Andira terlihat membersihkan ruang kerja Martin Dailuna yang terlihat lebih luas dari sebuah kamar, di dalamnya akan ditemukan rak-rak buku yang yang berisikan buku-buku yang banyak, dengan meja kerja yang di atasnya berkas-berkas penting, dan sebuah brangkas yang berada tepat di belakang meja Martin.
Andira merapikan semuanya, hingga dia menemukan sebuah laci yang tak bisa terbuka, karena terkunci. Laci yang mampu membuat Andira merasa penasaran akan laci tersebut.Lama berada di sana, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Menyadari itu Andira kembali merapikan berkas-berkas yang berserakan dan membersihkan debu yang menempel di buku-buku milik Martin.Yang membuka pintu ruangan Martin adalah seorang gadis yang tidak lain adalah Nadira.Dia masuk ke dalamnya dan matanya mengabaikan Andira karena melihat brangkas yang sama seperti brangkas di kantor Martin."Hei, kalau kau selsai keluar saja," ucap Nadira pada Andira yang masih melaksanakan tugas."Tapi Non, aku masih bekerja," jawab Andira."Udahlah, lagian sudah bersih, pergi sana!" Nadira membentak, dia seperti memiliki maksud lain di ruangan Martin sehingga mengusir Andira dari sana.Andira menelan ludah, dan menurut. Dia keluar dari sana, namun dalam hati Andira ada rasa curiga pada Nadira yang tiba-tiba datang lalu mengusir dirinya.Kini tinggal Nadira yang ada di dalam ruangan Martin, dia mengingat-ingat kode yang dia lihat saat Martin membuka brangkasnya di kantor saat Nadira berkunjung meminta uang.Karena Martin tak memberinya uang yang diinginkan dirinya, itu membuat Nadira merasa kesal dan tetap menginginkan ponsel baru."Hm, kodenya apa ya?" ucapnya sendiri, lalu tiba-tiba dia melihat ayahnya menekan angka 2-12-3 dan sadar bahwa itu adalah tanggal ulang tahun dirinya."Tanggal 2 Desember 2003, Papa memang menyayangiku, aku akan mendapatkan ponsel baru!" Nadira tersenyum miring saat mengetahui kombinasi kodenya. Dia menekan angka 2-12-3 dan lihat brangkasnya langsung saja terbuka, dia melihat tumpukan lembaran uang yang sangat banyak.Nadira menelan ludah dan tak percaya bahwa ayahnya memiliki uang yang tak terhitung, karena memiliki uang sendiri di rumah, di kantor, bahkan di bank. Tak berfikir panjang Nadira langsung mengambil seikat uang yang sudah tersusun rapi.
Lalu dia menutup kembalib rangkasnya dan pergi dari sana.
Saat berjalan turun dari tangga, Nadira melihat ayahnya sudah ada dan terlihat berbicara dengan Andira. Supaya tak ketahuan Nadira berusaha bersikap baik-baik saja dan menyambut Martin dengan senyum lebar.
"Hai Pa," ucap gadis berusia 15 tahun itu, dia kemudian memeluk Martin, tanda menyambut sang ayah.Andira yang tadi berbicara dengan Martin langsung pergi dari sana karena melihat Nadira yang mendatangi sang majikan.Melihat itu mata di balik kacamata Martin masih saja memandang ke arah gadis yang berusia 21 tahun itu."Baiklah, Papa harus pergi ke ruang kerja, masih banyak yang perlu Papa kerjakan," kata Martin saat ingin mengakhiri perbincangannya dengan Nadira.Mendengar ruang kerja, Nadira tiba-tiba merasa gugup dan hanya membalas ayahnya dengan anggukan dan senyum.Nadira kemudian keluar dari rumahnya dan tentu saja akan bertemu dengan teman-temanya.
Martin yang memang sengaja pulang lebih awal hanya karena ada sesuatu yang sangat disukai nya berada di rumahnya, yang tak dia dapatkan di kantor besar miliknya.
Selain seorang pengusaha, Martin juga sangat menyukai seni terutama seni lukis.
Namun cita-citanya menjadi seorang seniman tak dapat ia lanjutkan karena tekanan orang tua yang memaksanya untuk menjadi seorang pengusaha.
Kemudian harus dijodohkan dengan Sarah, menikah dengan wanita yang tidak pernah ia cintai hanya karena urusan bisnis orang tua mereka masing-masing. Mungkin karena itulah Martin merasa terkungkung seperti seokor burung yang berada dalam sangkar dan tak dapat ke mana-mana selain berada di kantor dan di rumahnya.
