Share

5. Penyakit Pak Kasno

Nasi Berkat 5

Pukul dua dini hari, Pak Kasno sudah selesai ronda. Setelah pamit dengan Pak Sidik, Pak Kasno langsung bergegas pulang.

Merogoh saku jaket lusuhnya, mengeluarkan kunci rumah yang ia simpan di sana.

Klek klek

Tanda kunci terbuka. Pak Kasno membuka pintu sepelan mungkin, agar tak mengganggu anak istrinya yang masih tertidur pulas.

Tempat yang dituju pertama adalah kamar mandi. Setelah melepas jaket, dan menaruh begitu saja di atas amben dapur, lalu melangkah ke kamar mandi. Mecuci kaki dan tangan, kemudian membasuh wajah agar lebih segar.

Saat hendak meraih gagang pintu kamar, Pak Kasno menoleh kearah amben. Tangan yang sudah terulur untuk membuka pintu ditariknya kembali. Berbalik, mengambil jaket, dan menyampirkan di pundaknya.

Membuka pintu kamar dengan sangat pelan, agar tak menimbulkan bunyi. Setelahnya menggantungkan jaket dibelakang pintu, barulah beranjak menghampiri istrinya di peraduan.

Walau sudah berusaha sepelan mungkin menjatuhkan bobot tubuhnya di samping istrinya, tetap saja ranjang tua itu berderit.

Kriet

Mak Siti menggeliat, membuka matanya perlahan. Saat samar-samar melihat suaminya sudah duduk bersender di ranjang sebelahnya, mak Siti mengucek mata agar penglihatanya lebih jelas.

"Sudah pulang, Pak? Jam berapa ini?" tanya Mak Siti.

Pak Kasno mengulas senyum lembut, lalu mengusap kepala istrinya dengan sayang. "Barusan pulang Mak, tidur lagi, ini baru jam dua."

Mak Siti hanya mengangguk, membenahi selimutnya, dan memejamkan mata kembali, meranjut mimpi yang terjeda.

Tak lama Pak Kasno merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata. Mengikuti istrinya merajut mimpi.

****

 

Pukul empat subuh, sayup-sayup terdengar suara orang mengaji dari arah masjid. Ya, selarut apapun Pak Kasno tidur, beliau akan terbangun di waktu subuh.

Walau cuma tidur kurang dari dua jam, Pak Kasno sudah merasa segar kembali. Biasanya selepas jamaah salat subuh, akan melanjutkan tidur kembali, sekitar satu atau dua jam. Itu beliau lakukan kalau malamnya mendapat jatah giliran ronda.

Lain halnya jika hari biasa, maka, pulang dari masjid kadang langsung berkutat dengan pekerjaan.

Kalau dirasa badan fit, akan keliling kampung untuk menawarkan tenaganya. Walau hanya membersihkan kandang, kadang mencabuti rumput.

Tak pernah mematok upah jasanya, karna Pak Kasno sadar diri, apa yang bisa dikerjakan hanya pekerjaan ringan. Seikhlasnya, berapapun akan diterima. Tanpa mematok upah pun, terkadang masih ada saja orang yang memanfaatkannya, upah yang tak pantas bahkan kadang tak dibayar.

Menjalaninya penuh dengan kesabaran. Apapun itu, terbuka dengan istrinya. Itulah sebabnya, beban seberat apapun akan terasa ringan karna ada orang yang akan selalu menguatkan satu sama lainnya.

Mengerjapkan mata, menoleh kesamping kanan, dan hanya menemukan selimut yang sudah terlipat rapi. Rupanya istrinya telah bangun duluan. Perlahan bangkit dari pembaringan, duduk di pinggir ranjang. Saat hendak berdiri dadanya terasa sesak, napasnya mulai tersengal.

Pak Kasno berjalan tertatih, dengan tangan kanan memegang dada.

Mak Siti yang sedang duduk di dingklik kayu, di depan tungku seketika menoleh karna mendengar suara langkah kaki suaminya. Melihat suaminya memegangi dada, mak Siti buru-buru beranjak menghampirinya.

Memapah pelan sampai di amben, memastikan suaminya duduk dengan nyaman.

