah itu. Menjadikan seluruh penghuni rumah yang tengah mengerjakan kegiatan masin