Home / Romansa / My love My neighbour / 7. Mulai Syuting

Share

7. Mulai Syuting

Author: Alif Khan
last update Last Updated: 2021-03-28 09:11:04

Pagi ini, garis bibir Tio sudah terangkat sempurna. Sungguh dia benar-benar menantikan hal ini. Skenario yang sudah disimpan selama lima tahun, kini bisa terwujud. Arini adalah pemeran yang sangat pas. Kisah ini memang ditujukan untuknya.

Parfum yang sudah lama tidak pernah dia gunakan setelah lima tahun akhirnya dia kenakan kembali. Aroma musk menyeruak ke sekitarnya. Dia melihat jam di dinding kamarnya, baru jam tujuh pagi. Dia sudah tidak sabar ingin segera menjemput Arini.

Melihat tingkah putranya yang tidak biasa, membuat Cintami (Ibu Tio) penasaran. Anak lelaki kesayangannya itu menghampiri lalu berpamitan kepadanya.

“Mam, Tio pamit ya mau syuting,” ucap Tio.

“Kamu mau ke mana Sayang? Ingat kamu baru dua tahun loh, jangan terlalu lelah,” tanya Cintami sambil mengusap rambut anaknya.

“Mami, akhirnya Tio bertemu dengan Arini. Rasanya Tio sudah mendapatkan kembali tujuan hidup Tio,” jawab Tio sumringah.

“Arini itu cinta pertamamu ya,” tebak Cintami mengulum senyum.

“Ah Mami.” Pipi Tio kemerahan.

“Dia rumahnya di mana?” tanya Cintami.

“Dia anak dari tetangga kita Mi, anak Pak Joni,” jawab Tio.

“Oalah, ternyata orang dekat.” Cintami menyeringai. “Mami sih asalkan kamu bahagia, Mami akan setuju,” lanjutnya.

“Tio Cuma ingin  buat dia bersinar seperti harapannya sejak dulu. Kita sama-sama berjanji untuk saling dukung,” ucap Tio. Dia menundukkan kepalanya, tidak layak untuknya mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu.

“Kamu tidak perlu bersedih. Mama yakin, kamu pasti bahagia,” ucap Cintami memberi semangat pada putra tampannya.

Tio pamit, dia ambil tas besar lalu membawanya pergi ke luar. Dia menjemput Arini ke rumahnya.

“Permisi,” panggil Tio sambil mengetuk pintu.

Tidak lama, Ibu Arini membuka pintu. Dia sangat terkejut saat melihat ada pemuda tampan nan tinggi berdiri di depan pintu rumahnya. Pemuda itu tersenyum dengan ramah. “Selamat pagi Bu, perkenalkan saya Tio teman Arini,” sapa Tio dengan sopan.

“Oh, apakah kamu anak dokter Cintami?” tanya Ibu Arini.

“Betul, saya anak Ibu Cintami yang di sebelah rumah Anda,” ucap Tio sambil menganggukkan kepala.

“Nak Tio ada perlu apa ya ke sini?” tanya Ibu Arini.

“Saya mau meminta izin kepada Ibu untuk mengajak Arini syuting film pendek yang akan saya garap. Arini sebagai pemeran utamanya,” jelas Tio.

“Oh seperti itu, silakan masuk,” ucap Ibu Arini.

Arini ke luar dari kamarnya dan sudah bersiap sambil membawa beberapa pakaian. Dia terkejut karena melihat Tio sudah berada di ruang tamu menunggunya dengan tenang.

“Tio, sejak kapan kamu datang?” tanya Arini menghampiri lelaki itu.

“Baru saja, apa kamu sudah siap?” tanya tio balik.

“Sudah, baguslah kalau begitu kita berangkat sekarang. Matahari belum naik, itu akan sangat bagus untuk pengambilan gambar,” ajak Tio.

Arini berpamitan pada ibunya, begitu pun dengan Tio yang meminta izin sambil mencium tangan. Mereka pergi ke sebuah kebun yang dipenuhi pohon besar. Tio memberikan sebuah skrip untuk dibaca Arini. Tidak banyak dialog yang tercipta, hanya difokuskan pengambilan gambar dan juga acting yang sangat mumpuni agar film ini berhasil.

Arini memerankan seorang wanita yang baru saja terbebas dari sekapan para penjahat. Pengambilan gambar pun dimulai. Take satu, Arini berlari dengan wajah panik dengan pakaian yang telah robek. Wajahnya dirias seperti sudah terluka dengan rambut yang acak-acakkan.

