Share

7. Luka Deren

10 menit kemudian, mobil BMW 740Li itu sampai di kawasan perumahan elit di wilayah Kuningan.

Sedan hitam itu melewati gerbang, memasuki halaman kediaman Prasetyo. Ben turun lebih dulu, membuka pintu penumpang.

Deren keluar dari mobil, ia berjalan ke pintu masuk rumah.

Namun tiba-tiba ia berhenti dan berbalik, lalu berkata kepada laki-laki yang lebih muda 1 tahun darinya itu. "Ben, sepertinya saya akan lama di sini." 

"Iya, Bos."  jawab Ben, ia sudah mengetahuinya.

"Bukankah kau tidak suka menunggu?" Deren bertanya.

"Benar." Ben mengangguk.

Ben sudah lama mengikuti Deren, keduanya hampir mengenal satu sama lain.

"Kalau begitu tolong ambil beberapa pekerjaan di apartemen saya," perintah Deren tanpa bisa dibantah.

Ben menerima perintah bosnya dengan berat hati. Ia lagi-lagi harus membersihkan kekacauan di apartemen terkutuk itu. Sebenarnya tugasnya bukan membersihkan, lebih tepatnya membenahi. 

Ben harus mengembalikan isi apartemen bosnya seperti sedia kala. Ia sudah menerima perintah yang sama selama 2 bulan terakhir.

Ben menggeleng berat, terlalu merepotkan.

***

"Kamu tau berapa lama kami menunggu?" Jane menatap tajam kearah putranya.

Deren yang duduk di sofa ruangan kerja ayahnya, hanya bisa menunduk ketika mendengar keluhan sekaligus amarah ibunya.

Ayah dan ibunya duduk di sofa seberang yang tersekat oleh meja kaca bulat.

"Mami dan Papi susah payah membujuk keluarga Sudrajat agar setuju dengan perjodohan ini ... lihat sekarang? siapa yang membuat ulah?" Jane berkata dengan pelan, tetapi jelas terlihat seraut wajahnya yang marah.

"Maaf, aku salah," jawab Deren.

"Maaf, maaf, maaf, kata itu juga selalu kamu ucapkan saat menolak kecan buta." Jane membulatkan matanya karena emosi. "Apa kamu menganggap Mami Papi lelucon?" tanya Jane tak kuasa menahan diri, nadanya naik satu oktaf. Ia dan suaminya menanggung malu kemarin malam karena putra satu-satunya ini.

"Aku tidak pernah berpikir begitu." Deren menghela nafas berat. Ia merasa beban hidupnya bertambah ribuan ton saat orang tuanya terus menerus menjodohkan dirinya.

Di saat Deren patah hati karena diselingkuhi, kedua orang tuanya  tidak berhenti mencarikan jodoh untuknya. Bagi orang tuanya, cara itu mungkin bisa membebaskan putra satu-satunya ini dari keterpurukan.

Tapi mereka salah, hal itu justru membuat Deren semakin muak dengan hidupnya sendiri. Sampai akhirnya ia berlari ke bar dan tenggelam dalam minuman beralkohol yang membuatnya mabuk tiap malam.

Deren memilih Azelia karena namanya sangat familiar. Nama itu sama persis dengan nama seseorang yang spesial untuknya di masa lalu.

"Kalau begitu temui Azel, minta maaf langsung padanya." Kata Jane perlahan dan emosinya mulai meredup.

"Deren, kita ini laki-laki." Kata Pras menegaskan. 

"Laki-laki itu menang memilih, wanita menang menolak ... kamu itu anakku, Prasetyo! satu wanita menolak kamu, papimu ini bisa berikan sejuta wanita untuk kamu. Bahkan 1000 kali lebih baik dari si Lisa itu." Pras dengan gamblang menasehati putranya.

Namun, jika sekali ini nasehat nya tidak di dengar. Dengan berat hati ia akan angkat tangan, untuk tidak ikut campur dalam masalah putranya lagi.

Deren terdiam, suara ayahnya seperti kilatan petir yang menyambar seluruh tubuhnya terutama hati. Ia tahu jika orang tuanya sangat menyayangi dirinya. Jadi, kenapa dia malah jadi seperti ini dan menyusahkan keduanya orang tuanya karena satu wanita hina.

Deren seperti baru di program, nasehat ayahnya masuk  ke telinganya dan sampai ke otak. Mungkin karena ia sedang dalam keadaan sadar, tidak mabuk seperti biasanya.

"Benar yang Papi katakan ... Aku bisa dapatkan wanita manapun yang aku mau." Deren menaikkan wajahnya, bibirnya melengkung membentuk senyuman. Mirip senyum licik serigala yang baru mendapat mangsa.

Jane menyadari ada yang aneh dengan senyuman Deren. 

"Maksud Papi bukan begitu, Der." Jane ingin menjelaskan ulang. "Walaupun banyak wanita, bukan berarti~" 

"Udah ya, Pi Mi." keluh Deren kesal, wajahnya menggelap. "Aku udah dewasa, aku bisa bedain antara wanita yang baik dan tidak." Tegasnya.

"Terus kira-kira Lisa itu wanita baik atau tidak?" Jane seperti sengaja memancing amarah putranya karena ia juga kesal.

"Mi."

"Jawab?" Jane bersikeras.

Deren diam, membuang muka karena enggan menjawab.

