"Astaga apa yang kamu lakukan pada Bella?" tuding ibu mertua yang langsung menunjuk wajahku dengan telunjuknya. Aku tersinggung, dan harga diriku tertampar oleh sikapnya."Ibu ... kenapa ibu mengkhawatirkan dia? Padahal dia yang salah?" tanyaku dengan suara parau, menahan sesak di dada."Ya Tuhan ... kamu ini Ariska! Kejam sekali kamu, saking benci dan cemburunya hingga tega melakukan ini, ya ampun ... Aku baru tahu jahatnya kamu!" jerit ibu mertua. Sementara wanita yang pura pura-pura pingsan itu mengedipkan mata padaku tanpa sepengetahuan ibu mertua, ia mengejek dan melecehkanku.Apa yang lebih menyakitkan dari ini ketika sikap ibu mertua begitu arogan, seolah buta akan kenyataan sebenarnya."Astaga apa yang harus kulakukan?" Ibu panik dan memanggil supirnya Pak Ridwan untuk menggendong wanita itu."Dia tidak pingsan, tapi hanya berpura-pura," ucapku."Diam kamu! kalo sampai Bella benaran hamil dan terjadi sesuatu pada calon cucuku, aku akan memberimu pelajaran," jawabnya berteri
Setelah beberapa jam duduk sendiri sambil menguras air mata, aku bangkit dan menurunkan koper yang ada di atas lemari, membuka resleting dan sekali lagi menghela napas panjang lalu memilih pakaian yang akan kubawa dari dalam lemari.Leih baik aku pergi daripada aku terhina di dalam rumah sendiri. Diabaikan dan diperlakukan seperti manusia yang tidak layak dihargai.Meski aku tahu, aku tidak punya tujuan dan uang, tidak tahu harus melangkah dan pergi ke mana, tapi aku harus menguatkan hati, toh, bertahan di sini sama dengan membunuh diri.Memangnya siapa yang bisa tahan, suaminya direbut dan bermesraan di depan mata, sementara mertua yang harusnya bersikap netral atau mengingatkan anaknya malah menyudutkan posisiku sebagai wanita dan menantu?"Ah, ya Allah, mengapa begini sekali takdirku?"Entah akan bagaimana masa depan rumah tangga kami, tadinya aku masih bisa berharap untuk membuka hati dan kesadaran Mas Arya, tapi, apa daya. Ibu mertua lebih berkuasa dan mendominasi anaknya. Lagip
Lama menghabiskan waktu untuk menangis memeluk diri di balik pintu kamar sementara suamiku hanya terdiam di dalamnya. Dia tidak berinisiatif sama sekali untuk keluar dan menahan kepergianku.Bisa kutebak, bahwa Ibunya sudah mengambil keputusan untuk menyuruhnya memilih antara aku atau calon wanita yang akan dinikahi.Ah, aku tahu, aku berat melakukan semua yang tapi tidak ada pilihan lain selain pergi.Sungguh malu untuk pulang ke rumah orang tua ketika aku sudah menjanjikan mereka bahwa kehidupanku akan langgeng dan tidak akan membebani mereka dengan berbagai masalah pribadiku.Lagi pula, jarak rumah orangtua dan tempat ini sangat jauh, berbeda pulau aku terdampar dan bingung harus bagaimana.Kubuka pintu gerbang, flat besi itu bergeser dan menimbulkan suara. Kubalikkan badan untuk sekali lagi melihat tempat yang dulu kusebut istana dan surga.Rasa sayangku pada bangunan itu sama dengan cintaku pada suami, tapi, aku tak bertakdir untuk tetap bersama mereka.Ketika kulangkahkan kak