Arini mengerahkan seluruh kemampuan beraktingnya. Rasanya sangat menyenangkan bisa kembali berakting setelah sekian lama dia memendam keahliannya itu. Berulang kali Tio ingin mendapatkan hasil yang bagus dan mencekam. Ketakutan seseorang yang hampir putus asa karena sulitnya melarikan diri dari lingkungan yang mengekangnya.

Napas Arini terengah, dia terus mengulangi adegan berlari dengan ekkpresi ketakutan yang realistis. Setelah mendapatkan gambar yang bagus, kini Tio beralih ke adegan dua. Arini mengais tanah dengan jarinya, mencari sebuah kunci yang jatuh. Kunci itu adalah kunci di mana dia bisa meraih masa depan yang cerah nantinya.

Matahari sudah naik, jam di tangan Tio kini menunjukkan pukul sepuluh pagi. Mereka beristirahat sejenak. Tio sudah merasa kelelahan. “Arini, besok kita lanjutkan lagi ya. Aku akan mengajak beberapa orang untuk membantu produksi. Silakan kamu pelajari script untuk adegan selanjutnya,” papar Tio sambil menyerahkan skrip untuk adegan selanjutnya.

Mereka berdua akhirnya pulang dari kebun tersebut. Tio mengajaknya untuk makan siang di restoran yang ada di kota. Mereka menaiki mobil yang Tio bawa menuju cafe terdekat. Untuk kali pertama mereka jalan bersama.

Sesekali Arini mencuri pandang ke arah Tio. Menurut pandangannya, Tio semakin tampan dan juga dewasa. Hidung, mata, bibir, semua yang ada di Tio selalu membuat Arini berdebar. Hal wajar jika melihat seseorang yang tampan dan cantik membuat hati yang melihatnya berdebar. Apalagi Arini memang pernah menyimpan rasa untuknya.

Sadar ada yang memperhatikan, membuat Tio menoleh ke sampingnya. “Kamu kenapa?” tanya Tio sambil membelai rambut Arini.

Jantung Arini terpacu cepat. Matanya berkedip beberapa kali dan rasanya oksigen tidak masuk ke rongga paru. “Aku … aku baik-baik saja,” jawab Arini gugup. Tertangkap basah, membuat Arini mati gaya. Dia hanya bisa tersenyum manis saat Tio membalas dengan senyuman.

“Syukurlah, aku takut kamu kelelahan,” ucap Tio sambil fokus menyetir. Tidak lama mereka sampai di cafe terdekat. Dia menepikan mobil dan tidak lama dia ke luar sambil membukakan pintu untuk Arini.

“Silakan Tuan Putri,” sambut Tio menarik garis bibir ke atas.

“Wah, jangan berlebihan aku kan jadi malu,” ucap Arini tersenyum simpul.

Tio menggenggam jemari Arini, mengajaknya masuk ke kafe lalu duduk di tempat yang masih kosong. “Kamu mau pesan apa?” tanya Tio lemah lembut.

“Terserah kamu saja, aku ikut,” jawab Arini.

“Setahuku kamu tidak suka yang terlalu asam, kan,” terka Tio.

“Wah, kamu masih ingat saja.” Arini tersenyum simpul.

Tidak lama, waitress datang menghampiri Tio dan Arini. Mereka memesan beberapa makanan dan juga Tio memesan makanan lain untuk dibawa pulang. Tio sangat senang, akhirnya dia memiliki waktu untuk berdua bersama Arini.

Sambil menikmati hidangan yang tersaji, Arini menyanyakan beberapa pertanyaan yang selama ini selalu mengganjal di hatinya. “Tio, sebenarnya apa alasan kamu meninggalkan proyek film kita waktu itu?” tanyanya.

Mata hazel itu langsung menatap Arini dalam. Dia langsung menghentikan tangannya dan meletakkan alat makannya. Hal ini sudah dia duga sebelumnya. Tidak mungkin dia terus diam dan mengalihkan pembicaraan.

“Sebenarnya, ayahku tidak menyetujui aku meraih cita-cita sebagai actor. Dia ingin aku menjadi pebisnis sepertinya. Perlakuannya kasar kepada mama. Aku tidak tega melihat mama setiap hari menangis. Saat audisi itu, mama menjemputku di asrama. Dia berkata kita harus sembunyi agar ayahku tidak bisa menemukan kita. Pada saat itu mama sedang mengajukan proses percerian. Makanya selama lima tahun ini aku diam dan tidak ke mana-mana,” ungkap Tio sambil menundukkan kepala.

