Share

6. Nikmat di pagi hari

Nasi Berkat 6

Mak Siti duduk di bibir ranjang, merapikan rabut putrinya yang menutupi  sebagian wajah. Menggoyang lengannya pelan, untuk membangunkannya.

"Udah pagi, Nduk, bangun nanti subuhnya keburu habis!"

Erna menggeliat, perlahan membuka netranya. "Iya, Mak!" sahut Erna.

Setelah memastikan putrinya terbangun, mengelus pipinya penuh sayang dengan senyum tulus seorang ibu. "Anak pintar, lekas bangun mak bikinin sarapan!"

 Mak Siti segera beranjak untuk membuat sarapan.

Erna menyingkap selimut, duduk lalu melipat selimut dan menaruhnya di atas bantal, menepuk-nepuk bekasnya tidur. Setelahnya menengadahkan kedua tangan, mengucap hamdallah kepada Rabb nya, yang telah memberinya nikmat tidur dengan nyenyak dan masih diberi kesempatan umur panjang dan kesehatan.

Turun dari ranjang, berjalan kearah jendela kamarnya. Membuka hordeng, perlahan membuka jendela lebar-lebar. Menghirup udara pagi pedesaan yang masih sangat segar dengan bau khasnya, dengan mata terpejam. Hal itu jadi kebiasaanya setiap pagi selepas bangun tidur.

Mak Siti membiasakan anak semata wayangnya sedari kecil, setiap bangun tidur langsung merapikan tempat tidurnya sendiri, dan jangan lupa berterimakasih kepada Allah yang sudah memberinya begitu banyak nikmat dan rezeki.

Erna menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu, lalu berjalan keluar kamar. Walau udara dingin, tapi tak mengendurkan niatnya mandi lalu mengambil wudhu. Setiap hari mandi dijam lima pagi sudah jadi rutinitasnya, biar ga buru-buru dan masih sempat membantu emaknya sebelum berangkat sekolah. Kecuali hari libur, ia akan mandi agak siang.

Saat Erna keluar dari kamar mandi, ia mendapati emaknya masih berkutat dengan cobek.

"Masak apa mak?"

"Masih ada sisa nasi semalam, mak bikin nasi goreng aja ya!" Jawab mak Siti tanpa mengalihkan pandangannya dari si cobek.

"Lekas ganti baju, terus subuh!" titahnya kemudian.

Erna masuk kekamarnya, gegas berganti baju. Selanjutnya menggelar tikar, baru menggelar sejadah. Menunaikan dua rakaat subuh.

Erna tak langsung memakai baju seragamnya, tapi dia memakai baju rumahan biar bisa membantu emaknya dulu.

"Mak, Bapak belum pulang dari masjid?" tanya Erna, sesaat setelah duduk di amben dapur.

Mak Siti yang sedang menumis bumbu menoleh, lalu mengalihkan pandangannya lagi kewajan, takut bumbu nasi gorengnya gosong. Memasukkan sepiring nasi, menggunakan sodet kayu untuk membolak balik nasi dan bumbu agar tercampur rata. Menambahkan sedikit sawi hijau yang dipetik di kebun samping rumah, lalu menambahkan sedikit kecap.

"Bapak, lagi kurang sehat. Lagi istirahat di kamar," jawab mak Siti, tangannya masih sibuk dengan sodet.

Erna terkesiap mendengar jawaban emaknya. Semalam masih baik-baik saja, tidak mengeluh apapun.

Nasi goreng sudah matang, Mak Siti memindahkan wajan ketungku sebelahnya. Mengambil panci yang sebelumnya telah diisi air, lalu  menempelkan di tungku. Air itu akan digunakan untuk air minum, setelah mendidih dituang ke kendi. Air di kendi lebih segar dari pada air yang ditaruh di teko.

Melihat raut wajah cemas putrinya, Mak Siti tau betul apa yang ada di benak putrinya itu.

"Bapak hanya kecapean, semalam pulang dari ronda tidur, lupa ga selimutan. Mak bangun jam setengah empat baru mak selimutin, ehh subuh tadi asmanya kambuh. Tadi udah minun obat, sekarang udah mendingan. Mak suruh istirahat lagi sehabis sholat subuh," terang Mak Siti sedetail mungkin.

Erna menarik napas panjang, lega.

"Alhamdulillah, nanti sebelum berangkat Erna tengok ke kamar."

"Ada yang perlu Erna bantu ga, Mak?"

"Tolong kamu petik terong sama cabai yang udah tua ya, nanti taruh di keranjang. Daun singkong, daun pepaya, sawi sama bayemnya nanti biar mak yang petik."

Jeda sejenak, lalu Mak Siti melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya mak mau ke pasar hari ini, tapi Bapak lagi kurang sehat, biarlah nanti sayurnya mak jual ke warung Bude Marni saja."

"Ada yang mau dibeli di pasar, Mak?" tanya Erna.

