Setelah selesai bergelut dengan dua perempuan cantik di atas ranjang. Tubuh Deren yang berotot mengeluarkan banyak keringat, meski sebenarnya ialah orang yang dilayani.
Dengan terhuyung, ia turun dari ranjang. Melangkah pelan-pelan dan tertatih, agar tidak jatuh saat berjalan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Seperti malam-malam biasanya, ia akan berdiri agak lama di bawah guyuran air shower yang hangat. Meluapkan emosinya lalu meringankan kepalanya lagi.Malam adalah galaxy yang selalu membawa gairah kesenangan dan kesedihan secara bersamaan.Setengah jam kemudian.Pintu kamar mandi terbuka, Deren berjalan keluar dengan handuk putih yang melingkar di pinggangnya. Air menetes dari rambut basahnya yang ia sugar kebelakang.Deren berhenti agak jauh dari ranjang, berdiri di titik terakhir langkahnya. Mengetahui dua wanita yang sudah lunas di bayarnya itu belum pergi.Matanya yang panjang, seketika terbuka lebar dan memerah. Seketika pula rahang yang membentuk wajah oval nya itu mengeras..Saat melihat Deren berdiri di sana, dua wanita di atas ranjang itu justru menggeliat manja. Gerakannya menggoda.Deren meludah. Rasa jijik seketika meneror dirinya kala dua wanita itu bergerak sexy. Dengan gigi terkatup, ia berkata "Cepat keluar dari apartemen ku."
Deren memperlakukan wanita seperti baju, selalu berganti setiap hari. Bahkan ia bebas memilih sesuai seleranya.Untungnya dua wanita itu sudah paham wataknya sebelum merangkak ke atasnya. Kedua wanita itu segera berbenah seperti orang kesetanan. Keduanya melesat dengan kecepatan super, melarikan diri dari apartemen Deren. Tidak ada jejak kepuasan meski dua wanita itu telah pergi. Nyatanya tidak ada satupun wanita yang mampu menahan emosinya untuk tidak mengusir mereka.Waktu dimana ia luluh oleh wanita telah berlalu.Jika dulu ada Lisa yang selalu bisa menghibur dan menenangkan dirinya kala emosional. Sekarang, meski ia menghancurkan lagi kamarnya. Atau bahkan membakar tempat itu, tidak ada yang akan memprotes.
Setelah kamar Deren hancur berantakan karena ulahnya. Laki-laki itu keluar, dengan langkah santai, ia berjalan menuju dapur.
Lagi-lagi seperempat malam itu ia lewati dengan ditemani beberapa botol minuman ber-alkohol.Keesokan paginya.Deren terbangun dengan tubuh tengkurap di atas sofa panjang di ruangan TV. Bagian bawah tubuhnya masih terlilit handuk putih semalam. Sedang satu tangannya begitu setia memegangi botol wine yang berdiri di lantai dekat sofa. Sejak semalam ia terlelap dalam posisi itu.Kelopak matanya bergerak-gerak, sebelum akhirnya ia berhasil membuka matanya dengan sempurna. Ia mendengus saat melihat botol wine berdiri berantakan di meja di depan sofa.Botol yang ada di tangan kirinya ia lepaskan. Lalu tubuhnya bergerak untuk duduk.Beberapa kali laki-laki itu membuka tutup kelopak matanya secara perlahan. Menggelengkan kepalanya kencang dan menepuk-nepuk sisinya beberapa kali dengan dua tangannya. Setelah melakukan itu beberapa kali, ia tidak lagi merasakan sisa mabuknya secara berlebihan.Deren bangkit dari duduknya. Berjalan menuju kamarnya untuk mandi.
Tiba di kamarnya, langkahnya berganti jinjit. Kakinya menghindari setiap pecahan kaca di lantai, sisa penghancuran nya tadi malam.10 menit kemudian. Deren keluar dari pintu apartemennya dengan tas kantor di tangan kirinya. Pria dengan setelan jas hitam yang telah di gosok rapi itu berjalan menuju lift, untuk turun ke lantai satu.Di depan gedung. Ben dan mobilnya sudah menunggu agak lama, saat Deren berjalan keluar dari pintu utama.