“Maafkan aku ya, aku tidak bermaksud untuk mengorek kisah sedihmu,” sesal Arini sambil mengusap punggung tangan Tio.

“Tidak apa, aku baik-baik saja,” jawab Tio sambil tersenyum. ‘Ya aku akan baik-baik saja asalkan kamu tetap berada di sisiku dan tersenyum manis hanya padaku saja,’ batinnya sambil mengusap pahanya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My love My neighbour   Berpegang Teguh

    "Tio, sudah saatnya kamu pulang!" tegas suara bariton yang sedikit berat.Tio membeku saat kedua retinanya tertuju pada sosok paruh baya di depannya. Ini adalah konsekuensi atas keputusannya kembali ke dunia hiburan demi mewujudkan cita-cita wanita paling dicintainya itu. Tangannya menggenggam jemari Arini dengan erat, dia takut jika ayahnya itu akan menyakiti Arini seperti yang orang lain lakukan kepada kekasihnya itu."Tio enggak bisa ikut Papi." Tio benar-benar mengetatkan genggaman tangannya pada Arini.Arini memandangi wajah Tio yang terlihat cemas. Dia tahu sosok bertubuh tegap di depannya itu terlihat sangat mendominasi. Membayangkan betapa kejam dan arogannya saja sudah jelas di depan mata. Tio pasti tertekan dengan kehadiran ayahnya itu."Tio, tenang. Aku enggak akan tinggalin kamu." Arini mengusap lengan kekasihnya itu.Ayahnya Tio mengarahkan retinanya pada sosok cantik di samping putra semata wayangnya. Garis bibirnya datar tetapi tatapannya tajam. Kacamata berbentuk kotak

  • My love My neighbour   43. Resmi

    “Arini, tunggu sebentar,” tahan Tio.Arini berusaha untuk tersenyum walau dia baru saja menangis. Dia mencoba menatap lelaki itu senormal mungkin. Hatinya penuh kekhawatiran, takut kehilangan sosok ini.“Rin, ada yang mau aku katakan,” ucap Tio, matanya berubah sayu.“mau katakan apa?” jawab Arini bernada lembut.“Aku enggak mau pacaran sama kamu.” Tio meraih tangan gadis itu.“Ternyata dia masih seperti ini,” batin Arini.“Aku ingin kita lebih dari sekedar pacaran. Aku enggak bisa lihat kamu jalan sama cowok lain, bergandengan tangan selain denganku. Apalagi aku enggak bisa membayangkan kamu menjauh dan tidak lagi punya perasaan kepadaku. Aku ini posesif Rin,” jelas Tio.Arini membuka matanya lebar, dia masih belum paham maksud dari perkataan Tio.&ld

  • My love My neighbour   42. Tidak Apa Asal Denganmu

    “Arin, kenapa kamu keras kepala. Tidak bisakah kamu menyerah saja,” pinta Tio putus asa.Lelaki itu ingin mendorong Arini, tetapi dia juga tidak ingin Arini jauh darinya. “Arini, sudah berulang kali aku berusaha untuk tegar tanpamu. Aku tetap saja tidak bisa melihatmu dengan lelaki lain. Aku tidak mau kamu terpaku karena hubungan yang menyakitkan ini,” batinnya.“Kamu mencintaiku, aku juga mencintaimu, mengapa aku harus menyerah? Aku akan berusaha memantaskan diri agar kamu mau bersamaku,” jawab Arini sambil menghapus air matanya.

  • My love My neighbour   Ungkapan Hati

    Arini bangkit. Dia raih tangan Tio lalu dia letakkan di dadanya. “Aku rela menukar kehidupanku. Asal kamu tetap ada sampai aku menutup mata,” ucap Arini. Terlihat ada genangan air di pelupuk matanya.Rasanya menjadi bintang terkenal tidak akan membuatnya bahagia jika dia tidak bersama lelaki ini. Arini hanya wanita sederhana. Dia tidak memiliki banyak keinginan, hanya satu keinginannya saja. Bahagia bersama lelaki yang ada di hadapannya.“Kamu jangan bilang seperti itu. Hidupmu itu sangat berharga,” tegur Tio dengan lembut.Arini meraih jemari Tio, mengizinkannya untuk merasakan detak jantungnya. Terasa debaran jantung Arini yang berdetak kencang dari telapak tangan Tio. Lelaki itu meraih tangan Arini, meletakkannya di sebelah kiri dadanya. Mereka berdua sama-sama merasakan debaran jantung mereka.Mata keduanya saling beradu, tatapan mereka sendu dan ada sebuah harapan yang te

