Enjoy!
-----
Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.
“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.
Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.
“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.
Meski demikian, bentuk bibir itu terasa pas di pandangannya. Gigitan itu juga membuat sesuatu di dalam diri Gavriel seakan tersengat.
“Jangan repot-repot membuat dirimu terlihat tak membutuhkan penawaranku.” Satu sudut bibir Gavriel tertarik, membuat Liora semakin menahan amarahnya. Ia benci Gavriel mengetahui rahasia pribadinya.
Satu tangan Gavriel kemudian menyingkap surai golden blonde halus Liora, sehingga kini ia dapat melihat leher jenjang nan indah wanita itu lebih jelas. Tangan Gavriel kemudian merengkuh leher itu. Ibu jarinya mengusap lembut dan membuat saraf-saraf Liora terasa terbakar.
Liora merasa bahwa ia tak boleh membiarkan Gavriel kembali menyentuhnya. Pria itu berbahaya. Terlebih ini bukan saat yang tepat.
Namun, sebelum tubuh Liora merespon untuk keluar dari penjara tubuh Gavriel, lingkaran perak dan sapphire mereka terlanjur saling menghantam hingga puing-puing pandangan keduanya berhamburan. Menciptakan rasa-rasa yang tak mampu jiwa mereka pahami, tetapi terlalu keras untuk mereka abaikan begitu saja.
“Ingatlah tentang Vierra,” ujar Gavriel lagi. Kali ini suara berat nan dalam itu mengalun lirih, seperti sebuah bisikan iblis, tetapi penuh hasrat.
Manik perak Liora turun pada jas hitam Gavriel. Jemari lentik, berkuku panjang nan rapi itu kemudian mendaki dan membelai garis kerah jas di sana bersama ia yang menarik wajahnya untuk mendekat. Perlakuan itu mengejutkan Gavriel, Liora benar-benar wanita yang tak bisa ia prediksi dengan mudah.
Di dalam hati, Liora tersenyum mengejek. Pria itu pikir, dia satu-satunya orang yang bisa mengendalikan keadaan saat ini?
Bahkan hidung Liora sempat membelai ujung hidung Gavriel dan membuat mata biru pria itu menajam, sekaligus menggelap, seperti lautan di malam hari. Napas keduanya melebur bersama aroma parfum mereka yang mencoba menguasai udara di antara celah tubuh.
Belaian tangan Liora di jas hitam itu, seakan menembus kulit dan membuat Gavriel tanpa sadar terpejam dan kian merengkuh leher Liora. Gavriel memiringkan wajah. Menghancurkan jarak di antara mereka. Ujung hidungnya menciptakan garis sentuhan di sisi wajah Liora hingga pelipis. Membawa desiran yang ia rasakan di sepanjang aliran darah untuk ia bagikan pada Liora.
“Apa sebenarnya yang kau inginkan Gavriel?” lirih Liora dengan wajahnya yang datar, menyembunyikan segala debaran jantung yang memecut, mencoba ia hiraukan.
Kelopak mata Gavriel seketika terbuka mendengar lirihan lembut yang menyebutkan namanya tersebut. Ini pertama kali ia mendengarnya. Senyum Gavriel segera terukir. Ibu jarinya merangkak, membelai bibir Liora sebagai bentuk pujian atas panggilan itu.
“Mengapa kau begitu tertarik pada perusahaanku? Aku tahu ini bukan hanya perkara uang, bukan?” lirih Liora lagi.
“Pada ujungnya ini semua tentang uang, Cara mia (Sayangku).”
Gavriel mempertemukan hidung mereka, lalu ia kembali memiringkan wajah. Ingin membelai bibir Liora dengan bibirnya sendiri. Suara wanita itu kala menyebut namanya seakan membangkitkan jiwa terdalamnya. Tak ada wanita yang memanggilnya dan menyisahkan efek seperti ini.
Namun, sebelum Gavriel berhasil menyentuh bibir itu, Liora lebih dahulu mendorong dada Gavriel. “Di mana dia?” tanya Liora dengan suaranya yang tetap datar dan dingin.
Gavriel terdiam beberapa saat. Perhatiannya tersita pada manik Liora yang bergetar. Ia dapat melihat dan merasakan luka yang tengah merambati wanita itu, meski ia tahu Liora menyembunyikan di balik wajah dingin itu.
“Atur hari penandatangan kontrak bisnis kita, maka kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan.” Gavriel menarik tubuhnya menjauh dan kembali berdiri tegak.
Mata Liora mengerjap, ia mendengar nada pria itu tak selembut yang biasa ia dengar. “Bagaimana aku bisa percaya bahwa kau benar-benar tahu keberadaan Alex?”
“Karena aku adalah Don Prospero,” jawab Gavriel ringan dengan senyuman khasnya.
