LOGINNayanika mengalami kesulitan pasca sang ayah yang harus mendekam di dalam jeruji besi. Dia meminta pertolongan kepada sahabatnya, namun tidak disangka-sangka, sahabatnya tersebut malah memanfaatkan keadaan Nayanika yang sedang membutuhkan uang untuk ibunya yang sedang sakit. Nayanika, diminta untuk menggantikannya di malam pertama, karena sahabatnya itu yang telah kehilangan kesuciannya sejak lama. Demi agar tidak tersandung masalah dengan pria yang dijodohkan dengannya. Tetapi, penyelesaian masalah sekaligus petaka lah yang Nayanika terima. Di satu sisi masalah keuangannya teratasi. Tetapi, di sisi lainnya masalah baru malah menghantui Nayanika. Berkat malam itu, malah tumbuh sosok lain di dalam diri Nayanika. Harus bagaimana sekarang? Tidak mungkin juga meminta pertanggungjawaban kepada laki-laki yang telah beristri dan lagi, laki-laki itupun tidak pernah tahu, bila dia lah wanita yang ada di atas ranjangnya ketika malam pertamanya kala itu.
View More"Ini, apa segini cukup??" tanya Meisya, wanita yang berusia dua puluh empat tahun, yang tengah memberikan cek senilai dua miliar rupiah.
Banyak dan sangatlah banyak, untuk ukuran wanita, yang sudah tidak memiliki harta dan hanya tersisa pakaian yang melekat di badan saja. Tetapi terlihat sedikit, bagi Meisya yang seorang influencer. Uang segini, bisa dia hasilkan hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Karena bukan hanya dari satu media sosial saja. Dia juga seorang owner salah satu produk kecantikan. Pantaslah, bila uang segitu tidak ada artinya. Apa lagi, hal ini akan ditukar dengan masa depannya, bersama sang suami setelah pernikahannya sah nanti.
"Ini banyak. Ini banyak banget, Mei. Aku nggak pernah pegang uang sebanyak ini," ucap Nayanika, sambil memandangi selembar kertas, yang memiliki nilai tukar fantastis ini.
"Sekarang udah pegang kan? Kalau gitu, cuma tinggal kerjanya kan ya?"
Nayanika menelan salivanya dan membasahi tenggorokannya, yang terasa kering ini. Uang ini, bukan diberikan secara cuma-cuma. Uang ini, adalah sebuah pertukaran, dengan apa yang paling berharga di dalam diri Nayanika sendiri.
"Tapi, kalau ketahuan gimana, Mei?" ucap Nayanika lirih.
"Tenang. Aku udah atur semuanya. Kamu cuma tinggal masuk kamarku diam-diam. Kamu layani suamiku dengan sebaik-baiknya. Kalau bisa, nggak usah banyak bersuara. Nikmatin aja. Toh cuma sakit di awal. Sisanya, kamu juga pasti nikmatin kok," ucap Meisya dengan sangat enteng sekali. Tetapi terasa sangat berat, bagi yang akan menjalaninya nanti.
"Tapi aku takut, Mei." Suara sumbang gadis yang tidak punya pilihan lain di hidupnya sekarang. Ia butuh uang cepat. Ia tidak tahu harus dapat dari mana lagi, karena biarpun bekerja, tidak akan cukup untuk meng-cover semua kebutuhannya sekarang. Biaya rumah sakit dan juga biaya yang lain-lainnya.
"Lebih takut mana, sama kehilangan nyokap? Plus hidup luntang lantung dijalanan? Aku emang temen kamu, Nay. Tapi, aku juga butuh pertolongan kamu. Jadi menurut aku, ya sah-sah aja, kalau kita saling bantu satu sama lain. Bukan mau kejam. Masalahnya, masa depan aku juga dipertaruhkan di sini, Nay. Lagian, cuma sekali Nay. Ya paling satu sampai dua jam beres. Terus uang itu jadi milik kamu, tanpa kamu harus ganti sepeser pun!" cetus Meisya.
Nayanika termenung. Angkanya memang menggiurkan. Apa lagi, dia amat sangat membutuhkannya juga. Bisa untuk membeli rumah kecil, bila memang masih ada banyak yang tersisa, dari biaya rumah sakit ibunya juga dan yang paling penting, bisa untuk biaya rawat inap, maupun rawat jalan ibunya, yang pastinya tidak akan sedikit.
"Udah, Nay. Ambil. Kamu butuh banget kan?? Ambil aja. Nggak usah malu-malu," ucap Meisya lagi.
