Bram bergidik, hembusan napas Kayra membuat bulu kuduknya merinding.
"Jangan coba-coba untuk menggodaku," tegas Bram dengan tatapan lurus.
"Aku tidak menggodamu Tuan Bram, aku hanya menginginkan sentuhan darimu." Entah apa yang terjadi pada Kayra, sehingga ia bisa bicara seperti itu.
Bram menarik napas, ia refleks bangkit dari kursinya.
"Pergilah sebelum aku bersikap kasar," peringatan Bram dengan wajah marah.
Kayra bukannya pergi, wanita cantik itu justru memainkan kerah baju Bram dengan kedua tangannya. Sikap kasar dan hinaan dari Bram, membuatnya bersemangat untuk menjadi wanita penggoda.
"Jangan membuatku semakin kesal," sentak Bram.
Ia mencengkram kedua tangan Kayra, lalu melepaskannya dengan kasar.
Ingin rasanya Kayra marah dan berteriak, tetapi ia berusaha menenangkan amarahnya. Apapun yang terucap dari mulut Bram, dan apapun yang ia lakukan! Kayra harus sabar dan menerimanya.
Ia harus tetap menggodanya, sampai pria tampan itu menyentuhnya dan menanam benih dalam rahimnya.
"Maaf jika aku membuat Tuan kesal, tapi percayalah! Aku hanya berusaha menghibur Tuan," ucap Kayra dengan nada manja, sambil kembali memainkan kerah baju Bram.
"Tapi aku tidak butuh...." Bram berhenti bicara, sebab Kayra refleks menempelkan bibirnya ke bibir Bram.
Keduanya terdiam, Kayra menutup kedua mata dengan posisi kaki berjinjit, sedangkan Bram terpaku dengan mata terbuka lebar.
Awalnya Bram menolak, tetapi tanga Kayra menahan kepalanya, agar bibir keduanya tetap menempel. Bahkan tangan wanita cantik itu menuntun tangan Bram, melingkar di pinggangnya.
Sebagai pria normal, tentu hasrat Bram seketika memuncak! Tangan kekarnya mulai bergerak liar, bahkan tubuhnya mendorong tubuh mungil Kayra, hingga terjatuh di atas sofa.
Bibir yang tadinya menempel, kini menjelajahi leher jenjang Kayra. Sedangkan tangannya mengelus paha mulus wanita cantik itu, dari balik piyama.
"Permisi Tuan." Suara Hendro terdengar, seiring dengan ketukan pintu.
Bram refleks menghentikan aksinya, begitu juga dengan Kayra. Ia merapikan rambut panjangnya dan bangkit dari sofa.
"Masuk," sahut Bram yang sudah kembali ke meja kerjanya.
"Saya permisi dulu Tuan," ucap Kayra dengan kepala tertunduk, sambil melewati Hendro di pintu.
Kayra benar-benar malu, bahkan wajahnya terlihat merah. Seumur hidup, ini pertama kalinya ia bercumbu dengan pria. Selama ini Kayra belum pernah pacaran atau dekat dengan pria.Rasa gugup membuatnya tidak bisa tenang, jantungnya pun tak berhenti memompa, akhirnya Kayra ke luar dari kamar bergegas menuju kamar Bi Mina.
Tanpa malu ia menceritakan semuanya kepada wanita paruh baya itu.
"Bi, aku benar-benar khilaf. Aku merasa berdosa." Kayra bicara dengan polosnya.
"Non harus sering-sering khilaf, kalau tidak? Non tidak akan hamil," ucap Bi Mina. Wajahnya terlihat serius namun matanya menunjukkan rasa kasihan.
Mendengar ucapan Bi Mina, Kayra tersadar akan tugasnya. Ia harus melakukannya demi kebaikan bersama. Namun sampai detik ini, Kayra belum tahu apa alasan ayahnya menjadikannya sebagai ibu pengganti.Yang pastinya, ayahnya sudah menandatangani kontrak dan menerima 50 persen, uang dari perjanjian. Itulah yang membuat Kayra terpaksa harus melakukannya.