"Bapak kecapean ya, ga usah ke masjid dulu! Salat di rumah aja, tunggu sesaknya kalo udah agak reda!" wajah mak Siti nampak begitu khawatir. Walau sudah dua puluh tahun hidup dengan pak Kasno, terbiasa melihat penyakit suaminya kambuh.

Pak Kasno mencoba tersenyum, agar istrinya tak cemas. Keringat dingin mengucur, napasnya tersengal. Kedua tangannya memegang pinggiran amben untuk menahan bobot tubuhnya.

Mak Siti mengambil air putih hangat dan obat, menyodorkan ke suaminya. "Diminum dulu pak obatnya, biar cepet sembuh!"

"Makasih, Mak!" jawab Pak Kasno.

"Duduknya geser ke sebelah sana pak, deket tungku biar anget!" ucap mak Siti lembut.

Pak Kasno hanya menggangguk. Menggeser pelan tubuhnya, sampai di ujung amben dekat tungku. Mak Siti duduk di bawah, menggunakan dingklik kecil. Dengan telaten memijat kaki suaminya.

"Kaki bapak dingin banget. Semalem tidur ga selimutan ya?" tanya mak Siti pelan.

"Iya, lupa, niat rebahan malah bablas tidur," jawab suaminya.

Perlahan, sesaknya mulai reda. Kalau parah terkadang napas saja sampai bunyi ngik ngik ngik, jika sudah seperti itu Mak Siti hanya bisa sabar menunggui suaminya, karna perlahan akan mereda dengan sendirinya. Minum obat hanya untuk meredakan, kalau sudah parah hanya sedikit membantu.

Itulah mengapa Pak Kasno tak bisa bekerja terlalu capek, jika kambuh kadang sampai dua atau tiga hari baru sembuh, malam hari tak bisa tidur. Hanya bisa duduk bersandar pada kepala ranjang, agar tetap bisa bernapas sedikit nyaman. Jika berbaring, maka bisa dipastikan sesak di dadanya akan semakin betah. Mak Siti, istrinya, selalu terjaga, setia menunggui suaminya, jika sewaktu-waktu pak Kasno butuh sesuatu atau bantuan, dirinya langsung bergerak cepat. Tak ada kata capek, atau keluhan, semua dia lakukan dengan ikhlas, sebagai bentuk baktinya kepada suami.

Keadaan sehat saja mereka hidup pas-pasan, apa lagi kalau sakit. Itulah sebabnya Pak Kasno tak memaksakan diri dalam bekerja. Jika sakit, tak cuma dirinya yang repot, istri dan anaknya juga kerepotan. Pekerjaan banyak yang terbengkalai karna fokus utama kesembuhan dirinya. Tak jarang harus hutang sana sini.

"Mak, bapak mau salat," pinta Pak Kasno.

"Sebentar Pak, napasnya masih kayak gitu kok!" tolak Mak Siti dengan halus.

"Keburu habis waktu subuhnya, bapak pelan-pelan aja kok, nanti salatnya duduk."

Mak Siti menghela napas panjang, sakit pun sifat keras kepalanya tak hilang. "Yaudah, tapi wudhunya pake air anget aja, nanti kalau air dingin malah kambuh lagi."

Beranjak dari duduknya, mengambil segayung air panas yang ada di panci di atas tungku. Membawanya ke kamar mandi, menuangkan kedalam ember kecil bekas cat, lalu menambahkan air dingin. Ember bekas cat yang bagian bawahnya dilubangi seukuran jari telunjuk, digunakan untuk berwudhu.

Mak Siti lalu menghampiri suaminya.

"Airnya udah siap Pak, pelan aja jalannya! Abis salat langsung rebahan, istirahat, biar cepet sehat. Mak mau Liat Erna dulu udah bangun belum, udah jam lima ini."

Pak Kasno hanya mengangguk, berdiri perlahan dari tempatnya duduk. Setelah dirasa tubuhnya kuat untuk berjalan, pelan Pak Kasno berjalan ke kamar mandi. Mengambil air wudhu untuk menunaikan kewajibannya. Sakit bukanlah alasan untuk lalai kepada-Nya.

🤗mengulik sedikit tentang penyakit pak Kasno ya gaes,, yang penasaran sama rencana mak Siti harap sabar, insyaallah di part selanjutnya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status