Sudah kutebak kira kira kehebohan apa yang akan terjadi karena perbuatanku semalam, minimal aku akan dicari Mas Arya lalu dipukuli atau paling parah ditangkap polisi. Tap apa, setidaknya aku sudah melampiaskan sakit hati padanya.Tentang Irene yang juga kupikirkan, ia pasti syok jika tiba tiba di rumah tetangganya terjadi keramaian. Dia pasti curiga padaku, namun aku yakin ia tak akan membuka mulut sudah membawaku ke apartemennya karena itu sama saja mengundang kecurigaan polisi jika kami ternyata bersekongkol untuk menyakiti Bella.Kuganti baju dan mengubah potongan rambut ke sebuah salon, membeli kaca mata dannsetelah mewah khas istri orang kaya lalu memanggang dengan santainya. Pergi ke barat kota untuk mencari unit yang bisa disewa murah lalu melanjutkan hidup dengan menjadi guru les privat atau apa saja. Bisa juga jadi sales kosmetik atau bandar arisan Abal Abal. Aku tak takut dan entah mengapa rasa sakit memberiku energi lebih untuk berani dan melawan. Akan kutuntut dendamku
Mungkin langkah ini berat, karena masih berstatus suami orang. Aku ingin mengakhiri tapi terlalu jengah diri ini untuk menghubungi Mas Arya dan mengatakan keinginanku untuk bercerai darinya. Aku muak mendengar suaranya, aku benci, aku rasanya ingin menghajar wajahmya yang selalu nampak tak berdosa.Dengan bermodal baju mahal, dan perhiasan KW, hari ini adalah hari pertama aku bergaul dengan klub sosialita elit yang suka membeli tas branded dan mengadakan arisan berlian, aku berencana akan membaur dan mungkin akan memanfaatkan kesempatan mengeruk uang dengan menjadi bandar, mereka akan terpengaruh dan percaya denganku yang bersikap sok kaya, pintar, dan profesional. Dngan begitu, Mas Arya akan kaget melihatku yang begitu cepat kaya dan sukses tanpa dirinya.Di momen dia terpana melihat perubahanku, maka di situlah aku akan menghujam harga dirinya ke dalam lumpur nista.Sudah seminggu, ya, seminggu yang menyakitkan dalam hidupku berjauhan dengan suami yang terpaksa akan kulupakan da
Jangan mencariku ....Sebuah ketukan di pintu menyadarkan aku Yang nyaris terlelap dia sofa ruang tamu. Kuintip dari lubang pintu dan ternyata yabh datang adalah Mas Arya dan kekasihnya.Ah, malas aku menemui mereka."Permisi, Ariska ... Aku tahu kamu di dalam," ujar Mas Arya.Kuperhatikan sekali lagi, pelak-pelan, tidak ada orang lain di sana. Kurasa, bisa jadi mereka mendapatkan alamatku setelah menelusuri begitu lama, memeriksa kamera cctv dan aku tahu mereka murka terkait isi saldo yang terkuras habis. Biar saja."Ariska, jangan jadi pengecut kamu!"Karena gerah mendengar mereka terus memanggil dan menggedor. Akhirnya aku muak dan pergi membukakan pintu."Ada apa?""Ariska aku tahu, apa yang sudah kamu lakukan, aku ingin datang dan bicara baik baik padamu," ujar Mas Arya padaku."Buat apa, aku tidak punya urusan apa- apa lagi dengan kalian berdua," jawabku acuh."Aku tahu kau telah mengambil kartu ATM-ku.""Tidak masalah, uang itu juga sebagian adalah tabunganku," jawaku melipat t
Mendapati bahwa kenyataan atau sedang hamil membuat perasaanku galau tidak terkira. Aku memang bahagia mendapatkan sesuatu yang tidak pernah kusangka sebelumnya, di samping itu aku bisa membuktikan bahwa selama ini sebutan mereka yang menganggap mandul ternyata tidak benar adanya."Apa yang akan Mbak Riska lakukan?""Irene, tolong jangan beritahu siapapun tentang ini, aku mohon sekali padamu. Kamu akan meletakkan nyawaku dan bayiku di ujung tanduk jika kamu memberitahu seseorang," pintaku sambil menggenggam tangan Irene."Tapi kenapa kita harus merahasiakannya Mbak?""Aku khawatir Bella akan merencanakan sesuatu dan membuatku kehilangan bayiku sementara dia berambisi untuk menjadi satu-satunya orang yang bisa memenangkan Mas Arya dan hartanya," jawabku."Apa itu artinya Mbak Riska masih berharap agar Mas Arya kembali kepada Mbak Riska?""Kupikir Tuhan membiarkan aku hamil, karena Dia sedang merencanakan sesuatu atas hidupku," jawabku."Aku sendiri nggak ngerti Mbak," jawabnya mengan