Menolak sama saja ia membunuh kedua orang tuanya, karena dalam perjanjian! Jika Kayra membatalkan kontrak, kedua orang tuanya harus membayar 2 kali lipat uang yang sudah disepakati.
Sedangkan uang yang diterima orang tuanya bukanlah sedikit, melainkan dengan jumlah fantastis, yaitu 3 miliar rupiah. Bahkan sampai matipun, Kayra dan kedua orang tuanya tidak akan sanggup membayarnya.
......................... Tanpa terasa dua hari telah berlalu, selama 2 hari ini Kayra tidak pernah bertemu dengan Bram. Ia sengaja menghindar karena malu dengan kejadian itu. Ia ke luar dari kamar setelah Bram berangkat ke kantor.Namun hari ini, ia harus menemui pria tampan itu karena ancaman dari Asha. Wanita bertubuh tinggi itu sudah tidak sabar lagi Kayra secepatnya hamil. Asha tak mau Kayra terlalu lama tinggal bersama Bram.
"Iya Mbak, aku mengerti." Hanya kata-kata itu yang terucap dari mulut Kayra, setiap kali bicara dengan Asha melalui sambungan telepon.
Kayra menghela napas, matanya menatap Bi Mina sambil tersenyum tipis.
"Apa Nyonya Asha marah?" tanya Bi Mina dengan lembut.
Kayra mengangguk, "Iya Bi."
Saat keduanya asik berbincang-bincang, tiba-tiba terdengar suara Bram dari pintu utama. Pria tampan itu melangkah menuju ruang tamu bersama kedua temannya.
Bi Mina pun langsung bergegas menyiapkan minuman dan cemilan ringan, karena Mina sudah tahu tugasnya tanpa diperintah oleh Bram.
Wanita paruh baya itu pun minta tolong kepada Kayra, agar wanita cantik itu yang mengantarkannya ke ruang tamu.
Kayra menghela napas sebelum meninggalkan dapur, ia melangkah menuju ruang tamu dengan posisi kepala tertunduk.
Setibanya di ruang tamu, Kayra menaruh nampan di atas meja, tanpa melihat Bram. Saat akan kembali ke dapur, ia tak sengaja mendengar seseorang bertanya kepada Bram.
"Apa dia pelayan baru di rumah ini, Bro?"
"Hum," sahut singkat Bram.
"Cantik ya, bodinya adu hay, buat betah di rumah," canda yang satu lagi.
"Dia tidak seperti yang kamu pikirkan, dia bahkan lebih buruk dari simpanan kalian berdua."
Kata-kata Bram sempat membuat langkah Kayra terhenti, hatinya rasa tercabik-cabik. Ia menghela napas dan kembali melanjutkan langkahnya.
Wanita mana yang tak sakit hati, disebut lebih buruk dari wanita simpanan. Andaikan bisa memilih, Kayra lebih baik mati daripada harus menjadi ibu pengganti.
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 7 malam. Bram dan kedua temannya terlihat meninggalkan kediaman Nathan, dengan menaiki mobilnya masing-masing.
Begitu juga dengan Kayra, ia pamit kepada Bi Mina untuk menemui sahabatnya.
Sebelum pergi, Kayra terlebih dahulu menghubungi Sarah melalui ponsel milik Mina.Keduanya bertemu di parkiran apartemen milik Sarah. Sebelum mereka ke kafe, Sarah terlebih dahulu meminta Kayra untuk mengganti pakaian.
"Maaf Ra, bajunya terlalu seksi," protes Kayra yang berdiri di depan kaca.
"Bagus kok, gak terlalu seksi. Kamu justru terlihat elegan," puji Sarah.
"Tapi Ra...."