"Iya, mak pengen buat krupuk gendarnya macem-macem, tapi bumbu dapur habis semua. Tak apa, besok saja ke pasarnya sekalian bawa besek, mudah-mudahan laku banyak," ucap mak Siti penuh harap.

"Aamiin, yaudah Erna ke kebun dulu Mak, keburu siang!" pamit Erna yang dijawab anggukan oleh Mak Siti.

Erna membuka pintu samping terlebih dahulu, lalu mengambil keranjang anyaman yang dibuat dari tanaman mendong. Perlahan melangkahkan kakinya ke arah kebun yang berukuran sekitar 30mยฒ di samping rumahnya.

Biar kecil, tapi sayuran yang ditanam Mak Siti termasuk komplit. Di ujung ada pohon kelapa yang juga digunakan sebagai pembatas tanah, tak jauh dari situ ada pohon pepaya. Terong, cabai, tomat, sawi, bayam, daun bawang, singkong tumbuh subur. Kalau kata orang tangan Mak Siti adem jadi jodoh, nanem apapun akan tumbuh subur dan berbuah lebat.

Erna mulai memetik cabai rawit yang sudah merah dan tua, lumayan banyak panen pagi itu. Lalu memetik terong yang ditanam bersebelahan dengan pohon cabai. Memetik beberapa tomat yang sudah matang.

Sesekali menyapa tetangganya yang akan pergi ke sawah atau bekerja. Setelah dirasa cukup, bergegas masuk kerumah lagi.

"Mak, aku taruh amben, tadi sekalian metik tomat, udah pada mateng!"

"Iya, cuci tangan cuci kaki, langsung ganti baju udah setengah enam. Trus sarapan!" titah mak Siti.

Mak Siti langsung mengeluarkan isi keranjang ke tampah, memisahkan tomat, terong dan cabai. 

****

Selesai sarapan, Erna menyempatkan menengok Bapaknya.

Membuka pintu perlahan, agar tak mengganggu Pak Kasno yang sedang istirahat.

Pak Kasno tidur dengan posisi duduk menyandar. Erna menghampiri bapaknya, membenahi selimut yang menutupi kaki tua itu, kaki yang selama ini terus berjuang untuk keluarganya.

Duduk di pinggir ranjang, menggenggam lembut tangan bapaknya. Pak Kasno perlahan membuka mata, karna merasakan sentuhan di tangannya.

Tersenyum melihat wajah putrinya.

"Udah mau berangkat ya, Nduk?"

Napasnya masih sedikit tersengal, tapi tak separah tadi subuh.

Erna mengangguk sebelum menyahuti ucapan bapaknya. "Iya, Pak! Bapak cepet sehat ya, ga usah ngapa-ngapain hari ini, istirahat aja. Doain usaha Erna lancar ya Pak, insyaallah nanti pulang sekolah Erna bawa pulang uang banyak."

Pak Kasno tertawa lirih, lalu mengacak pelan pucuk kepala Erna yang tertutup kerudung. "Bapak udah sehat, bapak selalu doain kamu Nak, belajar yang rajin biar jadi anak yang sukses."

"Aamiin."

Meraih punggung tangan bapaknya, mencium takzim lalu pamit sekolah.

Mengambil tas yang dia taruh di atas amben, menenteng plastik kresek hitam di tangan kiri. Meninggalkan rumah lewat pintu samping, sekalian pamit kepada Emaknya yang sedang di kebun.

"Mak," panggil Erna.

"Aku berangkat ya, ini ada berapa krupuknya?" 

Mak Siti yang sedang memetik daun pepaya dengan galah karna pohonnya sudah lumayan tinggi, menengok, lalu menaruh galah di tanah. Berjalan mendekati putrinya.

"Udah mau berangkat, ya! Semua ada 30 bungkus, tadinya mau ditaruh 10 bungkus di warung Mbak Rini, tapi kerjaan emak banyak banget. Kamu bawa aja semua, mak doain mudah-mudahan laku semua."

"Aamiin ya Allah," jawab Erna.

"Yaudah, Erna berangkat dulu Mak, tadi udah nengok bapak sebentar."

Lalu mencium punggung tangan emaknya.

 

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan!"

Sepeninggal putrinya, Mak Siti melanjutkan pekerjaanya memanen sayur. Lumayan banyak yang bisa dijual hari ini. Dengan penuh semangat dan senyum yang selalu menghiasi wajahnya saat melakukan pekerjaan apapun. Semua terasa menyenangkan, tak ada kata lelah dan keluhan.

Segini dulu ya, udah mulai kebaca kan rencana mak Siti hehe,, masih banyak rencana lainnya. Gimana dengan jualan Erna? Halangan apalagi yang menimpanya? Gimana keadaan pak Kasno? Perjuangan mak Siti kepasar?

Nantikan part selanjutnya,, trimakasih yg udah like n komen, 

Jangan lupa subscribe cerita Nasi Berkat, dan follow akunnya. ๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status