Share

NEWBORN
NEWBORN
Penulis: Ally Jane

-1- That Newborn

Go as far as you can

I’ll find you wherever you are

“Cari dia di setiap sudut Minnesota. Bunuh dia, sebelum dia menciptakan monster lain,” perintah suara di telepon itu.

“Aku mengerti,” jawab Dean enteng. “Tapi, jika aku mengurusi newborn–vampir baru ini, bagaimana dengan Warren?”

Untuk saat ini, bunuh dulu monster ini. Sepertinya Warren memang menciptakan monster ini untuk mengacaukan kita. Entah bagaimana, tampaknya dia mengajari monster yang satu ini dengan sangat baik. Tapi, aku sudah mengirim Hunter lain untuk mengikuti jejaknya. Sementara itu, segera beresi monster ini sebelum keadaan bertambah kacau. Sudah banyak warga yang dilaporkan hilang di sana. Jika kita tidak segera bergerak, monster ini akan mengosongkan negara itu,” kata suara itu.

“Baiklah, aku mengerti. Aku akan bergerak secepat mungkin begitu aku tiba di sana,” ucap Dean.

Lalu, sambungan telepon diputus. Dean menyelipkan ponsel ke saku kemejanya yang tidak dikancingkan di atas kaos hitam dengan tulisan NY. Dean menyisir rambut hitamnya dengan tangan, lalu keluar dari lorong gelap itu dan memperhatikan sekitar, memastikan tidak ada manusia yang melihat, kemudian dia berlari ke rumah mewahnya di kawasan Belgravia, London.

Alasan Dean memilih kawasan ini sebagai tempat tinggal adalah, karena kekosongannya. Kawasan ini, sudah seperti kota hantu karena nyaris tidak ada tanda-tanda kehadiran sang pemilik di rumah-rumah mewah itu. Dan itu menguntungkannya.

Dengan gerakan cepat yang tak tertangkap mata manusia, Dean masuk ke dalam rumahnya. Gabe, asisten Dean yang seorang manusia, langsung menghampiri Dean dengan cemas.

“Kupikir hal buruk terjadi padamu,” ucap Gabe.

Dean mendengus. “Aku tidak selemah manusia, Gabe. Aku hanya harus menyisir kawasan pantai barat selatan lebih lama tadi. Tapi, sepertinya Warren sudah meninggalkan Inggris. Dia tidak mungkin pergi ke selatan, mempertimbangkan keberadaan Robert dan Parlemen. Jadi, dugaanku dia mungkin pergi ke utara, menuju Rusia, atau Asia.

“Dan dalam perjalanan pulangku tadi, Robert menelepon. Sebaiknya kau segera bereskan barang-barang kita untuk terbang ke Minnesota besok. Dia sudah memesan tiket untuk penerbangan ke Minnesota dari Heathrow dengan penerbangan tengah hari besok,” kata Dean seraya berjalan ke tangga.

“Minnesota? Tapi … untuk apa?” Gabe menatap Dean bingung.

“Warren berhasil menciptakan newborn yang cukup hebat. Robert ingin aku menghabisinya,” urai Dean.

“Apakah newborn ini adalah dalang di balik hilangnya para penduduk di beberapa kota di Minnesota belakangan ini?” Gabe bergidik ngeri.

Dean mengerutkan kening. “Kau sudah menyelidikinya?”

“Aku mengikuti perkembangannya. Karena … dia membunuh nyaris sebanyak Warren. Dia bahkan tidak meninggalkan jejak mayat-mayat atau newborn lain. Entah di mana dia menyembunyikan newborn ciptaannya, tapi kurasa dia cukup mengerikan, Dean. Selama satu bulan terakhir, dia menjadi teror yang paling ditakuti di Minnesota,” terang Gabe.

“Dia memang monster,” desah Dean. “Aku tidak heran jika para manusia itu ketakutan. Tapi, aku justru merasa tertantang. Mungkin kali ini, aku akan mendapat lawan yang sepadan.”

“Jangan main-main lagi, Dean,” Gabe memperingatkan. “Dia cukup berbahaya.”

“Gabe, kau tidak perlu khawatir tentangku. Siapkan senjataku. Bereskan semua keperluan kita selama di sana. Dan tadi Robert berpesan tentang email yang dia kirim mengenai detail semua akomodasi kita selama di sana,” katanya sebelum kemudian melompat ke lantai dua.

Gabe hanya bisa mendesah menanggapi kekeraskepalaan Dean itu, sebelum kemudian pergi ke kamarnya untuk mengecek email dan mempersiapkan segalanya.

***

“Aku benci matahari,” keluh Dean ketika mereka turun dari pesawat di Saint Paul International Airport. Untuk mendarat di Duluth, pesawat mereka harus transit selama dua jam di Minneapolis.