Pria berjas itu langsung masuk ke dalam mobil, seteleh pintu penumpang dibuka oleh asisten nya. Ben yang menyetir, melajukan mobilnya menuju PT. Ningrat Jaya Abadi, perusahaan yang didirikan oleh Kakek Deren.20 menit kemudian, Deren baru sampai di perusahaan karena terkendala macet.Siska masuk ke kantor Deren dengan beberapa berkas dalam pelukannya, saat pria itu baru saja duduk di kursi berputar nya. Sebagai atasan, ia tau maksud kedatangan sekretaris dan map-nya itu.
Deren mengambil dan membuka satu persatu map yang ditumpuk rapi oleh Siska di mejanya. Tangannya mulai bergerak menandatangani semua berkas itu.Beberapa menit, setelah selesai corat-coret. Laki-laki itu bertanya sambil merapikan pulpennya. "Bagaimana urusan dengan Pak Ketut?"
Siska mengambil berkas-berkas itu, mendekapnya dan menjawab, "Sudah, Pak. Transaksi dengan Beliau sudah saya selesaikan.""Bagus." Deren mengangguk tanpa senyuman. Ia senang dengan kinerja sekretaris nya."Oh, ya! belikan saya 2 tiket penerbangan ke Bali untuk besok pagi." Kata Deren."Baik, Pak." Wanita cantik yang berdiri di depan meja kerjanya itu menerima perintah, sebelum akhirnya undur diri."Suruh Ben masuk!" Deren memberi perintah. Melihat sekretaris nya belum sepenuhnya keluar dari ruangannya.Siska yang di ambang pintu menjawabnya, 'Baik."
Tidak lama, Ben masuk setelah mengetuk pintu.
"Ada yang Pak Deren inginkan, untuk saya kerjakan?"
Ben berdiri tak jauh di depan meja bosnya, nampak pria itu sedang menunggunya."Pergi ke apartemen saya dan bereskan kekacauan di sana," ucap Deren memberi perintah.
"Baik, Pak." Ben benar-benar muak dengan perintah itu, tetapi hanya bisa pasrah dan menerimanya. Ia berbalik untuk meninggalkan kantor Deren.***
Ben tiba di gedung Holland Apartemen. Ia duduk di kursi yang ada di lobi. Menyandarkan punggungnya, tampak lemas. Beberapa kantong plastik berisi bingkai foto, berdiri di lantai dekat kakinya.
Pria dengan hair stylist Boyband Korea itu menyeruput air isotonik dari botol di tangan kanannya. Kesejukan melanda kerongkongan nya yang kering. Butiran keringat sebesar jagung menetes ke dahinya. Dengan sapu tangan, Ben mengelapnya hingga bersih.
Ben cukup lama duduk di sana. Sesekali ia menoleh ke pintu masuk utama, seperti ada seorang yang sedang ditunggunya.Di ruangan lobi yang sama dengan Ben. Azel dan Rose sedang berdiri di depan resepsionis. Keduanya sedang mengurus sesuatu dengan pegawai wanita yang bertugas.
Mendengar Ben terus nyerocos sendirian. Azel dan Rose menoleh pria muda itu dengan tatapan aneh. Azel melebar kan matanya dan memutar kepalanya secepat kilat, ia tau siapa pria berponi itu.Merasa ada yang aneh dengan sepupunya, Rose bertanya, "Kamu kenal dengan lelaki itu?"Azel mengangguk seraya menutupi wajahnya dengan rambut merahnya. Dengan suara lirihnya, Azel mengungkapkan kebenaran. "Dia asistennya si Deren.""Huh!" Rose ternganga. "Dia?" Telunjuk Rose tak sengaja mengarah ke Ben, saat laki-laki itu seiring melihat ke arah keduanya.
Azel segera membelokan jari sepupunya. "Jangan sampai dia tau siapa kita."
"...." Rose pun mengangguk.