*****
Butuh satu minggu bagi Liora untuk mempertimbangkan segalanya dengan bijak sampai ia dapat duduk di sofa ruang kerjanya di kantor saat ini, menunggu kedatangan Gavriel. Ia tahu berurusan dengan Prospero seperti menjilat ludahnya sendiri, tetapi ia nyatakan rela melakukan itu demi ia dapat membawa Alex menemui anaknya.
Gavriel benar, pria itu memberikan penawaran yang tak mampu untuk Liora tolak. Bagaimana ia dapat menyangkal dan menolak ketika ia telah mengerahkan segala upaya untuk mencari keberadaan Alex selama ini?
Namun, Liora pun telah menyiapkan beberapa rencana sebagai benteng perlindungan ketika kerjasama bisnis mereka telah berjalan nanti. Ia rasa kekhawatirannya beralasan kuat jika mengingat siapa yang sedang ia hadapi.
Meski demikian, Liora cukup penasaran dengan ayahnya yang tak bersuara dan tak bertindak sama sekali sampai hari ini. Apa itu berarti ayahnya mulai memberikan ia kepercayaan untuk menangani masalah ini? Semoga saja.
Liora segera bangkit dari duduk ketika Gavriel dan Daniel tiba. Mereka memang sepakat untuk bertemu lebih dahulu sebelum jam penandatangan kontrak bisnis secara formal.
Akhirnya ia tiba di hari yang dapat membuatnya mengetahui keberadaan Alex. Rasa lega bercampur gelisah dan gugup memenuhi diri Liora sampai membuatnya terus merasa mual. Sampai Liora tak bisa menahan diri untuk tak melakukan kebiasaannya memainkan rantai kalung di telunjuknya, setelah mereka saling bersalaman. Gavriel melihat hal itu dengan jelas.
“Minumlah terlebih dahulu,” ujar Gavriel dengan nada khasnya yang lembut di tengah suara beratnya.
Gavriel menggeser cangkir teh pada Liora untuk lebih dekat pada wanita itu, setelah sekretaris Liora masuk untuk mengantarkan teh. Mereka duduk dengan posisi Daniel berhadapan dengan Liora yang terpisahkan meja rendah, sementara Gavriel duduk di samping wanita bermata perak tersebut.
Liora dengan cepat menggeleng. Wajahnya masih mampu begitu datar dan dingin. “Langsung saja.”
Gavriel pun menoleh pada Daniel dan mengangguk. Pria berparas Asia Timur itu kemudian mengeluarkan sebuah map dan memberikan pada Liora.
Jantung Liora berdebar keras menatap sampul map berbahan kulit hitam itu. Ketika sampul itu ia buka, Liora segera dihadapkan oleh sebuah foto yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia terdiam kaku beberapa saat sebelum akhirnya menoleh pada Daniel dan Gavriel dengan cepat.
“Apa maksud foto ini?” tanya Liora dengan suaranya yang terasa tercekat.
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Happy Reading----- Liora seketika melipat bibir menahan tawa mendengar istilah yang selalu dipakai anak bungsunya tersebut setiap kali ada yang menyebutnya anak-anak. “Oke, pria bal—” Gavriel menutup mulut, sama-sama menahan tawa. Jika ia dan Liora sampai tertawa di depan Lanxer, anak bungsu mereka itu pasti akan sangat kesal. Ia kemudian cepat-cepat mengembalikan gestur wibawanya untuk menasihati sang anak. “Pria dewasa tak membentak dan mengentak kaki seperti anak kecil seperti ini.” Mata biru Gavriel menilik tingkah sang anak dari bawah dari atas. “Pria dewasa berkata sopan dan hormat pada orang lain, terlebih pada orang tuanya.” “Maaf, Daddy.” Lanxer langsung menunduk menyesal. Ia menarik napas dalam lalu menegakkan pandangan dan pundak, meniru gaya ayahnya yang selalu tegap dan keren di matanya. Gavriel mengangguk. “Pria dewasa sejati tidak takut mengakui perbuatannya sendiri.
Happy Reading----- “Tuan Muda, tolong jangan bermain ini lagi,” pinta seorang made guy yang sedang berlari kencang terbirit-birit di tengah kandang yang luas. “Tidak mau! Ini terlalu menyenangkan!” seru anak laki-laki berusia empat tahun sembari terbahak-bahak. Ia berada di atas punggung harimau putih yang sedang mengejar made guy di depan sana. Tangan mungilnya menggenggam collar kulit di leher binatang buas tersebut. “Wah larimu lebih cepat dari kemari. Ayo Carlo, kita jangan mau kalah, kejar dia!” katanya semakin semangat. “Ya Tuhan! Dari semua tugas, kenapa aku yang ditugaskan menjaga Tuan Muda Lanxer saat bermain seperti ini!” rutuknya semakin panik mendengar auman menyeramkan harimau putih di belakangnya. Ia cepat-cepat berlari menuju pohon terdekat dan buru-buru memanjatnya. Carlo, si harimau putih itu mengaum mengerikan karena kesal mangsanya naik ke atas pohon. “Yaaaah ...
