Home / Romansa / Nafsu Bejat CEO / 7. Usapan Lembut

Share

7. Usapan Lembut

Author: Cececans
last update Huling Na-update: 2021-06-13 20:13:41

Aiden berdehem untuk membuyarkan lamunan Zeta. Zeta terperanjat kaget dan mengulas senyum karena malu.

"Silahkan masuk, Nona. Koper Anda biar saya yang urus." Aiden membukakan pintu untuk Zeta.

Zeta mengangguk cepat dan bergegas masuk ke mobil. Matanya terus berkeliling dengan sangat terpukau, tangannya tak berhenti memberikan sapuan pada jok mobil yang bisa dipastikan untuk joknya saja harganya sudah sangat mahal. Baru kali ini Zeta menduduki mobil semewah ini. Sungguh luar biasa, pikir Zeta mengamati setiap inci mobil tersebut.

Aiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi namun tetap hati-hati. Dari kaca yang menempel tepat di atasnya, Aiden melirik sekilas Zeta dengan penuh pengamatan. Perempuan di belakangnya sangat polos, tak seperti perempuan-perempuan lain yang pernah berhubungan dengan tuannya.

Drttt...

Ponsel Zeta bergetar. Terdapat satu panggilan masuk dari Sena ketika Zeta membuka layar ponselnya itu.

"Bolehkah aku menerima panggilan dari sahabatku?" tanya Zeta memecah keheningan di dalam mobil.

Aiden mengangguk samar. "Tapi jangan beritahu di mana Nona berada sekarang," tambahnya.

"Baik." Zeta menarik napas panjang yang segera ia lepaskan dengan kasar. Ia lalu mengusap layar ponselnya dan meletakkannya tepat ke telinga sembari menunggu sahutan dari Sena yang ada di seberang telepon.

"Zeta! Kau tadi belum sempat bertemu Anthony ya? Dia barusan pulang dengan wajah memar. Katanya dia baru saja dirampok di dekat apartemenmu. Tidak ada yang terjadi padamu kan?" cerocos Sena memekik gendang telinga Zeta. Bahkan suaranya yang menyerupai toa itu bisa tersampaikan juga ke telinga Aiden.

Zeta terpekur sebentar. Pintar berbohong juga Anthony, padahal dia tadi dihajar habis-habisan oleh Aiden, batin Zeta merasa puas setelah melihat langsung Aiden menghabisi Anthony untuk membalaskan apa yang telah diperbuat laki-laki berengsek itu padanya. Zeta yakin kalau Tuan Jack yang menyuruh Aiden adalah orang yang baik. Buktinya dia mau bersusah payah menyuruh orang kepercayaannya untuk menolong Zeta, bahkan membayar semua tanggungan apartemennya. Di dalam pikiran Zeta , Tuan Jack serupa malaikat pelindungnya.

"Zeta!" pekik Sena tak terima ketika ia tak diacuhkan oleh Zeta.

"Iya aku belum bertemu dengan Anthony. Ngomong-ngomong, apakah lukanya parah?" Zeta menyeimbangi kebohongan Anthony dengan balas berbohong juga. 

"Lumayan sih, tapi dia sudah aku obati. Kau mau pindah ke rumahku saja? Di sekitar apartemenmu sepertinya sudah tidak aman lagi." Suara Sena terdengar khawatir. Sebenarnya Zeta merasa bersalah telah menipu sahabatnya sendiri bahkan sudah lebih dari dua kali. Namun, ia juga tidak bisa berterus terang. Mungkin, jika Zeta menceritakan semuanya, maka Sena akan terluka.

"Tidak perlu. Ah... Masakanku gosong. Aku tutup ya sambungannya. Bye..." Zeta menutup teleponnya secara sepihak. Ia tersadar setelah beberapa detik kemudian kalau mobil sudah berhenti.

"Sudah sampai kah, Tuan Aiden?" tanya Zeta pada Aiden yang berdiam diri di jok depan.

"Iya, sudah sampai, Nona. Oh ya, jangan panggil saya dengan embel-embel 'tuan', panggil saja Aiden," balas Aiden sebelum turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Zeta.

Zeta sekali lagi dibuat kagum, bangunan mewah dan megah yang berdiri kokoh di depannya sanggup memukaunya kembali. Kakinya terasa terpaku dalam bersamaan dengan aspal di bawahnya, sampai tak bergeser sedikit pun dari tempatnya.