"Kamu belum bisa bedain, kan? ... itu artinya kamu belum dewasa. Menilai seseorang itu bukan hanya dari fisikle, tapi harus lihat juga hatinya ... apakah baik atau buruk? sebagai lelaki cerdas, berpengalaman dan berpendidikan tinggi. Kamu bahkan tidak tau jika tunangan sendiri selingkuh dengan pria lain dan sudah setahun." Ia kehilangan akal sehatnya sampai-sampai berani menggali luka putranya.

"Cukup, sayang," tegur Pras lembut kepada istrinya.

"Biarin! sekali ini aja, Yang. Biar anak ini sadar! Apa sih kelebihan perempuan itu? sampai-sampai dia jadi begini?" Ia memohon pada suaminya, ini kali terakhir ia akan menasehati Deren.

"Kalaupun kamu sakit hati, mati rasa, ingin balas dendam. Mami mohon ... jangan sakiti tubuh kamu sendiri, itu membuat Mami 1000 kali lebih sakit dari yang kamu rasakan. Apa kamu tau itu?" Butiran bening jatuh perlahan di wajah Jane.

Deren hanya diam. Rasa panas muncul dari dalam dadanya dan menjalar cepat ke seluruh tubuhnya. Otaknya mulai di penuhi bayangan Lisa yang sedang bersetubuh dengan pria lain. Jika bisa memilih, ia ingin memergoki Lisa di tempat lain, jangan di ranjang saat keduanya sedang bercinta. 

Melihat itu dengan mata kepalanya sendiri, jelas membuatnya hancur berkeping-keping. Sekarang, meski Deren mencoba melupakan., tapi bayangan dua setan itu terus menghantuinya. Apalagi saat ia mendengar ada yang menyebutkan nama Lisa. Ia seperti akan meledak seperti kembang api.

Deren menunduk, tubuhnya gemetar, Pras dan Jane melihat keadaan Deren yang tampak menyedihkan. Keduanya menatap putranya dengan welas.

"Der, kamu nggak apa-apa?" Jane mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepala putranya. Jemarinya mengelus rambut anak lelaki nya dengan lembut penuh kasih sayang.

Deren menepis pelan tangan maminya, membuat Pras dan Jane terkejut.

"Aku akan temui Azel dan minta maaf. Aku akan menikah dengannya ... Papi Mami stop jodoh-jodohin aku." Deren bisa melihat senyum kebahagiaan di wajah orang tuanya saat kalimatnya selesai.

"Oke, bagus kalau kamu berinisiatif begitu." Kata Pras puas. 

"Kamu tau, alasan kami mendesak kamu untuk segera menikah?" tanya Pras, ia harus jujur.

"Ingin segera menimang cucu," ceplos Deren asal.

Haha.

"Bukan." Pras menggeleng.

"Papi ingin menunjuk kamu sebagai CEO di rapat umum pemegang saham yang akan diadakan dua bulan lagi. Papi pikir kamu akan menikah bulan ini, jadi Papi Mami tidak khawatir ... namun siapa yang sangka hal itu akan terjadi."

"Jadi, kami harus cepat mencari jodoh untukmu agar kamu segera menikah. Karena itu satu syarat yang diajukan Dewan Direksi." Pras dengan tegas menjelaskan. 

Sebenarnya Pras telah melakukan 'circular resolution' dengan mengirim usulan kepada anggota Dewan Direksi, dan telah di setujui beberapa bulan yang lalu. Tetapi masih dengan satu syarat, sudah berkeluarga.

Jika kondisinya tidak seperti ini, Deren pasti senang mendengar ia akan ditunjuk sebagai CEO di Perusahaan Ayahnya. Namun, ia tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Deren memijit pelipisnya, nyerinya bukan main. Bukan karena beban pekerjaan yang akan ia tanggung kedepannya. Melainkan tentang pernikahan-nya yang tidak bisa dihindari lagi.

Setelah perbincangan panjang dengan orang tuanya selesai, Deren kembali ke perusahaan.

Deren datang hanya untuk rapat, setelah rapat selesai. Ia memberikan sisa pekerjaannya kepada serkertarisnya, Siska.

Deren keluar dari Perusahaan saat sore. Seperti biasanya ia akan pergi ke 'KING' club malam langganannya setelah putus dari Lisa.

Deren duduk di sofa ruangan VIP. Ia ditemani lima wanita penghibur dengan pakaian minim bahan. Dua wanita duduk mengapitnya, keduanya sengaja menempelkan benda bulat mereka ke lengan Deren. Dua wanita bernyanyi dan berjoget dengan sexy di depan sana. Satu wanita lagi bertugas menuangkan minuman untuk pria itu.

Deren semakin mabuk, hari juga semakin malam. Deren pulang ke apartemennya dengan dijemput Ben. Dua wanita yang mengapitnya tadi juga ikut pulang bersama dengannya.

Sampai di apartemen, Deren yang setengah sadar langsung diajak bermain oleh dua wanita yang di bawanya. Ketiganya bermain di atas ranjang dengan semangat dan bergairah. 

Deren begitu menikmati, malam panjang yang dipenuhi hasrat itu. Ia hanya menginginkan malam tanpa kesedihan. 

Untuk besok, mungkin ia benar-benar harus menemui Azel seperti yang dirinya janjikan kepada orangtuanya.

Noona Nani

Hai... Salam kenal dari aku, Noona Nani. Senang rasanya novelku bisa diterima di GoodNovel. Mohon dukungannya untuk memberikan nilai untuk novelku... Terima kasih (✿ ♡‿♡)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status