Share

6. Tuan Jack

Penulis: Cececans
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-13 19:10:07

Anthony menatap calang Zeta, ia meraih dagu perempuan itu dengan kasar dan meleparnya.

"Tidak ada seorang pun yang akan meno..."

Belum juga Anthony menyelesaikan ucapannya, pintu berhasil dibuka dengan sekali tendangan. 

Anthony terbelalak melihat pria bertubuh kekar dengan balutan jas yang berhasil mendobrak pintu yang tadinya sudah ia kunci agar tak ada yang mengganggunya ketika menikmati Zeta. Sial!

Anthony terdiam dengan mata memandangi pria tersebut dengan heran. Siapa dia? Anthony tak habis pikir ada pria macam ini di sekitar apartemen Zeta yang kecil dan sunyi.

Bug...

Pria itu melayangkan sebuah pukulan yang tepat mengenai wajah Anthony. 

Pria itu menatap datar Zeta, memastikan kalau ia tak salah sasaran. Ia lalu beralih ke laki-laki yang mengangkat tangannya, siap untuk memberikan sebuah pukulan.

Tapi, Anthony tak sebanding dengan pria yang ada di depannya itu. Dari perawakannya saja Anthony sudah kalah jauh, apalagi dengan tenaga dan kelincahannya. Anthony kalah telak.

Pria itu melempar tubuh Anthony, menghantam dinding cukup keras. Anthony sampai tak sadarkan diri dengan wajah lebam dan darah segar yang terus mengucur dari sisi mulutnya.

"Cepat kemasi barang Anda, Nona. Tempat ini sudah tak aman." Pria itu menatap Zeta dingin, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain di saat sadar kalau tubuh Zeta sekarang hanya dilapisi pakaian dalam. 

Zeta tak langsung bergegas dan mengikuti perkataan pria tersebut, bahkan kulitnya yang terekspos tak ia hiraukan lagi. Ia lebih mementingkan untuk tahu siapa pria tampan yang menolongnya. Ia merasa kalau pria tampan itu adalah jelmaan dari sesosok malaikat yang diutus Tuhan menjadi penolongnya.

"Terima kasih." Tak sadar satu kata itu lepas dari bibir ranum Zeta.

"Jangan berterima kasih pada saya, Nona. Berterima kasihlah kepada orang yang mengutus saya. Maka, cepat kemasi barang Anda sebelum laki-laki itu sadar kembali. Saya tunggu di luar." Aiden melangkah pelan dengan badan tegapnya yang ia giring menuju ke luar apartemen Zeta.

"Terima kasih, " gumam Zeta masih mematung.

Zeta melempar pandangannya ke Anthony yang masih terkapar tak sadarkan diri di lantai. Ia segera beranjak untuk memungut pakaiannya dan mengenakannya kembali. Ia lalu berlari ke kamar untuk mengemasi pakaian dan barang yang ia anggap penting.

Zeta awalnya tak bisa percaya begitu saja dengan pria yang menunggunya di luar. Tapi, akan lebih merugikannya jika ia tetap bersikukuh bertahan di apartemen ini. Betul kata si pria tadi, kalau tempat ini sudah tak aman. Anthony bisa kapan saja ke tempat ini dan bisa saja melakukan hal yang lebih parah dari yang telah Zeta alami ini.

Zeta mengendap-endap dari kamar dengan sebuah koper besar di genggamannya. Ia melewati Anthony yang tak kunjung siuman, melirik dan mempercepat langkahnya kemudian.

"Siapa yang menyuruhmu ke sini? Jika kau tak memberitahuku, aku nggak akan percaya dan nggak mau ikut denganmu." Zeta menatap Aiden begitu kritis.

"Tuan Jack, Nona, " jawab Aiden singkat, jelas, padat dan langsung menohok Zeta.

Siapa lagi Tuan Jack? Tanya Zeta di dalam hati pada dirinya sendiri.

"Namamu siapa?" tanya Zeta lagi yang kini ia peruntukkan untuk mengetahui siapa pria tampan di depannya itu.

Pandangan Zeta nyaris lumpuh oleh ketampanan pria ini. Wajah yang rupawan, rahang tegas, tubuh kekar, tinggi di atas rata-rata, dan dilengkapi kemampuan bela diri yang mumpuni. Sempurna, penilaian Zeta terhadap pria ini.

"Aiden. Saya adalah pengawal pribadi Tuan Jack. Dan Tuan Jack menyuruh saya untuk menjemput Nona." Aiden menunduk singkat dengan wajah yang tetap datar. Tak ada sebuah senyuman sedikit pun di sana.

"Memangnya Tuan Jack mengenalku?" Zeta semakin tak paham ke arah mana pembicaraan Aiden ini. Ia sama sekali tak mengenal Tuan Jack atau apalah itu. Dia juga tak merasa pantas diperlakukan hormat seperti yang sekarang Aiden lakukan padanya. Aiden sekali lagi menunduk dengan sangat sopan, seakan memang sudah terbiasa melakukannya.

"Iya, Nona." Aiden menghela napas. "Maka izinkan saya mengantarkan Nona kepada Tuan Jack."

"Dia mengenalku sejak kapan? Memangnya kami sudah pernah bertemu sebelumnya? Dan, apakah Tuan Jack baik?" Zeta menghujani Aiden dengan banyak pertanyaan. Suaranya setengah berbisik untuk mengutarakan pertanyaan terakhir. Lebih dari itu, ia harus memastikan kalau Tuan Jack memang memiliki tujuan yang baik.

"Nona, apa saya harus menjawab semua pertanyaan dari Anda? Kalau saya menjawabnya semua, bisa-bisa dia sudah siuman dulu dan menyerang Nona seperti tadi." Aiden berucap tanpa ada emosi yang terselip sambil menunjuk ke arah Anthony dengan dagu. Tak perlu diragukan lagi, Aiden sudah pintar mengendalikan emosi dan ekspresinya. Tuannya yang ia layani lebih melelahkan dibanding seorang perempuan dengan seribu pertanyaan ini.

"Baiklah. Aku akan bertanya lagi saat kita sudah sampai. Aku akan menyimpan pertanyaanku dengan baik-baik." Zeta menjinjing koper miliknya, siap untuk bergegas pergi.

Aiden menunduk. Ia awalnya ingin membantu membawa koper yang Zeta bawa, namun niat baiknya ini ditolak.

"Aku bisa membawanya sendiri." Zeta terdiam sesaat. Terlintas di kepalanya kalau ia belum membayar tunggakan apartemen yang sudah hampir tiga bulan ini belum ia bayar.

Seakan mengerti keterdiaman Zeta, Aiden membalikkan badan seraya berkata, "Seluruh biaya apartemen Anda sudah dibayar lunas oleh Tuan Jack."

Zeta mengangguk paham. Ia mengekor di belakang Aiden sampai berhenti tepat di depan sebuah mobil buggati divo hitam.

Zeta terpaku menatap mobil mewah yang terpampang di depan mata. Ini mobil yang harganya miliran kan? Ternyata lebih keren dari foto yang biasa aku lihat. Pukau Zeta dalam hati.

-To Be Continued-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
mantap kaka......... kl bisa jangan paki koin biar puas bacanya
goodnovel comment avatar
Cut Raisyah
mantap teras
goodnovel comment avatar
Cut Raisyah
keren terharu saya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status