"Saya antar Anda masuk, Nona." Aiden membawakan koper milik Zeta dan berjalan mendahului perempuan yang masih berdecak kagum melihat kediaman Jack.

Zeta dibawa masuk ke sebuah kamar berukuran besar. Ruangan itu lebih luas dari apartemennya terdahulu, mungkin tiga kali lipatnya.

"Anda tunggu saja di sini seraya beristirahat. Setelah ini Tuan Jack akan segera pulang." Aiden undur diri dari hadapan Zeta.

Beristirahatlah selagi Anda masih bisa beristirahat Nona. Ucap Aiden di dalam hati dengan ekspresi tak tertebak.

Zeta menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ia lalu merebahkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk, yang membuat tubuh mungilnya memental beberapa kali.

"Nyamannya..." Zeta menidurkan dirinya dengan posisi terlentang. Dua tangan ia regangkan ke samping seraya menepuk-nepuk kasur dengan hati merekah.

Zeta memejamkan matanya dan tertidur pulas karena kenyamanan kasur yang membuatnya terbuai ke dalam mimpi yang indah.

Zeta merasa ada sebuah tangan kekar yang menggerayangi tubuhnya dan berakhir di bagian sensitifnya. Tangan itu menyapu lembut bagian tersebut.

-To Be Continued-

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (37)
goodnovel comment avatar
Dermin Aritonang
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Haniubay
nah kan keluar dari mulut buaya masuk ke kandang singa kelaparan ini mah.........,asem tuh Aiden tau betul apa yang akan Jack lakukan ke Zena, makanya dia nyuruh istirahat dulu, karena setelahnya gak bakal dibolehin tidur seharian sama Jack tuh..
goodnovel comment avatar
Dedi
Membuat pembaca penasaran, novel yg luarbiasa.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Nafsu Bejat CEO   120. After Everything (The End)

    Zeta dan Jack baru saja keluar dari gedung megah Grands Magasins di kota Paris. Zeta sama sekali tak menyurutkan senyumnya sedari tadi, membuat Jack ikut mengulas senyum melihatnya. "Kau terlihat sangat senang, Zeta. Setelah ini kita mau ke mana?" Jack melirik Zeta sebelum masuk ke taksi yang ia sewa untuk berkeliling kota Paris. "Tentu saja aku senang, Jack. Hari ini aku sudah mengunjungi banyak sekali tempat yang menakjubkan." Zeta menunjuk ke arah kedua tangannya yang membawa dua kantong belanja berisi parfum dan pakaian bermerk yang tadi Jack belikan untuknya. Zeta menarik napas. "Lebih baik setelah ini kita kembali ke hotel. Badanku sudah lelah, Jack. Tapi, sebelumnya aku ingin beli buket bunga," ucap Zeta dengan mata berkedip penuh harap. "Baiklah." Jack mengangguk paham. Ia dan Zeta masuk ke taksi yang segera membawanya ke sebuah toko bunga yang letaknya tak jauh dari lokasi hotel yang mereka inapi. Di dalam taksi, Zeta meletakkan kepal

  • Nafsu Bejat CEO   119. Honeymoon Kedua

    "Sepertinya kota Paris bagus, Dad. Sekalian aku dan Zeta akan honeymoon kedua di kota romantis itu." Jack menaik turunkan alisnya. Ia tersenyum penuh arti kepada Zeta."Jack, kita kan sudah honeymoon. Masa mau honeymoon lagi?" Zeta bergeleng, menolak ide Jack tersebut.Edwin mengamati Jack dan Zeta bergantian. "Baiklah. Aku akan membelikan dua tiket ke Paris untuk besok.""Apa besok, Om. Eh... Dad?" Zeta terbelalak tak percaya. Ia semakin keras bergeleng."Thanks, Dad." Jack menyela, ia merangkul pundak Zeta dan mengulas senyum manis kepada Edwin.*Aiden menatap bangunan besar yang berdiri angkuh di depannya. Ia tak berpikir panjang lagi dan memilih untuk menggerakkan kaki memasuki gedung tersebut.Kedatangan Aiden disambut oleh para staf yang menjaga rumah sakit jiwa, di mana Lisa sedang dirawat. Terlihat ada beberapa perawat berlarian menuju ke pintu ruangan yang tertutup."Ada yang bisa say

