Share

Mengakhiri penderitaan

Sepanjang hari Krisna begitu sibuk sampai dia lupa kalau Bayu seharusnya sudah pulang sekarang. Krisna berkali kali mengirimkan pesan kepada Bayu, tapi tidak satupun dibalas. Dia juga berusaha menghubungi Gea--Kakak Bayu namun hasilnya sama.

Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Krisna berjalan menuju rumah Bayu yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Krisna tak sabar ingin melepaskan semua rindu pada pria kesayangannya itu sambil memeluk Bayu erat. Dia ingin menangis di pelukan Bayu, dan mendengar Bayu meyakinkannya kalau semua hal akan baik-baik saja.

Saat tiba di sana, Krisna memencet bel beberapa kali, tapi tidak seorang pun keluar membukakan pintu. Krisna mencoba menelpon Bayu namun lagi-lagi Bayu tidak menjawab panggilannya.

Apa mungkin Bayu tidur?

Krisna mengirimkan sebuah pesan pada pria itu.

[Bay, di rumah nggak ada orang? Aku di bawah]

Beberapa menit kemudian pesan itu di baca. Senyum Krisna mengembang saat seseorang membuka gerbang. Seperti dugaannya, pemuda yang sangat dia rindukan itu berdiri di sana.

"Bay, kangen," ujarnya manja, sambil menggenggam kedua tangan Bayu.

Diluar dugaan Krisna, Bayu justru menatapnya dengan datar. Dia pikir Bayu akan langsung meluknya seperti apa yang selalu pria itu lakukan.

"Sedang apa kamu di sini?" perkataannya begitu dingin, menusuk hingga ke ulu hati Krisna, membuat mata gadis itu berkaca-kaca seketika.

"Sa-sayang... kok kamu ngomongnya begitu?" suara Krisna bergetar.

"Sudahlah, Na, Aku sudah tahu semuanya!" ucapnya sambil menepis kedua tangan Krisna.

"Sudah tahu apa?" tanya Krisna heran sambil menatap mata pria itu dengan pandangan yang mulai kabur.

"Na, kamu tahu, yang masukin kamu di perusahaan itu adalah kak Gea. Kakakku. Kenapa kamu tega sekali mempermalukannya? Kenapa harus Pak Bram? Apa kurangku dan keluargaku sama kamu, Na?" tanya Bayu dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya dengan suara bergetar. Ia mencengkram bahu Krisna kuat, tanda kalau pemuda itu sedang berusaha menahan emosinya.

"Bay, kamu tahu aku lebih dari siapapun..."

"Karena aku tahu kamu! Kamu bahkan nggak balas pesanku kemarin malam!" nada Bayu meninggi.

Tatapan itu sungguh membuat Krisna ketakutan. Dia berusaha memeluk Bayu agar emosinya mereda, tapi Bayu tetap tak menghiraukannya. Bayu mendorong pelan tubuh Krisna agar menjauh darinya, kemudian berucap, "Mari kita akhiri sampai di sini. Aku nggak bisa bersama wanita yang nggak bisa menjaga kehormatan keluargaku."

Perkataan Bayu bak sebuah anak panah yang mencap tepat di jantung Krisna. Krisna seperti kehilangan banyak oksigen. Dia terpaku di tempatnya menatapi Bayu yang menghilang dari balik pagar dengan air mata yang seakan berlomba meninggalkannya juga.

Bayu tetap tidak akan mempercayainya meski Krisna berusaha. menjelaskan segala hal 'bukan? Bayu yang Krisna kira mengenal dirinya lebih dari siapa pun? Bayu yang satu-satunya Krisna miliki dan dia andalkan? pada akhirnya Bayu juga meninggalkan Krisna hanya karena apa yang orang lain katakan.

Krisna tidak percaya kalau keparcayaan lelaki yang sudah hampir dua tahun bersama dirinya itu begitu rapuh.

Krisna dapat merasakan dunianya runtuh.

***

Sepertinya, hanya karena gadis rapuh itu terlihat kuat, semesta jadi semakin tertarik memberikan siksaan-siksaan dengan hikmad. Seakan tak cukup puas pada hari panjang yang tak pernah lebih buruk sebelumnya, Krisna menemukan kejutan lain di depan gerbang rumahnya malam ini.

