Share

Bab 23

Aku kehabisan kata mendengar pengakuan suamiku. Keyakinannya begitu besar bahwa aku akan menuruti segala permintaan Mama.

"Kamu kenapa sih, Dek, kok gitu jawabnya?"

Ia memegang kedua pundakku, seakan memastikan kalau aku baik-baik saja. Kedua bola mata kami bertemu, aku mencari kebenaran di dalam sana.

"Memangnya harus jawab bagaimana?"

"Ya, biasanya kan, kamu bisa jawab panjang lebar, nggak pendek-pendek gini, Dek."

Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Mas Ari benar, aku bisa bicara sepanjang jalan kereta api saat menemui hal tak wajar, atau tak sesuai ekspektasi. Tapi itu dulu, sebelum aku menyadari ada dusta di antara kami, dari ia yang kusebut suami.

Belakangan ini aku tak lagi mengeluarkan banyak kata padanya, lebih banyak mengamati saja. Menunggu waktu yang tepat untuk memangsa.

"Aku capek, Mas. Mau istirahat."

Aku bangkit dari duduk, bermaksud ke kamar karena mendengar suara dari sana. Tapi suara
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status