"Jangan tapi-tapi, mulai sekarang kamu harus terbiasa memakai gaun. Kita tinggal di kota, jadi kita harus mengikuti fashion kota." Sarah ceramah panjang lebar.
Ia tak mungkin membawa Kayra ke acara ulang tahun temannya, dengan mengenakan celana jeans usang dan kaus oblong.
Kayra menarik napas dan pasrah, "Baiklah."
Keduanya meninggalkan apartemen menuju sebuah kafe, sepanjang perjalanan Kayra tidak berhenti memperbaiki bagian dadanya. Ia juga menarik ujung gaunnya agar menutupi paha.
Kayra benar-benar risih dan tidak nyaman, selama ini Kayra selalu mengenakan celana dan kaus atau kemeja.
"Ra, acara ulang tahun teman kamu, di gedung ya?" tanya Kayra yang penasaran.
"Iya, tapi sebelum ke sana, kita ke kafe dulu ya? Aku mau minta uang jajan dulu sama Om aku," jawab Sarah sambil tersenyum genit.
"Oh...." Wajah Kayra terlihat bingung, karena yang ia tahu! Sarah tidak punya keluarga di Jakarta.
Setibanya di kafe, Sarah membawa Kayra ke ruang VIP. Kayra terkejut bukan main, kedua pria yang duduk di sofa salah satunya adalah Bram.
Begitu juga dengan Bram, ia tercengang melihat Kayra masuk dari pintu bersama Sarah.
Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca. Terima kasih. ***"Aku tidak butuh ceramah, aku hanya ingin disentuh Tuan Bram." Kayra melepaskan bibirnya sesaat, lalu kembali menempelkannya.Awalnya Bram tidak merespon, namun saat tangan wanita cantik itu menyentuh miliknya! Suasana pun tidak bisa dikendalikan.Kecupan seketika memanas, Bram memainkan lidahnya di dalam sana. Menyapu barisan gigi Kayra yang tersusun rapi sambil bertukar saliva. Tangan yang tadinya diam, kini mengelus setiap inci dari tubuh Kayra. Meremas kedua gunung kembar wanita cantik itu dengan penuh gairah, membasahi leher hingga dadanya dengan saliva. Ia pun tidak lupa meninggalkan beberapa tanda merah di sana.Dengan sekejap mata, Bram membuka seluruh pakaian Kayra, begitu juga dengannya. Ia pun mematikan lampu dan hanya menyisakan satu yang terletak di atas meja kecil, di samping tempat tidur. Suara desahan mulai memenuhi ruangan, keduanya larut dalam gairah. Walaupun perlakuan Bram sedikit kasar, na
Kayra menghela napas, wajahnya pucat dan kedua matanya berkaca-kaca. "Ayo Kayra, bergeraklah dengan cepat, apa kamu ingin selamanya diancam dan di hina? Apa kamu tidak ingin hidup bebas tanpa tekanan?" Kayra menjajah dirinya sendiri. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu ke luar dari kamar menuju dapur. "Bi, apa melihat Tuan?" tanya Kayra dengan senyum ramah. "Tuan sepertinya di ruang fitness, Non," jawab jujur Mina."Ok, terima kasih Bi." Kayra bergegas menuju ruang fitness.Dari kejauhan ia sudah melihat Bram sedang melakukan pec deck machine. Kedatangannya ke sana sama sekali tidak mengganggu Bram, pria tampan itu tetap fokus pada aktivitasnya.Justru Kayra yang salah tingkah. Bagaimana tidak? Saat ini Bram hanya mengenakan tank top, sehingga menunjukkan ototnya yang begitu sixpack.Tanpa sadar, Kayra menelan saliva dengan kasar. Bahkan tatapannya tidak lepas dari Bram."Ya Tuhan, Tuan Bram benar-benar sempurna. Dia bukan hanya kaya, tapi tampan dan gagah
