Share

118. FAKTA BARU

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-17 00:27:02

Udara dingin malam yang sebenarnya tidak bersahabat menerpa wajah itu. Pram berjalan tanpa tujuan, mencoba menenangkan pikirannya yang kalut. Ia meminta Pak Min menepikan mobilnya di dekat sebuah jembatan, lalu berjalan menuju tepi pembatasnya.

Setiap langkahnya terasa berat. Semua yang terjadi hari ini seperti mimpi buruk yang tak berujung. Ia berdiri menatap ke bawah, di mana hanya kegelapan yang tertangkap indera penglihatannya.

Begitu banyak masalah yang membebani pundaknya akhir-akhir ini. Entah ini hanya kebetulan semata atau memang seseorang sudah mengaturnya di saat ini. Sejak ia menikah dengan Puspita, tak henti masalah datang. Sampai ia merasa bersalah karena belum sempat mengajak istrinya untuk berbulan madu, malah sudah harus melibatkannya dalam banyak kesusahan.

Seharusnya di saat seperti ini, ketika pernikahannya masih hitungan hari, mereka menikmati manisnya madu pernikahan.

Pram menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Berharap dengan begitu, beban di hati
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Ami Kurniasih
lanjut dong kk
goodnovel comment avatar
Iis istiana
panterns ayah imel setuju menikahksn dia dgn atuk tua tu rupanya pasal harta nya minta diwariskan ke imel
goodnovel comment avatar
Abi Sarah
kok gantung sih mbk lnjt lg dong mbk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   304

    “Apa? Puspita hamil?” seru Oma dengan suara nyaring, nyaris membuat telinga Pram berdengung dari seberang telepon.Tak lama, terdengar denting gelas jatuh menghantam lantai marmer. Hening sejenak. Tapi bukan kemarahan yang terdengar setelahnya, melainkan... tawa. Tawa haru, yang menggetarkan dada.“Anak itu hamil! Hamil!” serunya lagi, kali ini kepada siapa pun yang ada di dekatnya. “Opa! Pa! Puspita hamil!” Ia berseru lagi, kini sambil berjalan tergopoh-gopoh mencari suaminya. “Kita rayakan malam ini juga! Di restoran paling mewah! Semua harus datang!”Pram belum sempat menjawab saat Oma sudah sibuk mencari Opa dan memerintah asistennya untuk segera memesan ruang VIP restoran bintang lima. Tak tanggung-tanggung, ia ingin semuanya hadir malam itu juga untuk merayakan kehamilan Puspita. Satu lagi calon cicit akan hadir hingga menambah ramai anak keturunan Bimantara.Pram tersenyum lebar setelah menutup sambungan telepon. Ia menjadi orang yang sangat bahagia mendapat kabar ini, meskipun

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   303

    Matahari siang sudah lebih condong ke barat. Mahasiswa mulai keluar dari gedung-gedung fakultas, sebagian berjalan sambil tertawa, yang lainnya mengeluh soal tugas. Puspita menyampirkan tas ranselnya dan melangkah pelan keluar kelas. Badannya terasa pegal, kepalanya sedikit pening. Mungkin karena ini hari pertama kuliah. Duduk berjam-jam dalam satu posisi membuat tubuhnya sangat lelah.Apa ini karena ia terlalu tua untuk menjadi mahasiswi baru? Atau karena tulang-tulang dan tubuhnya pernah rusak parah hingga sempat lumpuh?Rasanya ia tak bisa menyamai mereka yang masih berusia belasan, yang semangat belajarnya masih sangat tinggi. Atau mungkin, ini hanya soal belum terbiasa?Terkadang, terbersit keinginan untuk berhenti saja. Toh, ia punya suami yang bertanggung jawab. Lebih dari cukup untuk menanggung hidupnya. Ia juga salah satu keturunan Bimantara. Rasanya, tidak akan kekurangan secara materi. Namun, kembali lagi, ia punya cita-cita yang ingin dicapai. Bukankah ia ingin menjadi sese