Hari itu setelah kepergiannya kuputuskan untuk segera pindah. Kupikir Lebih baik menjauh daripada terus berada dalam dilema diombang-ambing ketidakpastian yang pada akhirnya pasti akan mengecewakan.Memang aku mencintai Mas Arya, tapi, Bella kini telah bersamanya. Aku ingin menyudahi episode kelam pernikahan ini sehingga kini, di sinilah aku, di depan kantor pengadilan agamaSetelah selesai pindah rumah, dibantu oleh Irene, aku memutuskan untuk menjual berlian yang kubeli dari uang Mas Arya untuk memulai usaha baru, setelah itu, uang yang tersisa kugunakan untuk menggugat cerai Mas Arya.Sesaat di depan kantor itu, hatiku sedih, bimbang tak terkira, hancur karena harus sampai di titik tenyata kita harus saling melepaskan, ternyata kita harus berpisah untuk selamanya, dan ternyata janji suci yang kita ikrarkan hanya sampai di sini saja. Ya, kecewa memang, tapi apa boleh buat.Kudaftarkan gugatan, lalu setelah proses registrasi selesai aku segera pulang, untuk kembali menjajakan sec
__❤️❤️__Seminggu berikutnya, setelah pertemuan dengan nyonya kaya itu.Kupikir tadinya Bella dan Mama Mas Arya akan mencariku dan menyalahkanku atas ditahannya Mas Arya yang entah sudah bebas atau belum sekarang ini. Namun, ternyata tidak sama sekali, aku aman aman saja hingga detik ini. Mungkin, mereka khawatir dengan menggangguku, maka aib mereka pun akan muncul ke permukaan.Hari hari berganti menjadi sore, hingga senja, gelap menjelang dan beranjak larut, tadinya aku biasa biasa saja, tapi seiring berjalan waktu, diam dalam kesendirian tanpa teman atau kabar dari orang orang terdekat, membuatku merasa sepi dan seorang diri di dunia ini. Berjam-jam kuhabiskan pandangan malam dari balkon rumah, menatap cakrawala yang luas, lalu beralih ke lampu-lampu kota yang berkelipan semarak, terdengar suasana cafe di seberang jaran yang ramai dan penuh canda, kontras sekali dengan keadaanku yang memeluk sepi dan merana sendiri di apartemen ini.Kututup pintu, lalu duduk di kasur, mengedark
seperti yang kuduga Bella pasti menyalahkanku atas Mas Arya yang kini ditahan di kantor polisi.Berkali-kali dia menelpon dan mengirimkan pesan dengan nada kemarahan dan ancaman bahwa karena aku Mas Arya mendapat masalah.[Karena pukulan pacarmu, Mas Arya harus babak belur dan kini ditahan, kalian sungguh tak berperasaan][Bukan urusanku][Kamu wanita brerdarah dingin yang pendendam, kamu pasti puas menyaksikan semua yang terjadi padanya][Iya, puas. Bahkan sangat puas, aku ingin dia mendekam di penjara selamanya, aku ingin hidupnya bagai di neraka sebagaimana dia sudah membuat hidupku amat sengsara ]Meski niatku sebenarnya tidak demikian, namun aku ingin membuat Bella semakin sakit hati. Aku ingin membuat dia menangis dan memohon untuk kebebasan suaminya.Ah, suami ...? seharusnya aku tidak perlu menyebut demikian, suami dari hasil merampas tidak pantas disebut pasangan, dia dan Mas Arya ada dua orang tersesat yang tidak tahu diri.Aku benci!Sesuai dengan jadwal interogasi yang s