  • Nafsu Bejat CEO   118. Max, Putra Manisku

    "Kau mau ikut, Merry?" Edwin berdiri lalu menghampiri Merry yang bersedekap di depannya."Tidak. Kau saja yang pergi." Merry membalas dengan acuh tak acuh."Kau tidak mau melihat cucumu? Kau tidak penasaran seperti apa rupanya?" Edwin menyentuh pelan kedua pundak Merry.Merry bergeleng. "Tidak.""Hmmm... Kau berubahlah, Merry. Kau jangan terus menaruh rasa bencimu itu kepada Jack, apalagi kepada cucumu yang baru saja lahir. Dia tidak tahu apa-apa. Ya... Meski kau begitu, karena merasa tertekan sejak kau melahirkan Jack sampai sekarang. Tapi, Jack juga darah dagingmu. Berhentilah membencinya, Merry." Edwin menatap Merry dengan sendu.Merry terbungkam oleh perkataan Edwin. Sejak kapan pria itu berubah? Merry merasa Edwin kembali seperti masa mudanya, ketika mereka masih berpacaran dulu. Edwin begitu peduli, dan ucapannya selalu meneduhkan. Sosok Edwin itu telah tenggelam lama dalam ambisius pria itu yang ingin mendirikan perusahaan besar, sampa

  • Nafsu Bejat CEO   117. Tak Sanggup Jadi Mama

    Jack menggendong Max kecil, berusaha untuk menenangkannya. Ia lalu membaringkan Max ke atas ranjang yang kemudian diperiksa oleh dokter sebelum bayi tersebut diperbolehkan pulang.Zeta yang ada di sisinya menatap Jack. Ia baru saja diperiksa dan keadaannya baik. Maka, besok pagi ia sudah diizinkan meninggalkan rumah sakit."Jack..." panggil Zeta yang langsung ditanggapi oleh senyuman lembut Jack."Apa Zeta?" Jack bergerak mendekati Zeta. Ia membawa dirinya untuk berdiri tepat di sisi Zeta."Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Jack. Tinggal menunggu Max selesai diperiksa." Zeta menyentuh punggung tangan Jack yang dipakai pria itu untuk menyangga tubuhnya di tepi ranjang, sementara wajahnya mencondong pada Zeta.Jack mengangguk mengerti. "Jadi, apa kau ingin membuat pesta kecil untuk menyambut bayi kita? Pesta baby newborn?"Zeta beralih memandang langit-langit ruangan seraya berpikir sejenak. "Sepertinya, boleh juga, Jack. Harus ada h

  • Nafsu Bejat CEO   116. Wajahnya Seperti Jack

    "Tuan..." Aiden menunduk pelan di depan Edwin. Ia lalu menegakkan kembali kepalanya, menanti ucapan apa yang akan Edwin lontarkan ketika dirinya kedapatan hendak meninggalkan kantor tanpa izin.Edwin mengamati Aiden dengan alis terangkat satu. "Kau mau ke mana, Aiden?"Aiden tidak langsung membalas pertanyaan Edwin tersebut. Ia mencoba mencari jawaban lain, namun tak kunjung dapat. Maka, ia berucap jujur. "Saya hendak ke rumah sakit untuk menegok Tuan Jack dan Nona Zeta."Edwin melipat kedua tangannya di depan dada. "Zeta sudah melahirkan?"."Sepertinya belum, Tuan. Maka dari itu saya hendak ke sana untuk mencari tahu karena... Tuan Jack sulit untuk saya hubungi." Aiden nyaris keceplosan. Ia tadi hampir saja mengatakan kalau Jack tak memperbolehkannya ke rumah sakit. Kalau saja ia sampai berkata demikian, ia tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria paruh baya di depannya.Edwin hanya mengangguk. Ia berbalik, berderap meninggalkan Ai

  • Nafsu Bejat CEO   115. Ditemani Suami

    Sembilan bulan telah berlalu, semenjak kematian Max. Jack kini meluangkan banyak waktunya untuk menemani Zeta. Ia tak pernah jenak jika harus meninggalkan Zeta sendirian, bahkan untuk bekerja. Pikirannya akan dipenuhi Zeta dan itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.Untung saja, Edwin memaklumi itu, bahkan dirinya ikut membantu mengelola Baron group sehingga pekerjaan Jack jadi tidak terlampau berat. Entah kenapa, sejak kematian Max semua telah berubah.*Jack duduk di tepi ranjang, ia mengulurkan tangan untuk memberikan sapuan lembut kepada Zeta yang terbaring di sisinya. Perempuan itu tersenyum padanya.Zeta sudah memasuki usia kandungan sembilan bulan. Perutnya sudah buncit dan jika menurut prediksi dokter, ia akan melahirkan di waktu dekat ini."Jack, kau tidak bekerja lagi hari ini?" Zeta mendongak dengan alis yang tertaut.Jack menggeleng. "Tidak. Aku ingin menemanimu terus, Zeta," tekan Jack seraya mengulas senyum lembut