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   302

    agi itu, matahari memancarkan sinarnya dengan lembut, menelusup melalui jendela kamar Puspita. Aroma embun dan rumput basah menyusup dari celah ventilasi, membawa suasana segar yang jarang dirasakan Puspita akhir-akhir ini.Dia berdiri di depan cermin, merapikan kerudungnya dengan hati berbunga-bunga. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke bangku kuliah. Setelah semua yang dilaluinya—perjalanan hidup yang berat, pernikahan, hingga lumpuh lama dan sembuh perlahan—kini ia mulai menapaki kembali jalan mimpinya. Menjadi mahasiswi. Kuliah untuk mencapai cita-citanya. Lebih tepatnya meng-upgrade diri meski mungkin ujung-ujungnya tetap di rumah menjadi ibu rumah tangga.Ya, menyadari kodratnya sebagai wanita dan ibu rumah tangga, tentunya kelak ia tetap harus mengutamakan keluarga. Berkaca pada Andini yang meski seorang insinyur perminyakan—pekerjaan yang pasti sulit didapatkan—tapi saat suami menghendaki ia di rumah saja mengurus rumah tangga, ia harus tetap siap.Karena di rumah pun pe

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   301

    Andini menatap punggung berjas yang menjauh itu. Punggung milik seorang pria yang hanya bisa mengangguk hormat dan pamit setelah Prabu menegurnya. Tanpa berkata-kata lagi, pria yang mengaku bernama Fajar itu langsung pergi dan akhirnya menghilang di antara para tetamu.Andini menghela napas dan menoleh. “Kamu berlebihan, Mas. Seharusnya tidak seperti itu,” ujarnya.“Tapi itu memang benar, kan? Kamu Nyonya Muda Bimantara sekarang, dan dia karyawanku di kantor. Seharusnya dia menghormatimu sama seperti menghormatiku atau Oma.”“Tapi dia mungkin teman kuliahku, Mas.”“Mungkin?” Prabu memiringkan kepalanya. “Kamu bahkan masih bilang mungkin. Tidak pasti.”“Tapi aku tahu namanya Fajar.”“Dan kamu baru tahu barusan saat ia mengatakannya, kan?”Andini menahan napasnya dan menunduk. Ia memilih diam setelah itu. Rasanya memang tidak ada gunanya terus berdebat soal itu. Bukan hal penting juga. Hanya saja, satu hal yang ia yakini: Prabu suami yang posesif dan tentu saja egonya tinggi.“Sayang ….

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   300

    Satu bulan berlalu …Gemerlap lampu kristal menghiasi langit-langit ballroom hotel berbintang lima itu, memantulkan cahaya ke segala penjuru ruangan yang disulap menjadi taman indoor bernuansa monokrom. Karpet putih membentang dari pintu masuk hingga ke pelaminan berdesain minimalis. Di setiap sudut ruangan, bunga-bunga putih dan hitam disusun elegan dalam vas kaca tinggi, sementara iringan musik klasik mengalun lembut mengiringi percakapan para tamu yang hadir dengan senyum bahagia.Malam itu adalah malam istimewa. Resepsi pernikahan Prabu dan Andini, yang tertunda sekian lama, akhirnya dilangsungkan.Andini berdiri di sisi Prabu dengan anggun, mengenakan gaun panjang berwarna putih gading dengan potongan simpel namun elegan. Gaun itu dilengkapi detail renda halus di pergelangan tangan dan pinggang, menyatu sempurna dengan hijab satin berwarna senada yang dibentuk sederhana namun rapi. Biasanya tampil dengan gaya kasual dan minim riasan, malam itu penampilannya benar-benar memukau—be