Happy Reading----- Liora merintih. Pahanya menjepit kepala Gavriel tanpa ia sadari seiring keliaran tangan Gavriel yang memutarinya, menghancurkan dengan kenikmatan yang berpadu sesapan dan tusukan lidah panas. “Ya, ya ... ini berlebihan. Ya Tuhan, ini sangat nikmat, Gav,” erang Liora tertahan sembari menjambak rambutnya sendiri karena satu tangan Gavriel yang lain mempermainkan puncaknya. “Inilah yang pantas kau dapatkan, Cara mia,” kata Gavriel dengan napasnya yang menderu layaknya hewan buas mematikan. Gavriel memasukkan jarinya dan terus mempermainkan lidahnya, meneguk segala cairan cinta Liora untuk mengisi dahaga hasratnya yang tak berujung. Liora mengigit jarinya sendiri, menahan desahan dan teriakan bahagia karena rasa ini begitu menakjubkan. Ia masih mengingat ada Vierra yang tengah tidur di balik sekat dinding kamar ini. Pinggul Liora kemudian mengejang hebat bersamaan dengan cair
Happy Reading----- “Mrs. Arvezio." Bisikan Gavriel yang halus, berat dan nakal langsung menggelitik telinga Liora dan membuat dada wanita itu bergenderang. Panggilan itu benar-benar selalu saja berefek dalam. Pria itu memeluk sang istri dari belakang di tengah Liora yang baru saja memindahkan Vierra tidur di baby bassinet. Pelukan itu terasa begitu erat, menuntut janji. Terlebih ketika ujung hidung Gavriel menyapu kulit leher Liora, menciptakan sengatan geli yang meremangkan. Liora menggeliat dan membuat Gavriel terkekeh. “Ssssttt.” Liora cepat-cepat menutup mulut Gavriel. “Maaf,” bisik pria itu lagi. Ia mengecup leher itu, lalu menyandarkan pipinya di pelipis Liora. “Aku tak menyangka sebentar lagi dia akan dua tahun,” gumam Gavriel dengan mata birunya yang menyusuri damainya tidur Vierra. “Ya, seingatku baru kemarin aku menggendongnya keluar dari inkubator.” Liora tersenyum dengan benaknya yang
Happy Reading----- Gavriel tergelak, terlebih Liora yang hendak pergi dari posisi berbaring di atasnya. Cepat-cepat Gavriel menahan pinggang istrinya itu. “Jangan cemburu. Aku bahkan hanya bertemu ia sekali saat masih kecil.” “Namun, nyatanya sangat berbekas, bukan?” Liora menaikkan satu alisnya dingin. “Mau bagaimana lagi? Ia benar-benar mencoreng harga diriku sebagai anak laki-laki dahulu.” Kali ini kedua alis Liora terangkat. Ia pikir tadi sebuah pertemuan masa kecil yang manis. Gavriel menghela napas. “Harus kuakui bahwa hanya ada dua perempuan yang mengubah prinsip hidupku. Pertama gadis kecil yang dahulu pernah kutemui. Lalu kau, Cara mia. Kau mengubahku menjadi lebih bijak, meninggalkan dunia paling gulita dan tak beradab untuk memilah bisnis yang lebih baik.” “Apa yang gadis kecil itu katakan memangnya?” “Katakan? Tidak, Cara mia. Namun, apa yang dia lakukan.” Dahi
Happy Reading-----“Waaah!”Kali ini Vierra tak bisa menutupi keterpesonaannya dengan banyaknya bunga lonceng di bawah pepohonan tinggi. Sampai hijaunya rumput tergantikan dengan warna ungu kebiruan bunga-bunga itu.Di belakang mereka gemiricik air yang keluar dari tumpukan bebatuan menciptakan air terjun kecil yang memesona di antara aliran air sungai.“Tempat ini sangat cantik,” gumam Liora terpana seraya mengedarkan pandangannya.Gavriel tersenyum. Ia berjongkok dan menurunkan Vierra dari gendongan. “Ambil salah satu bunga itu,” bisik Gavriel.Vierra pun berjalan perlahan mendekati padang bunga lonceng tersebut dengan pengawasan Gavriel dan Liora di belakang.Sementara itu, made guy yang berjaga segera menata karpet piknik dan segala perlengkapan meja kecil dan makanan minuman di dekat batang pohon yang tumbang.“Don Gavriel,” kata salah