Dua sosok pria tengah berdiri di sana. Satu berambut gondrong, tubuh kekar, serta sebuah bekas luka seperti duri ikan, menghias di sepanjang dagu kirinya. Yang satunya lagi, berpenampilan lebih rapi, perut buncit dan kepala nyaris pelontos-- dua wajah yang mau tak mau jadi akrab si mata Krisna, meski mereka tak ada ramah-ramahnya sama sekali. Sungguh.

"Eh, Om! udah lama?"

Krisna hanya bisa tercengir seperti orang idiot, dibalas dengan tatapan menohok dari dua manusia itu.

Dia lantas berjalan melewati mereka berdua, membuka kunci pagar sambil mengutuk di dalam hati.

Sialan! harusnya sebelum Bayu mencampakkannya, setidaknya pinjamkan uang dulu, dong!

Krisna berjalan menuju pintu utama, diikuti dua orang menyeramkan tadi. Dia terus menggigit bibir bawahnya, sambil merampal doa-doa agar setidaknya dua orang ini mau memberikannya sedikit kelonggaran.

"Ya Tuhan, kali ini aja bantu aku ... aku mohon," batinnya.

Krisna dapat merasakan darahnya memompa dengan cepat ke seluruh tubuh. Krisna coba menyusun kalimat yang tepat, agar orang di hadapannya itu tidak memakannya hidup-hidup.

"Om mau mampir? Saya buatin kopi, deh."

BRAK!

Pria berambut gondrong itu menggebrak pintu dengan kasar. Sikap Krisna yang bertele-tele, benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran. "Jangan banyak basa-basi! Sini! mana angsuran bunganya." Ia menyodorkan tangannya yang besar.

Krisna menelan salivanya dengan susah payah. "Ga-galak banget, sih, Om ... " ucapnya tergagap. "Jadi gini Om botak." Krisna gantian menatap pria yang satunya, "boleh, nggak bulan ini aja saya nggak nggak nyicilin bunganya. Boleh, ya. Please." Krisna mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah sambil sedikit membungkuk.

Pria itu berdecak pelan. Dia menggelengkan kepalanya yang pelontos, kemudian berkata, "Krisna ... Krisna ... Saya membiarkan kamu mengangsur bunganya terlebih dahulu hanya karena saya kasian sama kamu. Jangan menyalahgunakan kebaikan hati saya gitu, dong."

"Iya, Om botak. Saya sangat bertimakasih sama Om. Tapi saya baru saja di pecat Om. Saya janji akan bayar angsurannya dua kali lipat bulan depan." Krisna berusaha meyakinkan dengan sekuat tenaganya, meski dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan barusan. "Saya mohon jangan ambil rumah saya, ya Om."

Seketika gelak terdengar menggelegar dari pria tersebut. "Asal kamu tahu, saja. Meski saya ambil rumah ini sekalipun, tetap tidak akan cukup untuk membayar semua hutang Papa kamu!"

"Saya tahu, Om. Saya akan berusaha lebih baik lagi, saya janji."

"Kamu memang sudah seharusnya berusaha lebih." Ia tersenyum miring.

"Jadi ... saya bisa tetap tinggal di sini 'kan?" tanya Krisna dengan polosnya, membuat pria di hadapannya tersenyum lebar. Ia lantas menggelengkan kepalanya.

"Usir dia," ucapnya pada Pria berambut gondrong itu.

"Loh? Om?"

Krisna mencoba memberontak saat lengan kecilnya di cengkram oleh pria itu, tapi sia-sia. Pria itu menyeretnya keluar gerbang, kemudian kembali memanjat mengunci gerbang tersebut.

"Om bukain, dong! masa nggak kasihan sama saya." Gadis itu mengebrak-gebrak pagar yang tertutup rapat seperti orang kesetanan. Namun kedua pria yang masih berdiri di depan pintu itu sama sekali tak menghiraukannya.

"Saya sumpahin jadi budeg beneran, loh, ya... Ayolah, Om. Barang-barang saya masih pada di dalem, nih."

"Berisik!"

Krisna yang sama sekali tak melihat rasa iba sedikit pun dari kedua orang itu, mulai kehabisan akal. Tampaknya apapun yang Krisna katakan sekarang, tetap tak akan membuatnya mendapatkan kembali rumah tersebut.

"Om botak! ambilin tas saya yang ada di sofa dong," ucapnya memelas. "Hp saya di sana. Saya kan butuh ongkos buat nak taksi juga," tambahnya.

Pria botak itu memutar bola matanya, sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan sebuah tas coklat di tangannya.

"Nih!" ia menyodorkan tas tersebut dari antara cela-cela pagar. "Udah sana pergi."