Nayanika menelan salivanya sendiri. Berat memang. Apa lagi, taruhannya adalah masa depan sendiri. Tapi apakah semua itu, masih penting untuk sekarang? Dia tidak punya tempat tinggal, ibunya butuh biaya karena sedang menjalani perawatan di rumah sakit akibat stroke. Belum lagi, adiknya yang masih membutuhkan biaya untuk bersekolah. Jadi, apa lagi yang ia pikirkan sekarang?
"Eum, iya. A-aku ambil ini ya? Hanya tidur semalam kan?" ucap Nayanika, dengan jantung yang sedang bergemuruh dengan kencang. Sudah tidak ada lagi pilihan lain. Ia harus menerima pertukaran, yang cukup berani ini. Demi ibunya. Demi adiknya juga. Karena sekarang, siapa lagi yang akan berjuang untuk dua orang keluarga yang tersisa, kalau bukan Nayanika, selaku anak tertua.
Meisya segera mendekap tubuh sahabatnya ini dengan erat. Senang sekali. Akhirnya, permasalahannya akan segera teratasi.
"Iya, Nay. Cuma semalam. Seenggaknya, Mas Abiyaksa tahu nanti, kalau aku masih perawan," ucap Meisya yang membuat Nayanika, kembali meringis perih di hati.
Menjadi gadis pengganti di malam pertama?
Ya, itu dirinya. Dia akan lakukan hal yang sangat nekat ini, hanya dalam waktu satu minggu lagi saja.
"Ya udah. Kamu bisa pergi sekarang. Kamu cairkan uangnya. Kamu bayarkan biaya rumah sakit dan kamu belilah makanan yang enak-enak, untuk adik dan ibu kamu. Belikan buah-buahan yang menyehatkan, Nay. Supaya ibu kamu, bisa segera sembuh. Ya?" ucap Meisya sembari mengusap punggung Nayanika.
"Iya. Terima kasih, Mei," ucap Nayanika, sembari melepaskan dekapannya, pada tubuh Meisya.
"Sama-sama, Nay. Aku juga terima kasih ke kamu lho. Kita ini, sedang saling tolong menolong kan?" ucap Meisya sambil membelai rambut Nayanika.
"Aku pergi dulu," ucap Nayanika, sembari bangun dan pergi dari kamar Meisya ini. Sementara Meisya tersenyum licik dan mengembuskan napasnya dengan sangat lega sekali.
Beberapa hari berikutnya.
"Mas, pas malam pertama nanti, nggak usah nyalain lampunya ya?" pinta Meisya, kepada pria yang alisnya hampir menyatu, setelah membuat kerutan di dahinya sendiri itu dan setelah mendengar permintaan calon istrinya ini, yang akan segera dia pinang, hanya dalam waktu kurang dari empat puluh delapan jam lagi.
"Kenapa emangnya? Kamu nggak takut gelap? Atau nggak terbiasa tidur dengan lampu yang terang?" tanya Abiyaksa, pria yang sebentar lagi, akan menjadi suaminya ini.
"Eum... Ya nggak sih. Aku cuma malu. Aku baru pertama kali kan. Jadi, jangan Mas nyalain lampunya ya nanti? Aku malu banget, Mas. Nggak pede."
"Kamu ini. Kenapa harus malu sama suami sendiri?" tanya Abiyaksa.
"Ya namanya malu, Mas. Apa lagi, kita juga belum lama kenal kan. Nggak apa-apa ya, Mas?" rengek Meisya.
"Hahh... Ada-ada aja. Ya udah. Senyamannya kamu aja deh," balas Mas Abiyaksa, yang membuat Meisya tersenyum diam-diam.
Malam setelah pesta pernikahan digelar. Abiyaksa, pria matang yang kini berusia tiga puluh tiga tahun, masuk ke dalam kamar, yang merupakan kamar pengantinnya bersama dengan Meisya. Kamar ini juga adalah milik Meisya sendiri, rumah yang ia hasilkan dari berbagai macam endorse yang masuk. Belum lagi, penghasilan dari penjualan produknya yang melesat tajam. Sesuai dengan keinginan Meisya yang ingin kamar gelap dan tidak mau terlihat. Malu katanya. Kamar ini pun, benar-benar dibuat gelap gulita. Yang nampak hanya ranjang saja. Karena ber-seprai putih dan sosok yang memakai gaun tidur berwarna putih serta minim, yang sudah berada di atas ranjang itu dan ada dalam posisi tidur yang menyamping.
Abiyaksa mencari stop kontak dan berusaha untuk menyalakan lampu kamar ini. Tetapi sudah ditekan pun, lampu tak kunjung menyala juga.
