Pukul 21.20
Abiyaksa baru saja selesai praktek. Karena ada pasien yang harus dioperasi hari ini juga. Ia baru selesai mengganti pakaiannya kembali, dengan kemeja yang ia gunakan, sebelum berangkat ke rumah sakit siang tadi. Pakaian khusus operasinya sudah ia tanggalkan dan juga tinggalkan. Sekarang, hanya tinggal beristirahat sebentar, sebelum pulang ke rumahnya nanti.Masih lelah sekali. Apa lagi, ia sudah berangkat dari pagi. Pergi ke rumah Nayanika dulu dan baru dilanjutkan dengan pergi ke rumah sakit, untuk menangani pasiennya.Awal-awalnya, ia tengah memikirkan cara agar ibu dari sahabat istrinya itu bisa sembuh dengan cepat. Tapi, ia malah terpikirkan lagi, dengan kehidupan dari wanita itu sendiri, yang kalau dipikir-pikir sangatlah berat.Kenapa lebih memilih untuk berdiri di kakinya sendiri?? Kenapa tidak mengandalkan laki-laki, yang memang harusnya bertanggung jawab atas diri wanita itu juga sebenarnya??Hahh... Kenapa ia jadi sepertiHanya butuh lima menit saja, Nayanika sudah keluar dari dalam kamar dan sang adik tengah duduk di atas sofa masih dengan seragam sekolah lengkap. "Kamu nggak ganti baju dulu, Dek?" tanya Nayanika sambil menutup pintu kamarnya. "Mager, Kak. Istirahat dulu sebentar di sini. Baru nanti ganti baju. Oh iya, kakak mau pergi kemana dulu emangnya? Ini masih lama dari jam kerja kan," tanya Mentari. "Ke rumah sakit dulu," ucap Nayanika sambil merogoh isi tasnya untuk menemukan kunci motor miliknya. "Rumah sakit? Kakak sakit apa emangnya?" cecar Mentari dan Nayanika pun mengerjap, ketika sadar bila telah salah bicara. "Eum, ini. Perut kakak nggak enak rasanya. Makanya mau periksa. Ya udah, kakak berangkat dulu. Takut telat nanti," jawab Nayanika sembari berjalan cepat-cepat keluar dari dalam rumah. Mentari nampak terdiam dan sedang berpikir. Tapi karena lelah ia malas untuk berpikir ini dan itu, lalu pergi ke dalam kamar saja untuk mengganti pakaiannya. Sementara itu. Nayanika yang
Nayanika ambilkan satu kotak susu dan menyebutkan nominal uang, yang harus Abiyaksa bayarkan. Setelah selesai membayar, Abiyaksa membawa susu tersebut keluar dari dalam supermarket ini dan Nayanika pun nampak memegangi perutnya sendiri, yang terasa kencang ini.Bibirnya sendiri Nayanika lipat dengan erat dan saat waktu tutup tiba, Nayanika segera mengenakan jaketnya kembali dan bersiap untuk pulang ke rumahnya.Namun, baru keluar dari minimarket ini, dia melihat Abiyaksa yang sedang duduk di dalam mobil yang pintunya terbuka dan segera bangun, serta menghampiri Nayanika yang tengah tertegun sambil memperhatikan Abiyaksa yang tengah berjalan ke arahnya."Sudah pulang?" tanya Abiyaksa."Iya," jawab Nayanika sambil menatap pria yang tiba-tiba saja mengulurkan salah satu tas belanja miliknya tadi."Ini, ayo ambil," perintah Abiyaksa.Nayanika mengerut keningnya. Ia lirik bungkusan yang seperti tidak asing isinya ini. Lalu kemudian, Nayanika ambil dan lihat sendiri untuk memastikan apa is
Beberapa pekan berlalu.Nayanika mengambil seragam yang ia gantungkan di belakang pintu kamarnya dan menarik kaus hitam yang nampak kebesaran itu dari tubuhnya. Kemudian, dia kenakan seragam kerjanya dan mulai menautkan satu persatu kancing pada seragam kerjanya itu.Mulai dari atas dan saat hampir tiba di bagian tengah tubuhnya. Nayanika terlihat menarik dengan lebih kencang lagi kancing bajunya itu, agar mereka bisa saling terhubung. Setelah kancing berhasil tertaut seluruhnya. Nayanika tertegun sambil melihat ke arah perutnya sendiri. Sudah kencang.Sudah mulai sulit untuk dikancingkan. Tapi tidak Nayanika hiraukan. Dia ambil sebuah jaket tebal berwarna dari dalam lemari pakaiannya. Dia tutupi seragamnya itu, dengan jaket tersebut dan kemudian keluar dari dalam kamar."Dek, kakak berangkat kerja dulu ya?" pamit Nayanika, kepada sang adik yang tengah memakan camilan di atas sofa."Iya, Kak. Hati-hati, Kak," pesan Mentari."Iya. Kakak jalan dulu kalau gitu," ucap Nayanika sambil b