“Oh, Dean, kau bahkan tidak lagi terpengaruh olehnya,” ucap Gabe sembari memutar mata.

“Bukan berarti aku tidak membencinya,” dengus Dean.

“Berdamailah dengan itu,” ucap Gabe. “Sudah dua abad kau menjadi kawan baiknya.”

Lagi-lagi Dean mendengus. Ia memakai kacamata hitam untuk melindungi mata merah gelapnya dari sinar matahari dan berusaha menahan diri untuk tidak berlari melewati orang-orang ini. Beberapa saat setelah mereka duduk di ruang tunggu, ponsel Dean yang baru ia nyalakan sudah berdering.

“Ya, Robert?” Dean mengangkat teleponnya.

“Tiga jam lagi kau akan tiba di Duluth. Dan aku sudah mengirim orang untuk mengantarmu ke kabin yang akan kau tinggali selama kau memburu newborn ini. Begitu kau tiba di Duluth, carilah mobil yang paling menarik perhatianmu,” katanya.

“Mobil yang menarik perhatianku?” Dean mengerutkan kening.

“Selamat berburu, Dean.” Robert mengakhiri percakapan mereka dan menutup teleponnya.

“Apa katanya?” Gabe menatap Dean penasaran.

“Kita akan dijemput di Duluth untuk sampai ke kabin kita. Kau sudah tahu di mana kita akan menginap?” tanya Dean.

Gabe mengangguk. “Di Ely. Di tepi danau Fenske. Tapi di email, dia tidak mengatakan bahwa kita akan dijemput.” Gabe mengedikkan bahu.

“Sepertinya dia menyiapkan sesuatu untukku,” sahut Dean seraya bersandar santai di kursinya. “Kau tahu, Gabe? Terkadang aku sangat ingin tidur. Tapi masalahnya, aku tidak bisa, kan?” Dean berbisik pada Gabe.

Gabe tersenyum geli. “Kau selalu bisa memejamkan matamu jika kau lelah,” sarannya.

“Atau memangsa manusia-manusia ini,” ucap Dean sembari menyeringai.

Gabe memutar mata menanggapinya. “Kau baru saja makan kemarin, Dean.”

Dean kembali menyeringai.

***

“Oh, sial, Robert,” umpat Dean ketika ia melihat sebuah Ford Falcon 1968 hitam di depan lobi Duluth International Airport. Dean tersenyum lebar ketika mendekati mobil itu. “Dari mana dia mendapatkan ini?” Dean bertanya pada seorang pria yang baru keluar dari pintu kemudi mobil itu.

Pria itu memiliki kulit pucat yang sama dengan Dean, mata merahnya yang tidak segelap milik Dean bersinar geli. “Bukan hal yang sulit baginya,” jawab pria itu.

Dean tersenyum lebar seraya mengelus bemper mobil itu. “Sial, dia benar-benar tahu caranya memotivasi kita, bukan begitu, Bryan?” seringai Dean pada pria yang sudah berdiri di sebelahnya itu.

Bryan tersenyum miring. “Aku akan mendapatkan Maserati jika bisa mengikuti jejak Warren selama tiga bulan ke depan, tanpa kehilangannya,” ungkapnya.

Dean tertawa. “Terakhir kali aku mengejarnya, dia berada tak jauh dari London. Tiga bulan lalu aku mengikutinya hingga ke San Jose. Tapi setelah hampir sebulan, aku kehilangan jejaknya di sana, sampai aku menemukannya lagi di negara tempat tinggalku beberapa waktu lalu. Tapi, dia kabur setelah menghancurkan Impala-ku. Dan kurasa, dia sedang menuju ke Asia saat ini,” beritahu Dean.

Bryan mengangguk. “Terima kasih infonya, Dean. Aku hanya mampir untuk mengantarkan mobil ini. Dan sekarang, aku harus mengejar Maserati-ku,” katanya.

Dean mendengus geli. “Semoga berhasil, Bryan,” katanya.

“Kau juga. Semoga berhasil. Kudengar newborn ini benar-benar mengerikan. Menurut mata-mata Robert, newborn ini sangat berbahaya, karena ia bisa melawan lima newborn lainnya dengan mudah,” urai Bryan.

“Dia juga membunuh newborn?” Dean penasaran.

Bryan mengangguk. “Aku tidak tahu bagaimana pastinya. Tapi yang jelas, newborn mengerikan itu menghancurkan sesamanya tanpa ampun.”

Dean semakin penasaran dengan newborn yang diburunya ini. “Aku mengerti, terima kasih, Bryan,” katanya seraya menepuk bahu Bryan.

Bryan mengangguk. Ia menyapa Gabe singkat, sebelum kemudian berjalan meninggalkan Dean dan menghilang tanpa jejak.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rika Wai
awal bab yang bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status