"Ya ampun, kamu sampai benar-benar mematikan lampunya begini," ucap Abiyaksa, yang sekarang ini berjalan menuju ranjang dan naik ke atas ranjang tersebut.
"Ini gelap sekali, Mei. Kamu ini benar-benar ya?" ucap Abiyaksa, yang malah meletakkan tangannya di bahu sosok itu, hingga dia melonjak kaget.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Abiyaksa, yang kebingungan, saat merasakan reaksi terkejut wanita, yang ia pikir adalah istrinya ini.
Gelengan kepala pun dilakukan dan Abiyaksa malah merebahkan tubuhnya di samping 'wanita pengganti istri-nya' ini.
"Kamu benar-benar pemalu ya? Padahal, kamu berdandan cukup berani. Tapi disentuh sedikit oleh suami sendiri, malah kaget begitu," ucap Abiyaksa, yang main memeluk saja, sambil mengendus tengkuk leher Nayanika.
"Parfum kamu selalu wangi. Aku suka sekali aromanya," ucap Abiyaksa, sambil menggerakkan tangan, yang tadinya berada di atas perut, kini malah sudah berada di samping tubuh wanita ini saja. Ia usap dari mulai pinggang hingga ke bawah dan berhenti di paha. Abiyaksa elus-elus di sana, sampai wanita berada di sisinya ini gemetar ketakutan.
"Hei, nggak usah tegang. Rileks ya? Aku janji akan pelan-pelan," ucap Abiyaksa yang mengendus dengan semakin ganas dan juga, mulai menciumi tengkuk leher wanita, yang ia kira adalah istrinya.
Sementara itu di tempat yang lain. Abiyaksa tengah yang sempat terlelap sesaat itupun mendadak bangun. Dia segera menoleh ke samping dan sudah tidak menemukan Meisya di sampingnya seperti tadi."Sayang??" panggil Abiyaksa sembari turun dari atas tempat tidur. Dia melihat ke arah kamar mandi yang sedikit terbuka pintunya, lalu mendekati pintu tersebut."Sayang? Apa kamu di dalam?" tanya Abiyaksa yang sudah menyentuh pintu kamar mandi itu, lalu mendorongnya pelan-pelan, hingga tubuh Meisya yang tengah mematung itu terlihat olehnya."Sayang? Kamu sedang apa di situ?" tanya Abiyaksa yang tadinya hanya fokus pada wajah Meisya yang nampak pucat, berantakan dan juga banyak mengeluarkan keringat."Mas, perut aku sakit tadi. Terus ini, tiba-tiba begini," ucap Meisya seraya memutar bola matanya ke bawah dan melihat darah segar mengalir, dari kedua paha dan kini pelan-pelan sampai ke kakinya."Astaga, Sayang!" pekik Abiyaksa yang secepatnya mendekat tapi Meisya malah tumbang dan untungnya tertan
Nayanika berada di ruang bersalin dengan jarum infus yang sudah menancap di punggung tangan kirinya. Ia yang tengah merebahkan tubuhnya itupun sesekali mencengkram sisi tempat tidur dengan kencang, saat rasa mulasnya itu datang kembali dan lebih sering."Dek..." panggil Nayanika yang raut wajahnya kelihatan pucat pasi ini."Iya, Kak. Kenapa? Mentari ada di sini kok," timpal Mentari yang berada di sisi ranjang pasien ini."Mama gimana, Dek? Mama nggak apa-apa di rumah?" tanya Nayanika yang masih sempat-sempatnya memikirkan orang lain, daripada keadaannya sendiri. "Mama aman kok, Kak. Kakak nggak usah khawatir, Mentari udah titipin Mama ke temen sekelasnya Mentari kan tadi.""Dia bisa jaga Mama kan? Kalau nggak kamu pulang aja. Kakak nggak apa-apa sendirian di sini," ucap Nayanika sambil menggigit bibir bawahnya."Apa sih, Kak? Kakak butuh ditemenin sekarang. Kok malah nyuruh Mentari ninggalin kakak di sini. Kakak tenang aja, Mama aman kok. Temen Mentari itu baik. Dia juga cuma tinggal