Setelah kepergian Abiyaksa dari rumahnya. Nayanika termenung di atas sofa sambil mengusap-usap perutnya. Sepertinya, sudah mulai terasa berbeda. Sudah tidak terlalu rata lagi perutnya ini. Sudah semakin bertambah besar dan menambah kegundahannya juga. Kalau para tetangga tahu, pasti ia akan menjadi cemoohan. Tapi bila disembunyikan juga harus sampai kapan? "Permisi," ucap seseorang sambil mengetuk-ngetuk pintu masuk yang terbuka itu.Nayanika langsung melonjak kaget dan menurunkan tangan dari atas perutnya sendiri."Oh iya, sebentar," ucap Nayanika sambil bangkit dari sofa dan mendatangi sesosok wanita yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu. "Iya, Mbak. Ada apa ya?" tanya Nayanika."Apa dimsumnya masih ada? Keponakan saya mau. Enak katanya."Nayanika tersenyum semringah dan mengangguk cepat. "Iya, Mbak. Ada kok. Banyak. Mau berapa?" tanya Nayanika."Dua bungkus deh. Em, minta extra chili oil-nya kalau boleh," ucap wanita tersebut."Oh iya, boleh kok. Tunggu sebentar ya? Saya
"Coba beritahu dia ya?" ucap Nayanika sambil tersenyum masam. "Terus setelah itu harus gimana? Istrinya pasti marah besar. Apa aku juga nggak akan jadi perusak hubungan orang?" imbuhnya."Ya tapi, setidaknya dia harus tahu dulu. Kalian juga bisa mendiskusikan jalan keluarnya kan? Lakukan demi anak. Karena bagaimana pun juga, anak yang akan jadi korbannya. Masa iya, istrinya nggak mau berbesar hati sedikit? Itu adalah tanggung jawab bersama. Laki-laki itu juga harus bertanggung jawab. Jangan hanya tahu buat aja," ucap Abiyaksa dan Nayanika pun kembali tersenyum getir. Tahu saja dia ini tidak, bila pernah membuatnya bersama dengan wanita yang tengah dia cecar terus ini."Ya udahlah, Mas. Kapan mau obati Mama saya jadinya?" tanya Nayanika, yang ingin mengelak dari pembicaraan yang tak berujung ini."Oh iya. Ayo, sekarang aja," ucap Abiyaksa yang segera bangkit dari sofa dan di ajak Nayanika ke dalam kamar ibunya.Setelah selesai dengan serangkaian pemeriksaan maupun pengobatan fisik, Ab
"Apa saya tidak diperbolehkan masuk?" tanya Abiyaksa, ketika Nayanika yang sejak dia datang hanya sibuk melihat ke arah sekitar pria ini berdiri."Oh iya. Silahkan masuk. Silahkan masuk, Mas," ucap Nayanika sambil bergeser untuk memberikan jalan."Ayo silahkan duduk, Mas," ucap Nayanika sambil mengulurkan tangannya ke arah sofa."Tumben datang ke sini sendirian. Em, Meisya nggak ikut, Mas?" tanya Nayanika."Iya nih. Mei sedang sibuk. Tadi pagi-pagi sekali dia sudah berangkat ke rumah produksi usahanya dia. Katanya, mau adakan sidak. Saya juga ke sini tadi, belum sempat bilang juga. Takutnya nanti dia malah kepikiran. Meisya tidak boleh terlalu banyak pikiran. Nanti bisa mempengaruhi hormon. Dia harus benar-benar dalam kondisi yang baik. Apa lagi, kami sedang merencanakan untuk memiliki anak dalam waktu dekat," jelas Abiyaksa.Nayanika menundukkan kepala dan memainkan jemari tangannya sendiri. Lantas dia pun menyunggingkan senyumnya dan lalu berkata, "Beruntung ya dia. Ada orang yang b