Martin membuka ruangannya dan melihat ruang kerjanya sudah bersih total, dia kemudian duduk di kursinya dan memandang ke arah lacinya, dia membuka laci itu dengan kunci yang selalu ia bawa. Dan terlihat gambar wajah dengan warna hitam putih, wajah milik Andira. Saat pertama kali melihat Andira, Martin langsung terpukau dengan bentuk wajah gadis cantik itu, dengan tubuh yang hanya setinggi dada Martin, kulit putih susu, bibir merah, mata yang kecoklatan, rambut yang sepanjang bahu yang terikat oleh jepitan rambut dan memperlihatkan leher belakang Andira yang terlihat begitu putih dan halus, dimana semua itu mampu meningkatkan jiwa seni Martin. Dia merasa bahwa jika Tuhan adalah seniman maka karya yang paling indah miliknya adalah Andira.Puas memandang gadis cantik yang sudah ia lukis itu, tiba-tiba matanya tersangkut pada brangkas yang dia sudah tutup rapat-rapat dengan menggunakan kode kombinasi.Martin yang ingin melihat apakah uang dalam brangkasnya masih aman, dia kemudian membuka barangkasnya, lalu betapa terkjutnya dia saat melihat seikat uangnya sudah hilang.Martin masih tak percaya dan tetap memastikan, namun ternyata uangnya berkurang. Martin menghela nafas panjang dan merasa kemarahan mulai menumpuk dalam dirinya.Martin yang marah menutup brangkasnya dengan sangat keras dan berfikir siapa yang berani mencuri uangnya di rumahnya sendiri.Sikap tenang walau sedang marah selalu di nampak kan oleh pria berkacamata ini, pria yang memiliki wajah kharismatik namun selalu bersikap dingin.Martin Dailuna, dia marah karena baru saja seseorang mencuri uang miliknya, dan dalam benaknya muncul pertanyaan, bagaimana bisa seseorang mengetahui kode brangkasnya.Setidaknya itulah yang dipikirkan Martin. Pria berkacamata itu kembali duduk di kursinya dan masih berfikir, tidak mungkin seseorangnmengetahui kodenya sedang istrinya saja tak tahu kode milik Martin.Uang yang disimpan Martin itu adalah uang untuk pegawai rumahnya, mulai dari pembantunya, tukang kebun, sopir pribadi anak-anaknya, hingga satpam di rumahnya.Walau Martin berfikir keras dia tidak menemukan kemungkinan siapa yang mencuri uangnya, tidak mungkin pekerja rumahnya, mereka mana ada yang berani, dan tidak mungkin keluarganya sendiri. Lama terdiam, Martin memilih untuk menunggu hingga makan malam dimana keluarganya
Martin memasuki kamar Andira, matanya mengitari ruangan kecil namun bersih dan rapi. Dia melihat biola milik Andira tersimpan rapih di atas meja, di sebalah biola itu terdapat buku bersampulkan coklat yang membuat Martin penasaran apa isi buku itu. Bisa jadi catatan Andira, atau resep makanan yang membuat makanannya sangat nikmat.Andira sendiri berdiri di samping tempat tidurnya, terpaku di sana sambil memandang Martin menggeledah kamarnya. Martin berjalan menuju meja yang di atasnya terdapat biola dan buku bersampulkan coklat."Darimana kau mendapatkan uang untuk satu biola, aku pikir biola cukup mahal untuk anak pembantu sepertimu?" tanya Martin. Ucapan yang mampu membuat Andira seketika menelan ludah, sepertinya Martin sedang meremehkan dirinya karena statusnya sebagai anak pembantu di rumah kaya milik Dailuna. "Itu milik ayahku, dia seorang pemusik, sampai dia meninggal dia berikan itu padaku," jawab Andira, untuk pertama kalinya dia berani memandang ke arah mata
Martin sudah melupakan uang miliknya yang hilang, toh dia sudah tahu siapa pencurinya. Anaknya sendiri, Nadira. Kini dia hanya ingin fokus pada Raisi dan juga Andira, kalau-kalau mereka saling menyukai kemudian saling mencintai itu akan menjadi masalah bagi Martin dan juga anak dan pembantu mudanya.Rasa ingin dekat dengan Andira semakin memuncak, apalagi dia dengan bebasnya menyentuh dagu, pipi, hingga leher Andira. Pria setengah baya itu tak kunjung menghilangkan imajinasi gelapnya terhadap Andira.Dia berada di dalam kamarnya, menunggu waktu membuatnya tertidur, namun tak kunjung karena kepalanya hanya ada Andira di dalamnya. Mata jernih milik Andira yang sangat disukai Martin untuk dipandangnya, kulit putih halus yang sangat ingin disentuh olehnya, hingga bibir merah yang ingin sekali dilumat oleh bibir milik Martin.Dia merenung.Imajinasi kotor Martin terhadap Andira semakin bermain dalam kepalanya. Dalam benaknya dia memikirkan bagaimana cara