Aku terbelalak kaget karena pria yang di luar mobil kami juga menatap dengan terpana, Roni yang mengetahui itu langsung saja semakin menjadi-jadi tingkahnya untuk berpura-pura."Sayang, jangan terlalu lelah bekerja," ucapnya dengan tayapan penuh cinta. Merangkul bahuku dan mendekatkan wajahnya."Roni sudahlah, aku khawatir akan terjadi keributan," ujarku sambil menepis rangkulannya."Aku menyayangimu," ucapnya yang tiba tiba mendaratkan ungkapan cinta di bibirku. Aku kaget, dan Mas Arya yang menatap kejadian itu langsung menganga, dia makin nampak cemburu dan tidak suka.Aku terkejut, lagi-lagi terkejut, jantungku seketika seakan berhenti berdetak, dan untuk menetralisir kegugupan itu, aku segera meraih gagang pintu mobil Roni dan keluar dari sana Roni pun ikut keluar dari mobilnya dan memanggilku."Daaah, Sayang, sore nanti kujemput, mmuah," ucapnya sambil mengerucutkan bibir tanda memberiku ciuman jauh."Ah, kau ini ...." Aku memberi isyarat agar dia berhenti dan jujur, aku jadi
Sementara kami akan turun ke tempat parkir mereka masih berdebat di anak tangga."Ya ampun masih berlanjut," ungkap Roni."Kamu ini memang suka sekali ikut campur urusan kami," desis Mas Arya, sambil menjauhkan istri dan ibunya dari tangga, memberi jarak agar kami bisa lewat."Kamu ini .... uruslah istri dan ibumu dengan benar, jangan terus menerus datang mengganggu orang lain. Ada apa dengan hidup kalian yang terlihat nampak tidak bahagia, karena, selalu iri dengan kesenangan orang lain?""Lancang sekali kau menilai hidup kami bahagia atau tidak!"Mas Arya membentak Roni dengan kerasnya.Roni mendekat lalu mencengkeram kerah baju Mas Arya dan mendesis padanya dengan tatapan melotot,"Terutama kamu ... dalam seminggu ini kau sudah datang ke unit Ariska sebanyak 8 kali, apa istrimu tidak tahu itu?"Mendengar argumen Roni tiba-tiba wajah Bella mendadak merah padam, dia menatap suaminya dengan penuh kecurigaan sedang mas Arya hanya menggeleng seakan akan tidak mengakui perbuatannya."Kala
Setelah Mas Arya pergi aku langsung melepaskan pelukan dari Roni dan entah mengapa, terjadi kecanggungan di antara kami untuk beberapa saat."Ma-maaf aku sudah memelukmu," ucapku malu."Tidak masalah, aku juga senang dipeluk," jawabnya sambil mengulum senyum dan menatapku dengan jahil."Apa kau berharap bahwa adegan tadi terjadi sedikit lama?" ucapku berkacak pinggang sambil menerka arti dibalik senyumnya."Ya, siapa yang tidak mau, kau sangat cantik dan menatap wajahmu membuat hatiku meleleh," jawabnya dengan pandangan mata lebih lama, tanpa berkedip dan makin gugup diri ini di buatnya, entah kenapa juga di saat bersamaan hatiku berdesir, konyol sekali."Hei, jangan tatap aku seperti itu," kataku mendekat dan berusaha mengalihkan wajahnya, namun ia menangkap tanganku dan membuat tubuh semakin dekat padanya."Yang aku katakan tadi adalah kejujuran," ucapnya sambil mendekatkan wajah, tatapannya serius, aku memundurkan diri dan karena tidak seimbang badan ini hampir terjatuh, dia denga
"Jadi selama ini kau menipuku, dan memanfaatkan kelemahanku?""Aku tidak menipumu, apa yang kulakukan adalah bentuk kepedulian, aku tulus melakukannya," jawabnya di tangga.Kususul dia karena merasa gemas dan masih penasaran."Tapi ... siapa yang memintanya, apakah aku terlihat sangat menyedihkan, sehingga kau mengasihani aku sebegitu besarnya?" Mungkin pertanyaanku akan menyinggungnya. Tapi entahlah, aku ingin sekali mengatakannya."Aku tak bermaksud menyinggungmu. Aku tak mengungkap identitasku agar kau tak merasa canggung, tolonglah, aku tak punya niat buruk."'"Lalu niatmu apa? Apa karena kasihan saja melihatku tersakiti, kau ingin menikahiku, kenapa?""Karena aku sudah bosan mencari calon istri dan selalu berakhir disakiti, kuputuskan untuk menikahi wanita yang cukup menyentuh hati ketika pertama kali melihatnya, kuputuskan untuk menikahi wanita secara random dan spontan saja, kemana Tuhan mengarahkan penglihatan dan hatiku.""Tidakkah itu aneh, aku bukan orang yang tepat.""Y
Mengetahui kenyataan bahwa pria ini adalah sosok yang penting, aku merasa takut untuk dekat dengannya, khawatir pada sikap lembut yang akan membuatku terbawa perasaan hingga merasa nyaman, lalu pada akhirnya perasanku dikecewakan, ya, aku merasa harus menjaga jarak saat ini juga."Maaf, aku tak bisa lama-lama, aku harus pulang," ucapku menjauh dari ruangan itu."Lho bukannya kita baru sampai?""Maaf, aku tak bisa lama di sini, aku merasa tidak sehat," jawabku membuka pintu, namun gerakan pemuda itu juga tak kalah sigapnya.Dia menahan tanganku yang memegang lengan pintu lalu menatapkpu dengan tatapan lembut, lalu mengarahkan punggung tangannya di keningku untuk memeriksa bahwa aku sakit atau tidak."Tapi, suhu tubuhmu normal, kau kenapa?""Aku hanya merasa tidak nyaman, aku pulang ya," ucapku menjauh dengan langkah cepat.Roni mengejarku sampai ke pintu lift, namun segera kupencet tombol ketika aku telah berhasil masuk ke dalamnya, sehingga ia tak bisa menyusul masuk ke dalam lift.Ke
Pemuda itu pergi, meninggalkan aku dan Irene dengan sejuta kegamangan yang sulit kami pahami. Entah kenapa meski kusebut ia malaikat penyelamat, tapi aku juga penasaran, tertarik kepada latar belakang dan alasan kenapa dia mau melakukan ini untukku."Masak, baru kenal mau nikahin Mbak, kan aneh?""Mungkin itu hanya cara dia untuk menenangkan kita, tidak mungkin juga ada orang yang ujug-ujug datang lalu menikahi tanpa mengenal atau menjajaki.""Tapi bisa saja dia sudah lama melihat Mbak dan menaksir, dan di saat dia sudah mendapatkan kesempatan, dia lalu menunjukkan dirinya.""Ah, analisamu terlalu jauh, dia hanya kebetulan bertemu dengan kedua kali dan mungkin merasa kasihan."Airin yang daritadi berguling di tempat tidur langsung bangkit dan mendekat padaku lalu menyentuh bahuku."Bagaimana kalau ungkapan dia tentang rencana ingin menikahi Mbak, ternyata sungguh dilakukannya?""Yah, aku bukan anak kecil yang mau saja diarahkan ke mana kehendak orang lain. Aku juga berpikir Irene,"
Dia memelukku, berkali kali mencium bahuku mengatakan kalimat 'maaf. Berulang ulang tanpa henti."Apakah sungguh hamil, sungguh kau hamil?" Pria itu terlihat menangis namun juga dia tersenyum bahagia. Aku berusaha melepas pelukannya dan menepisnya mundur dariku."Siapa yang mengatakan itu, itu tidak benar, aku tidak hamil, aku mandul," jawabku dengan tatapan nanar."Jangan berbohong," ujarnya meraih jemariku."Ini kenyataan, aku tidak mengandung!" jelasku tegas."Teman kamu sudah memberi tahuku," ungkap Mas Arya berusaha memeluk lagi.Tiba-tiba dari balik pintu, Irene muncul dan menatapku dengan Iba sekaligus memberi isyarat minta maaf."Irene apa maksudmu?""Mbak, katakan aja yang sebenarnya, mbakngak bisa begini, tersiksa sendiri," ujar Irene pelan."Ya, ampun, aku baik baik aja, aku gak hamil! Jangan beritahu apa apa lagi, dia bukan suamiku lagi, aku tidak punya hubungan apa apa dengannya," jawabku."Mas Arya .. Mbak Bella dan ibunya Mas datang kemari dan mengintimidasi Mbak Risk