Beberapa saat kemudian. Wanita muda masuk dari pintu utama gedung. Celana jeans dan kaosnya terlihat murahan. Sling bag wanita berusia 23 tahun itu juga terlihat seperti tas tiruan dari Jimshoney. Yang membuat Azel dan Rose lebih terkejut adalah, saat Ben menyambut gadis muda itu. Meminta nya duduk di kursi bersamanya.Wajah Rose mengerut. "Seleranya di luar ekspektasi."Ia berpikir itu adalah kekasih nya.
Azel tidak ikut berkomentar. Ia meminta Rose diam, agar ia bisa dengan jelas mendengarkan obrolan dua orang itu.
Di tempat duduknya sana, Ben berkata. "Mulai sekarang, kamu bekerja di apartemen Bos saya. Tugas kamu mudah banget. Cuma bersih-bersih seperti pada umumnya. Kamu bisa datang setiap pagi, di jam-jam segini. Atau lebih pagi, lebih bagus."Wanita muda itu mengangguk, "Baik."Ben tersenyum. Menyerahkan kertas putih kecil di atas meja. "Ini kode akses masuknya." Ben melihat gadis itu mengambil kertas catatan nya."Kamu bisa naik ke lantai 13 sekarang, dan mulailah bersih-bersih. Ingat! sebelum jam 12 harus sudah selesai dan cepat pergi dari sana. Mengerti?" Ben mengingat kan.
Lagi-lagi gadis itu mengangguk, "Iya, mengerti."Azel dan Rose masih setia berdiri di depan resepsionis, meski urusan mereka telah selesai. Dua wanita itu diam seperti patung hiasan di lobi. Mencuri dengar obrolan Ben dan wanita muda itu hingga selesai. Melihat Ben beranjak dari duduknya, Azel dan Rose segera menghindar dari pandangan asisten Deren itu. Keduanya menghindari Ben seolah dia penjahat yang bau.Setelah bayangan pria itu benar-benar lenyap di depan gedung. Azel dan Rose segera berlari ke lift, menyusul wanita yang baru saja di tinggalkan Ben. Selama mendengarkan percakapan dua orang itu, Azel dan Rose punya rencana baru untuk menggali keburukan Deren.Masih di ruang tv apartemen milik Deren. Tubuh Azel terbaring di sebuah sofa panjang, dan sekarang Deren sedang berada di atas tubuhnya. Menatapnya dengan penuh intrik. Pupil Azel membesar, bibirnya terkatup rapat, tak terasa bulu halus yang ada di belakang lehernya perlahan mulai naik. Dan tanpa dia sadari, ia telah menelan saliva-nya sendiri ketika mata elang Deren menyoroti wajahnya dengan penuh minat. Sebagai wanita yang sudah dewasa, ia tau apa yang pria itu niatkan padanya. Deren meletakkan dua tangannya di sisi kanan dan kiri wajah Azel seperti pagar beton. Sehingga gadis itu tidak bisa menolehkan kepalanya. Bahkan saat pria itu mendekati wajahnya, ia hanya bisa menatap lurus ke atas meski sebenarnya gadis berkacamata itu muak dengan pemandangan itu. Ia mencoba melirik ke segala arah, kemana saja, untuk menghindari tatapan lurus dari sorot mata Deren. Namun saat ia tak melihat, tiba-tiba Azel mendapatkan serangan fajar. Yaitu sebuah kecupan lembut dari Deren, spontan matanya
Sambil melotot, Deren dan jari telunjuknya yang putih menunjuk itik buruk yang sedang berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?" tanyanya ulang, karena wanita itu belum juga menjawab. Wanita dengan kacamata bulat bening itu sedang menutup matanya saat ia menjawab Deren dengan gemetar. " Saya Ana," suaranya bergetar dan hampir tak terdengar. Tubuhnya berkeringat karena ketakutan ketika melihat sosok Deren tanpa busana. "Ana?" Deren mengerutkan alisnya. Sepertinya ia tidak pernah memesan seseorang dengan nama itu. Dari mana orang ini berasal dan bagaimana ia bisa masuk? Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada wanita itu. Namun Deren sedang lelah untuk berdebat, jadi ia meminta wanita itu pergi. "Pergilah! Aku tidak mengenal mu," kata Deren selanjutnya, kemudian berlalu. Takut kehilangan pekerjaannya karena di usir. Azel segera menahan lengan padat Deren, membuat pria itu tersendat dalam perjalanan nya. Deren menoleh saat wanita itu berkata dengan gugup, "Saya tidak bisa pergi, s
Ana berada di dalam kebimbangan yang menyiksa untuk waktu yang cukup lama. Ia merasa nyeri di antara dua alisnya. Dalam hatinya, ia masih ragu jika dua wanita ini adalah orang baik. Apa lagi ia baru saja keluar dari cangkang keongnya. Dirinya takut jika mereka hanya akan menyeretnya dalam masalah. Bagi Ana, alasan kedua wanita ini juga sangat tidak jelas. Mengeluarkan uang sebesar itu untuk pekerjaannya yang bahkan belum kontrak --- sangat tidak masuk di akal. Mereka hanya orang kaya gila! Sampai saatnya pintu lift terbuka Ana belum juga menjawab. Langkah yang buru-buru, segera membawa tubuhnya keluar dari lift. Ana berjalan pergi tanpa menoleh dua wanita di dalam lift. Namun saat suara Rose terdengar untuk menasehatinya, Ana diam di tempatnya.
Tuhan sepertinya menjawab doa Azel semalam. Supaya diberikan jalan yang mudah, agar ia bisa menguak keburukan calon suaminya. Azel mendapat keberuntungan besar. Mendengar jika wanita muda itu akan dipekerjakan di apartemen milik Deren. Azel punya rencana untuk mengambil alih profesi itu. *** Azel dan Rose menginjak rem, tepat di depan pintu lift yang hampir tertutup. Dengan gesit Rose menekan tombol lift, agar pintu itu kembali terbuka. Berhasil. Keduanya pun tersenyum. Saat pintu lift terbuka lebar, wanita muda di dalam lift menatap keduanya yang berdiri bersandingan. Azel dan Rose mencetak senyum, membalas tatapan tanpa curiga dari wanita berkaos putih pas body itu. Dua sepupu itu masuk ke dalam lift. Ketiganya kini berbagi udara yang sama di satu ruangan yang akan bergerak ke atas. Setelah pintunya tertutup rapat. Azel dan Rose membiarkan wanita muda itu pergi lebih dulu. Kedua
Setelah selesai bergelut dengan dua perempuan cantik di atas ranjang. Tubuh Deren yang berotot mengeluarkan banyak keringat, meski sebenarnya ialah orang yang dilayani. Dengan terhuyung, ia turun dari ranjang. Melangkah pelan-pelan dan tertatih, agar tidak jatuh saat berjalan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Seperti malam-malam biasanya, ia akan berdiri agak lama di bawah guyuran air shower yang hangat. Meluapkan emosinya lalu meringankan kepalanya lagi. Malam adalah galaxy yang selalu membawa gairah kesenangan dan kesedihan secara bersamaan. Setengah jam kemudian. Pintu kamar mandi terbuka, Deren berjalan keluar dengan handuk putih yang melingkar di pinggangnya. Air menetes dari rambut basahnya yang ia sugar kebelakang. Deren berhenti agak jauh dari ranjang, berdiri di titik terakhir langkahnya. Mengetahui dua wanita yang sudah lunas di bayarnya itu belum pergi. Matanya yang
10 menit kemudian, mobil BMW 740Li itu sampai di kawasan perumahan elit di wilayah Kuningan. Sedan hitam itu melewati gerbang, memasuki halaman kediaman Prasetyo. Ben turun lebih dulu, membuka pintu penumpang. Deren keluar dari mobil, ia berjalan ke pintu masuk rumah. Namun tiba-tiba ia berhenti dan berbalik, lalu berkata kepada laki-laki yang lebih muda 1 tahun darinya itu. "Ben, sepertinya saya akan lama di sini." "Iya, Bos." jawab Ben, ia sudah mengetahuinya. "Bukankah kau tidak suka menunggu?" Deren bertanya. "Benar." Ben mengangguk. Ben sudah lama mengikuti Deren, keduanya hampir mengenal satu sama lain. "Kalau begitu tolong ambil beberapa pekerjaan di apartemen saya," perintah Deren tanpa bisa dibantah. Ben menerima perintah bosnya