  • Nafsu Bejat CEO   114. Di Balik Semuanya

    Jack menggenggam erat tangan Zeta sesampainya ia di pemakaman. Ia melihat langsung bagaimana peti Max dimasukkan ke dalam liang lahat. Menatapnya dengan perih.Zeta mengusap punggung tangan Jack dalam diam. Kedua matanya terasa panas, ingin menangis lagi. Ia segera mengerjap ketika Jack menggeser pandangan padanya."Aku kan sudah bilang kalau kau sebaiknya berada di penthouse. Bagaimana kalau kesehatanmu down lagi dan membahayakan bayi di kandunganmu?" Jack berkata lirih dan sangat lembut, sampai Zeta tak kuasa menahan tangis. Pria di depannya itu telah kehilangan orang yang teramat dicintai, tapi tetap saja Jack mau memperhatikan Zeta."Aku tidak apa-apa, Jack." Zeta mengusap kasar pipinya, menghilangkan jejak air mata dari sana."Hei... Udah dong." Jack mengusap pipi Zeta dengan pelan. Ia menghentikan usapan kasar dari tangan Zeta yang bisa saja melukai pipinya yang kini terlihat kemerahan."Jadi merah kan pipimu," imbuh Jack memaksakan sen

  • Nafsu Bejat CEO   113. Harus Merelakanmu

    Napas Jack memburu. Ia menghentikan langkah ketika ia sudah berdiri tepat di depan sebuah rumah yang telah lama tak ia singgahi. Rumah itu sekarang terlihat lebih suram.Jack berjalan pelan, semakin mendekati pintu utama rumah keluarganya. Rumah ini terasa asing setelah ia tinggalkan, dan tak pernah memberikan kenangan indah baginya. Bahkan ketika Jack menginjakkan kakinya lagi di sini. Ia pun disuguhkan dengan hal yang membuatnya seolah tak mau bernapas lagi. Sesak dan sakit rasanya.Jack terus bergerak. Ia menerobos tanpa permisi beberapa orang yang menghalangi pemandangannya. Ia kini sudah berdiri di depan sebuah peti. Peti yang sangat Jack takutkan jika ia melihatnya.Merry menangis sambil memeluk peti itu, tak mau melepaskannya meski Edwin berusaha menarik Merry dari peti tersebut.Edwin mendesah berat ketika usahanya gagal. Ia lalu melempar pandangan yang tak sengaja menangkap Jack yang diam mematung di tempatnya berdiri."Jack," lirih Edwin

  • Nafsu Bejat CEO   112. Kehilangan Di Hari Yang Berbahagia

    "Olivia... Kau datang?" Jack memperlebar senyumnya."Ya, tentu saja. Aku datang, Jack. Selamat ya atas penikahan kalian. Aku sangat senang." Olivia beralih menatap Zeta yang juga balas menatapnya dengan raut wajah ramah."Jack, istrimu sangat cantik. Kau harus menjaganya," bisik Olivia memperingatkan Jack."Tentu saja, Olivia. Aku akan menjaga Zeta, bahkan dari jangkauanmu." Jack menarik Zeta agar menempel padanya."Ho... Ho... Kau sangat protektif, Jack," kekeh Olivia menggoda."Kau tinggal di Chicago sekarang?" tanya Jack seraya meletakkan tangannya ke pundak Zeta, merangkulnya dengan gestur melindungi."Tidak. Aku akan kembali ke New York. Aku di Chicago hanya karena menghadiri pernikahanmu." Olivia mengedikkan bahu."Sebelum kau pergi, tidak bisakah kau mengunjungi Max di rumah sakit? Setelah ini aku dan Zeta rencananya juga akan ke sana untuk menjenguknya." Senyum Jack tak pernah luruh dari wajah tampannya."Ah... Iya... A

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status