  • My love My neighbour   40. Kerikil

    “Perempuan jalang itu!” Susan meremas botol air mineral yang ada di tangannya. Managernya Susan seketika menelan salivanya. Kedua alis matanya mengerut saat melihat Susan yang kesal saat membaca headline berita online jika Arini mendapatkan penghargaan festival film pendek. “Bos, kan Bos sudah terkenal. Kenapa repot-repot urusin artis nggak terkenal itu?” tanya Manager. Susan seketika langsung mendelik. “Pokoknya dia harus segera menghilang dari peredaran. Enak aja, karir gemilang itu Cuma buat gue. Lo telepon semua kenalan laki gue, bilang jangan pernah kasih tawaran film buat si Jalang itu!” perintah Susan. Erik yang baru selesai take syuting menghampiri Susan. Dia duduk di sampingnya sambil minum sebotol air mineral. Asistennya touch up agar penampilan Erik sempurna seperti biasanya. “Beib, kamu kenapa kayak kesel gitu?” t

  • My love My neighbour   Bersinarlah

    Hari yang paling dinantikan oleh Arini dan Tio. Acara bergengsi yang melibatkan banyak sineas dari berbagai negara berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan masuk nominasi piala Oscar kategori film pendek.Lelaki itu sudah menyiapkan sedemikian rupa. Make up artist yang sudah disewanya untuk mendandani Arini menjadi wanita cantik layaknya putri. Sedangkan Tio sudah memesan tuxedo yang pas untuk bersanding dengan gaun Arini yang mewah.Potongan rambut Tio kini menjadi classic cut dengan dasi kupu-kupu bertabur swaroski. Tuxedo berwana navy blue

  • My love My neighbour   38. Persiapan Perhelatan

    Setelah hari itu, Arini berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan mendesak Tio untuk menjadikannya kekasih. Asalkan bersama Tio, dia tidak mengapa.Tibalah hari keberangkatan mereka ke Tokyo. Ini kali pertama Arini pergi ke luar negeri. Tio pun sangat tidak sabar untuk segera menghadiri perhelatan tersebut. Mereka berdua sudah bersiap menuju bandara. Cintami dan kedua orang tua Arini sangat bersedih dan juga terharu. Mereka berharap Arini dan Tio akan membawakan hasil yang baik.

  • My love My neighbour   37. Kita Hadapi Bersama

    “Tio, tanganmu kenapa?” Arini bergegas menghampiri Tio yang terlihat frustasi.“Arin, kenapa kamu ….” Tio tidak bisa meneruskan kata-katanya.Arini langsung merengkuh lelaki itu. Seberapa besar lelaki itu menolaknya atau bahkan mendorongnya pun dia akan terus merengkuh lelaki ini. Hanya dia yang selalu datang menyelamatkannya. Kini giliran dirinya yang mempertahankan perasaannya.“Jangan usir aku. Aku nggak bisa tanpamu,” pinta Arini lirih.Tio membelalakkan matanya. Angin apa yang membawa gadis ini kembali kepadanya. Arini tidak ingin membicarakan penyakit yang diderita Tio, dia akan tetap menjaga rahasia yang ibunya Tio katakana kepadanya.“Aku juga.” Tio membalas rengkuhan Arini.Sungguh, hal ini tidak terduga baginya. Pada awalnya dia berpikir ki

  • My love My neighbour   36. Kebenaran Yang Harus Terjawab

    “Arrrggghh, kenapa aku bodoh seperti itu? Tuhan, mengapa aku ditakdirkan lemah seperti ini?” kesal Tio merusak barang-barang disekitarnya. Dia menarik rambutnya kuat, melemparkan barang-barang miliknya.Tio sangat kesal pada dirinya sendiri. Ada satu hal yang tidak bisa dia katakan pada Arini. Dia tidak mau Arini sedih lebih dari ini. Namun, hal ini mungkin akan membuat Arini dan dirinya semakin menjauh.Di tempat lain,Cintami kembali lagi ke rumahnya karena ada barang yang tertinggal. Di tengah perjalanan, sudut matanya menangkap seorang Wanita yang sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Cintami akhirnya menoleh, mencari tahu siapa yang sedang duduk di sana.Ternyata gadis itu adalah Arini. Cintami menduga jika Arini seperti itu pasti sedang bertengkar dengan putranya. Sebagai seorang Wanita, dia harus membujuk Arini agar mau tetap bersama anaknya. Dia meminta s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status