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   299

    Mobil memasuki kawasan perumahan yang belum pernah dilewati Andini sebelumnya. Jalanan tampak tenang, pepohonan rindang berdiri di pinggir trotoar, dan lampu taman menerangi jalur setapak dengan kehangatan yang lembut.“Mas … mau ke mana, sih?” tanya Andini curiga. Matanya tak henti menyapu kanan dan kiri jalan, tempat deretan rumah besar dan mewah berdiri rapi. Walau begitu, masih terasa kalah jauh jika dibandingkan dengan kediaman keluarga Bimantara.Prabu hanya tersenyum. Saat mobil memasuki pekarangan sebuah rumah dua lantai bergaya minimalis-modern dengan cat hitam putih yang serasi, Andini terdiam. Semuanya terasa... terlalu sempurna.“Mas, ini rumah siapa?” tanyanya lagi, tapi Prabu sudah lebih dulu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Andini tidak serta-merta keluar. Butuh waktu hingga Prabu mengajaknya turun.Bahkan saat sudah berdiri di luar mobil, Andini hanya terpaku memperhatikan sekeliling rumah yang... seperti bayangannya selama ini. Prabu tetap bungkam saat

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   298

    Lampu-lampu putih terang menyinari lorong rumah sakit yang sunyi. Hanya deru alat medis dan langkah kaki para perawat sesekali memecah keheningan. Di balik pintu kaca bercat putih dengan tulisan NICU yang buram, tubuh mungil Raja tampak dibalut kain hangat dan terhubung dengan selang-selang kecil.Andini menatap bayi itu dengan mata yang tak berkedip. Tangannya gemetar, separuh karena suhu ruang NICU yang dingin, separuh lainnya karena gemuruh rasa yang tak mampu ia redam.“Lihat, Mas ... Raja udah tambah gedean sekarang,” ujarnya lirih. Pandangannya tetap lurus ke tubuh mungil itu.Prabu yang merangkul pundaknya dari samping mengangguk setuju. Tubuh Raja memang sudah lebih besar sekarang. Mereka harus segera berkonsultasi dengan dokter, mungkin Raja sudah bisa dibawa pulang.“Dia sangat kuat, dia tangguh seperti kedua ibunya. Dia bisa berjuang sampai titik ini,” Prabu menambahkan.Andini hanya mengangguk pelan. Tenggorokannya tercekat. Ia menelan air liur yang terasa seperti batu. Na

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   297

    "Maaf...," gumam Prabu lirih, nyaris tak terdengar di antara desahan napas yang masih berat. "Maaf banget, Din. Aku baru tahu kalau pernikahanku dengan Irena... sudah menyakitimu sedalam itu."Ia menarik napas panjang, masih mendekap tubuh Andini dalam pelukan yang gemetar. Selimut telah jatuh ke lantai, bantal telah tergeser entah ke mana. Kini hanya ada mereka, dua tubuh rapuh yang saling bersandar, menyatu dalam keheningan senja yang menghangat oleh air mata."Aku benar-benar nggak tahu, Din. Kalau aku tahu sejak dulu, mungkin semuanya akan berbeda. Aku enggak akan... sekejam itu padamu." Prabu menunduk, menyandarkan dagunya di puncak kepala Andini. "Kamu tinggal serumah dengan kami, ya? Tiap hari lihat aku bermesraan dengan Irena, dan kamu diam saja. Ya Tuhan...."Napasnya tercekat. Ia menutup mata, menyesap perih yang mengiris hati."Kenapa kamu tahan semua itu sendirian, Din? Kenapa nggak pernah bilang? Kamu pasti sangat tersiksa, kan?"Andini tak menjawab. Ia hanya menggeleng p

  • NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!   296

    Andini baru saja melangkah masuk, dan matanya langsung tertumbuk pada tumpukan foto-foto yang berserakan di lantai—juga buku hariannya yang kini tergenggam erat di tangan Prabu. Wajahnya seketika memucat.Tanpa menunggu waktu, ia melangkah cepat dan merebut semua foto sekaligus buku itu dari tangan Prabu. Disembunyikannya di belakang tubuhnya, seolah menyembunyikan aib besar yang tak boleh diketahui siapa pun.“Hei, kenapa diambil?” Suara Prabu tenang, tapi tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang belum juga reda.“Kamu lancang, Mas. Kamu sudah mengacak-acak barang pribadiku.” Andini merengut, tapi tak bisa menyembunyikan betapa pucatnya wajah itu. Kakinya mundur beberapa langkah menjauh. “Itu privasi aku.”“Privasi yang isin

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status