"Anda pikir Anda siapa? Ya! Anda mungkin seorang majikan di rumah ini, seorang pemilik kekuasaan di kantor Anda, dan memiliki kuasa yang besar. Namun Anda sama sekali tidak berkuasa sepenuhnya atas diriku, Anda mungkin memiliki banyak hal tapi tidak segalanya. Anda tahu, Anda adalah orang paling menjijikkan yang pernah aku lihat. Dan pecat aku sekarang juga Tuan Martin Dailuna!" ucap Andira dengan nada menentang, dan menatap berani wajah Martin Dailuna.Mendengar itu, kemarahan Martin semakin memuncak, matanya nanar, dan dengan sigapnya, mendorong Andira dengan tangannya yang saat itu memegang tangan Andira dengan keras.Kini tubuh Andira terjepit, tubuhnya terhimpit antar Martin dan meja dapur. Kedua mata mereka saling memandang dengan kemarahan satu sama lain."Siapa kau? Siapa kau yang berkata seperti itu padaku? Dengar baik-baik, aku ini adalah Martin Dailuna, dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Kau salah saat mengatakan bahwa aku tidak berkuasa a
---------------------------------------------------------------------*****Dunia ini kejam Andira, jika kau tidak menjadi yang kejam, maka siap-siap menjadi korban kekejaman itu sendiri.Selama ini, aku sudah merasakan kekejaman itu, kekejaman dari kuasa ayahku sendiri. Aku pernah mencintai tapi tidak pernah disatukan, aku pernah bermimpi tapi tidak pernah terwujud.Kemudian aku sadar, suatu hari nanti aku akan mendapatkan segala hal yang aku inginkan. Dan aku menyadarinya, bahwa satu-satunya yang aku inginkan saat ini, hanyalah kamu Andira, bukan hartaku, tahtaku, tapi kau, wanitaku*****.---------------------------------------------------------------------Martin kemudian menutup bukunya setelah menulis sesuatu di dalamnya. Selama seharian dia tidak berniat bertemu dengan Andira, dia tahu bahwa Andira saat ini sangat membencinya. Dia sadar bahwa Andira tidak akan jatuh di pelukannya, karena sikap kasar yang selalu dia tunjukkan pada Andira apalagi
"Berikan ransel kamu," ucap Martin sambil mengulurkan tangannya."Kenapa?" tanya Nadira yang saat ini sudah berada tepat di hadapan Martin."Papa bilang berikan ransel kamu," ucap Martin lagi dengan nada biasa namun tatapan tajam memandang ke arah Nadira, yang pada akhirnya menuruti perkataan Martin.Martin membuka ransel berwarna hijau muda, Martin seperti sudah mendapatkan apa yang dicarinya, dua ponsel yang berbeda, ponsel lama Nadira yang masih baik untuk digunakan dan ponsel yang mungkin baru kemarin Nadira beli.Martin mengangkat kedua ponsel itu dan menaruhnya di atas meja kerja miliknya."Apa ini?" tanya Martin menaikkan kedua alisnya menatap mata yang sedikit ketakutan milik Nadira.Nadira menelan ludah dan keringat dingin terasa di sekujur tubuhnya."Hm, yang satu itu ponsel milik temanku Pa," jawab Nadira dengan nada pelan.Martin memasang wajah malas mendengar pengakuan, jawaban dari sang putri."Apa Papa per
Makan malam sudah siap, keluarga Dailuna sudah berkumpul di meja makan, tapi di sana tidak terlihat Martin Dailuna di kursinya. Martin Dailuna masih saja menunggu kedatangan Andira muncul melalui pintu ruang kerjanya.Namun lihat tidak ada tanda-tanda Andira akan datang menemuinya. Martin sudah tidak bisa menahan kesabarannya, dia berniat untuk memarahi Andira di meja makan nanti.Dia keluar dari ruang kerjanya, menuju meja makan, dan betapa terkejutnya mata Martin saat melihat orang yang sama sekali tak disangkanya duduk di samping Sarah istrinya.Martin sudah muak melihat Raynaldi berada di kantornya, sekarang dia ikut makan malam bersamanya di meja makannya. Saat Martin berjalan menuju meja makan, matanya hanya bisa memandang dengan tatapan tidak suka, tanpa bisa berbuat apa-apa. Martin tahu betul bahwa anak-anaknya sangat menyukai Raynaldi dan istrinya sangat menyayangi adiknya itu."Hei Mart, aku pikir kau tidak datang untuk makan malam," canda
Raisi berjalan menuju ruangan Martin dengan membawa nampang makanan dan bersiap akan berhadapan langsung dengan pria yang sangat ia takuti dan hormat, ayahnya sendiri. Martin memang selalu tegas dan tidak pernah bersikap lembek dalam mendidik anak-anaknya. Dari kecil Raisi sudah diajarkan kedisiplinan, patuh dan tunduk pada yang memiliki kekuasaan yang lebih besar jika tidak maka akan terjadi masalah. Itulah yang selalu diajarkan Martin pada anak-anaknya jadi tak seorangpun dari mereka yang berani menentang Martin Dailuna.Raisi mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam pintu masuk."Masuk," ucap Martin. Saat itu Martin sedang ingin meminta maaf pada Andira namun betapa kecewa dan marahnya dia yang datang bukan Andira namun anaknya Raisi.Mata Martin kembali melotot, alisnya terangkat ke atas, kesabarannya pada gadis itu sudah tidak bisa ditahannya lagi."Raisi?" kata Martin."Aku tidak memanggil Andira untuk membawakan makanan Papa karena aku