Krisna menerima tas tersebut sambil menyunggingkan sebelah bibirnya.

Rumah, rumah siapa! yang diusir siapa!

"Makasih, Om, botak," ucapnya. "Barang-barang yang lain sekalian dong, Om." Krisna mengerlingkan kedua matanya."

"Nggak ada! pergi sana!"

"Tcih! galak amat."

Sebelum Krisna melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu, pria tersebut kembali berucap, "jangan lupakan kalau kamu masih harus masih harus membayar sisa bunganya. 2 Miliyar! Jangan mencoba kabur karena saya tetap akan menemukan kamu di mana pun kamu bersembunyi." Tatapan mata itu berkata seolah ia tak main-main dengan kalimat yang baru saja ia ucapkan.

Sebuah kalimat yang berhasil membuat Krisna terkejut dan lemas secara bersamaan.

***

Krisna pikir, di kehidupan sebelumnya, mungkin dia merupakan seorang pendosa besar. Makanya di kehidupan yang sekarang ini tuhan menghukum dia dengan sebegini beratnya.

Gadis itu telah berjalan menyusuri trotoar jalanan selama 30 menit, tanpa tahu kemana langkah kaki akan membawanya. Krisna memutuskan untuk duduk di tepian trotoar. Mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam tas, kemudian menatap lama sebuah nomor di sana.

Berkali-kali dia berniat menekan nomer tersebut, namun berkali-kali juga niat tersebut dia urungkan, sebab bagaimana cara Bayu menatapnya terakhir kali adalah hal yang cukup membuat Krisna sadar kalau Bayu bukan lagi orang bisa dia andalkan. Meski menyakitkan untuk diakui, Bayu sudah mencampakkannya.

Kemudian jemarinya menggeser layar tersebut. Mencari nama-nama yang mungkin saja bisa Krisna mintai tolong untuk menumpang barang satu malam saja. Krisna lantas menghembuskan napas gusar kala menyadari, betapapun ketergantungannya dengan seorang Bayu Ananta membuatnya sama sekali tak memiliki seorang teman. Bayu yang selalu berhasil membuat dunia Krisna berputar hanya di sekelilingnya. dan, ya ... Bayu yang sama yang meninggalkannya.

Satu-satunya teman yang Krisna miliki kini hanya Binta. Namun Binta tinggal dengan suami, anak, serta mertuanya. Mana mungkin malam ini Krisna tiba-tiba datang dan menumpang tinggal. Krisna tidak bisa merepotkan Binta.

Krisna kembali menyimpan benda persegi itu di dalam tas. Mendongakkan kepalanya, menatap langit yang seperti sedang mengejek, sebab dia menyembunyikan setiap hal indah, jauh dari pandangan Krisna. Lama gadis itu mendongak. Satu-satunya hal yang mampu membuatnya menunduk hanya tetesan-tetesan yang mulai jatuh dari langit. Perlahan, tapi pasti membasahi  bumi.

Tadinya, Krisna kira dia mungkin bisa menggelandang saja malam ini. Ternyata bumi bahkan tidak sudi untuk gadis itu tinggali. Buktinya dia mengirimkan hujan.

Benar. Kalau pada akhirnya Krisna menghilang, tidak akan ada seorang pun yang mencari. Tidak ada seorang pun yang peduli. Belum lagi 2 miliyar yang harus dia dapatkan, sedang namanya sudah masuk dalam daftar hitam setiap perusahaan. Bagaimana caranya Krisna membayar? untuk bertahan hidup saja mungkin dia sudah tak bisa.

Kini mata Krisna tertuju pada lalu-lalang kendaraan di hadapannya, kemudian sebuah pertanyaan muncul di benak Krisna; bagaimana jadinya, bila sekarang Krisna melemparkan tubuhnya dan membuat truk yang sedang melaju kencang itu? Mungkin hang akan sakit hanya tubuhnya, ya? hati dan pikiran Krisna harusnya akan baik-baik saja setelah itu.

Dengan tatapan kosong, dia mulai berdiri, kemudian melangkahkan kakinya pelan. Bunyi kelakson bersautan dengan umpatan yang sesekali dilontarkan pengemudi pada seorang gadis gila yang sedang berdiri mematung di tengah jalan.

Krisna memejamkan mata, menghirup napas panjang berusaha mengisi setiap rongga dadanya dengan udara. Barang kali, itu kan menjadi napas terakhirnya yang bisa dia ambil.

BRAK!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status