"Oh, Nayanika. Kamu juga sedang periksa di sini?" sapa Abiyaksa, yang baru sadar bila Nayanika duduk sejajar dengannya dan di dekat sang istri."Iya, Mas. Mau check up rutin," jawab Nayanika."Kapan perkiraan lahirnya?" tanya Abiyaksa lagi. "Eum, kemungkinan bulan depan. Bulan depan lahirnya," jawab Nayanika."Cepat sekali ya? Nggak terasa, sudah mau lahir saja," ucap Abiyaksa."Iya. Cuma tinggal sedikit lagi," ucap Nayanika.Meisya hanya diam saja sambil terlihat acuh tak acuh. Dia sedang merasakan sensasi mual pusing dan sebagainya. Malas bicara dan juga malas sekali basa-basi. Toh wanita yang ada di sampingnya tidaklah penting dan sudah tidak lagi menjadi ancaman, karena suaminya tidak akan pernah meninggalkan seorang istri sah yang sedang mengandung darah dagingnya."Antrian nomor sembilan," panggil suster yang baru saja keluar dari dalam ruangan."Ayo, Mas. Saya duluan. Ayo, Mei," ucap Nayanika yang bersusah payah untuk bangun dari kursi dan segera berjalan masuk ke dalam ruang
Bumi: [Aku bakalan sibuk banget akhir-akhir ini, Nay. Udah mulai susun skripsi nih. Jadi jangan mikir yang macem-macem ya, kalau aku gak ada kabar dan gak dateng ke sana. Tapi kalau kamu ada perlu apa-apa, telepon aja. Ok?]Satu pesan yang masuk ke ponsel Nayanika dan dibaca bolak balik olehnya. Setelah berunding dan mendiskusikan tentang masa depan, akhirnya Bumi kembali pada rencananya diawal. Bereskan kuliah dulu. Bekerja. Baru setelah itu datang untuk meminangnya.Nayanika melakukan helaan napas yang cukup berat. Bukan batal tapi hanya ditunda. Tapi setidaknya, rasa takutnya sedikit berkurang sekarang. Tidak lagi memikirkan bagaimana nanti keluarga Bumi melihatnya. Untuk sementara bisa lega. Tetapi nanti tidak tahu harus bagaimana. Yang jelas, ia mau jalani saja yang ada dulu sekarang. Fokus kepada anaknya ini dan kepada waktu kelahiran anaknya nanti.[Iya. Semangat skripsinya. Semoga berhasil tanpa banyak revisi.]Pesan yang Nayanika kirimkan untuk membalas pesan Bumi. Lalu kemu
"Mulai kan. Jangan becanda. Nikah itu bukan main-main lho," ucap Nayanika sambil menarik tangannya, tapi ditarik dan digenggaman lagi oleh Bumi."Ya emang bukan main-main, Nay. Makanya, yuk kita nikah beneran," ajak Bumi dan Nayanika malah terheran-heran sambil dengan termenung."Kamu serius ini?" tanya Nayanika lagi, karena takutnya Bumi hanya sedang mengajaknya becanda."Iya, serius aku tuh. Kakakku sendiri yang suruh. Katanya, aku harus nikahin kamu sekarang-sekarang. Secepatnya," ujar Bumi."T-tunggu dulu. Apa kakak kamu tahu, kalau anak ini bukan anak kamu??" tanya Nayanika sembari melirik sekilas pada perutnya yang buncit."Ya... dia bakalan jadi anakku juga kan nanti.""Jadi, kamu nggak bilang yang sejujurnya sama kakak kamu?" cecar Nayanika."Ya bukan begitu juga, Nay. Aku udah bilang kok. Aku bilang nggak pernah sentuh kamu. Tapi ya kakak aku tetap anggap kalau itu anak aku. Jadi bukan salah aku juga kan?" ujar
"Ah gila kamu Bumi. Pokoknya gila. Gila banget," ucap sang kakak."Santai aja, Mbak. Bumi yang jalaninnya juga santai kok," ucap Bumi yang mendapatkan keplak maut lagi di kepalanya."Jangan santai-santai aja kamu! Kalau nggak cepet-cepet kamu beresin nih ya, Mbak langsung kasih tahu Papa pokoknya!""Ya jangan dulu. Pokoknya tunggu aba-aba Bumi dulu, Mbak. Ya? Please... Mbak baik deh," rayu Bumi."Nggak! Mbak nggak mau tahu pokoknya! Cepetan kamu beresin. Kalau kamu lama, Mbak pasti kasih tahu Papa! Biarin digantung Papa sekalian. Daripada anak orang jadi korban. Mana lagi hamil gede begitu lagi," ucap sang kakak dan Bumi pun menghela napas jadinya."Iya, Mbak-ku. Besok Bumi ke sana dulu, mau obrolin dulu sama Naya. Kalau Naya ok ya gas udah.""Ya udah. Pokoknya cepetan! Jangan pake lama!""Iya... beres pokoknya.""Ya udah deh. Mbak mau minum obat pusing dulu. Jadi nyut-nyutan begini kepala Mbak cuma gara-gara mikirin kamu doang," ucap kakaknya Bumi sembari bangun dari sisi tempat tidu






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments