Keesokan hari kuterima pesan dari kantor polisi agar kami datang dan memberikan keterangan. Meski aku masih trauma tapi tidak ada pilihan lain, aku harus menyelesaikan urusan ini agar bisa segera dituntaskan."Kamu sudah siap?" tanyanya ketika aku sedang mengenakan anting."Iya, mari kita hadapi.""Kamu yakin bisa bertemu dengan pria yang sudah nyaris membunuhmu?""Dia mungkin sedang khilaf dan diburu nafsu, Mas," ucapku sambil menyentuh dada Mas Roni dan merapikan dasinya."Tetap saja, dia nyaris membahayakan ibu anakku," balasnya mengecup keningku."Terima kasih telah selalu menjagaku," ucapku."Sama sama, Sayang."Aku dan dia meluncur menuju ke kantor polisi menemui petugas dan memberi keterangan yang mereka inginkan."Boleh saya bertemu dengan Pak Arya?" tanyaku pada petugas setelah mengambil keterangan dari kami."Ngapain sih sayang?" "Mau nanya aja," balasku sambil memberinya isyarat agar aku mempercayainya."Untuk apa?""Mungkin dia ingin bertemu Bilal, Mas," ucapku lirih.
"Lepaskan aku, lepaskan!" teriakku berusaha melepaskan diri."Aku tak tahu caranya lagi agar kau bisa tetap bersamaku," ujarnya mencoba mengangkat diri ini dan membawaku pergi."Hentikan, atau aku akan berteriak, dan membuat semua orang terbangun," ucapku di pagi yang masih gelap, kondisi villa yang besar, kamar tidur kami yang berada di lantai dua, agak jauh dari depan sini membuat teriakanku sulit di dengar Mas Roni."Biarkan mereka bangun," ujar Mas Arya sambil menarik tubuhku dengan keras ke arah danau."Kamu mau membawaku ke mana?""Ke mana saja, bila perlu kita akan mati berdua," ucapnya sambil mengikat kaki dan tanganku dengan tali rafia yang dia bawah."Apa yang akan kau lakukan ...?" tanyaku dengan suara gemetar."Lihat saja," jawabnya sambil melilit tali tersebut pada kedua tangan dan tubuh lalu menguncinya ke belakang punggungku, kakiku juga begitu. Kuperhatikan tatapan mata liar dan gerakan tangan gemetarnya yang dilapisi sarung tangan. Dia terlihat akan membunuhku tap
"Lepaskan aku, lepaskan!" teriakku berusaha melepaskan diri."Aku tak tahu caranya lagi agar kau bisa tetap bersamaku," ujarnya mencoba mengangkat diri ini dan membawaku pergi."Hentikan, atau aku akan berteriak, dan membuat semua orang terbangun," ucapku di pagi yang masih gelap, kondisi villa yang besar, kamar tidur kami yang berada di lantai dua, agak jauh dari depan sini membuat teriakanku sulit di dengar Mas Roni."Biarkan mereka bangun," ujar Mas Arya sambil menarik tubuhku dengan keras ke arah danau."Kamu mau membawaku ke mana?""Ke mana saja, bila perlu kita akan mati berdua," ucapnya sambil mengikat kaki dan tanganku dengan tali rafia yang dia bawah."Apa yang akan kau lakukan ...?" tanyaku dengan suara gemetar."Lihat saja," jawabnya sambil melilit tali tersebut pada kedua tangan dan tubuh lalu menguncinya ke belakang punggungku, kakiku juga begitu. Kuperhatikan tatapan mata liar dan gerakan tangan gemetarnya yang dilapisi sarung tangan. Dia terlihat akan membunuhku tap
"Lepaskan aku, lepaskan!" teriakku berusaha melepaskan diri."Aku tak tahu caranya lagi agar kau bisa tetap bersamaku," ujarnya mencoba mengangkat diri ini dan membawaku pergi."Hentikan, atau aku akan berteriak, dan membuat semua orang terbangun," ucapku di pagi yang masih gelap, kondisi villa yang besar, kamar tidur kami yang berada di lantai dua, agak jauh dari depan sini membuat teriakanku sulit di dengar Mas Roni."Biarkan mereka bangun," ujar Mas Arya sambil menarik tubuhku dengan keras ke arah danau."Kamu mau membawaku ke mana?""Ke mana saja, bila perlu kita akan mati berdua," ucapnya sambil mengikat kaki dan tanganku dengan tali rafia yang dia bawah."Apa yang akan kau lakukan ...?" tanyaku dengan suara gemetar."Lihat saja," jawabnya sambil melilit tali tersebut pada kedua tangan dan tubuh lalu menguncinya ke belakang punggungku, kakiku juga begitu. Kuperhatikan tatapan mata liar dan gerakan tangan gemetarnya yang dilapisi sarung tangan. Dia terlihat akan membunuhku tap
Pria itu memang terlihat mencari sesuatu, mondar-mandir di depan gerbang dengan aksen yang begitu gelisah kadang dia mendongak kearah pintu dan kadang juga menatap ke arah CCTV. Aku tidak bisa memastikan bahwa itu mas Arya meski cara jalan dan tinggi badan yang sama.Jujur aku menjadi tidak tenang saja jadinya, karena tahu persis orang yang akan mencariku hanya Mas Arya."Tuan, apa Tuan Roni mau melihatnya?""Iya saya ingin memeriksa CCTV dan sekali lagi jika pria itu terlihat datang silakan buka pintu gerbang dan tanyakan apa keinginannya, jawabnya pada si pelayan "Jangan terburu-buru Mas, bagaimana kalau itu adalah psikopat jahat yang berniat membantai kita semua? bukankah buka pintu adalah hal konyol, kenapa tidak lapor polisi saja?""Polisi tidak akan memeriksa kalau kita tidak punya bukti, minimal kita harus tahu siapa pelakunya dan mengenal wajahnya. Aku berniat untuk menemui pria itu," gumam suamiku sambil berlalu dari depanku."Mas ...."Ah, rasanya mencegahnya sudah tidak be
Mungkin sebelum ini aku belum pernah datang ke vila yang begitu megah dan indah, rumah mewah berlantai dua yang terletak di bagian paling atas bukit dengan pemandangan hamparan rumput dan bunga warna warni, hijau kebun teh dan sebuah danau di bagian belakangnya, membuat tempat ini seperti destinasi liburan impian.Mas Roni menghentikan mobilnya tepat di pintu utama membunyikan klakson lalu dua orang penjaga kebun dan vila menyambut kedatangan kami. Seorang pria kurus dengan tinggi sedang yang kutaksir berumur 50 tahun dan seorang wanita yang kutebak adalah istrinya. Mereka terlihat menyambut ramah."Oh, tuan sudah sampai?" mereka menyongsong kami ke depan pintu mobil dengan senyum bahagia "Iya, kami baru saja sampai," jawab Mas Roni sambil membuka pintu mobil dan menyalami pekerjanya."Bagaimana perjalanannya, Tuan?" tanya wanita yang sebagian rambut kepalanya sudah memutih."Nyaman dan menyenangkan, bagaimana menurutmu, Sayang?" tanyanya padaku."Iya, Mas, Alhamdulillah, aku cuku