"Aw....ah...." Desah itu memenuhi seluruh ruangan. Kayra mendorong Bram lalu menindihnya. Dengan tatapan penuh gairah ia membuka gaunnya, dan melemparkannya ke lantai dengan sembarang. Kini tubuh mulusnya terpampang di hadapan Bram, yang membuat pria tampan itu benar-benar bergairah. Keduanya bercumbu, melepaskan hasrat yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Leher yang tadinya putih mulus, kini dihiasi dengan tanda merah."Uek...." Kayra tiba-tiba mual dan pusing. Ia turun dari atas tubuh Bram, lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bram tersenyum seribu arti, ditatapnya seluruh tubuh Kayra dengan tatapan penuh gairah. Ia bangkit dari tempat tidur, berdiri tepat di ujung kaki Kayra, sambil membuka satu persatu kancing bajunya. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Bram polos tanpa sehelai benang. Bram mengambil posisi aman, menaruh kedua paha Kayra di atas pahanya. "Aku mencintaimu," ucap Kayra sambil menatap kedua mata indah Bram, dengan nada khas mabuk.Bram tersenyum getir,
"Hay Om Harry," sapa Sarah dengan ceria. "Hay sayang." Pria yang dipanggil Harry itu, memeluk Sarah dan mengecup keningnya. Sungguh pemandangan yang begitu mengejutkan bagi Kayra. "Om, Perkenalkan, ini teman yang aku ceritakan kemaren," ucap Sarah setelah melepaskan pelukannya.Harry mengerutkan kening, "Bro, dia kan...."Harry bukannya berkenalan dengan Kayra, tapi justru bertanya kepada Bram. Namun sebelum ia selesai bicara, Bram sudah menarik tangan Kayra, membawa wanita cantik itu masuk ke kamar mandi. "Lepaskan tanganku Tuan," keluh Kayra, karena Bram mencengkram lengannya dengan kasar."Kamu benar-benar hebat, bisa melayani beberapa pria. Padahal kamu terikat kontrak dengan seseorang, tapi kamu tetap juga bermain dengan orang lain. Dasar wanita murahan." Bram berpikir demikian. "Bu...bukan begitu Tuan, aku hanya menemani Sarah," jelas Kayra, namun sayang! Bram tak sedikitpun percaya. "Segera akhiri kontrakmu dengan Asha, dan pergilah dari kediaman Nathan." Setelah mengatak
Bram bergidik, hembusan napas Kayra membuat bulu kuduknya merinding. "Jangan coba-coba untuk menggodaku," tegas Bram dengan tatapan lurus. "Aku tidak menggodamu Tuan Bram, aku hanya menginginkan sentuhan darimu." Entah apa yang terjadi pada Kayra, sehingga ia bisa bicara seperti itu.Bram menarik napas, ia refleks bangkit dari kursinya. "Pergilah sebelum aku bersikap kasar," peringatan Bram dengan wajah marah.Kayra bukannya pergi, wanita cantik itu justru memainkan kerah baju Bram dengan kedua tangannya. Sikap kasar dan hinaan dari Bram, membuatnya bersemangat untuk menjadi wanita penggoda. "Jangan membuatku semakin kesal," sentak Bram. Ia mencengkram kedua tangan Kayra, lalu melepaskannya dengan kasar. Ingin rasanya Kayra marah dan berteriak, tetapi ia berusaha menenangkan amarahnya. Apapun yang terucap dari mulut Bram, dan apapun yang ia lakukan! Kayra harus sabar dan menerimanya. Ia harus tetap menggodanya, sampai pria tampan itu menyentuhnya dan menanam benih dalam rahimny
“Tuan, apa sudah mau pulang~?” Tiba-tiba salah satu dari dua wanita yang menemani Bram bertanya dengan nada manja sembari mengelus dada Bram. “Di sini dulu saja.”“Lepas,” ucap Bram dingin. “Istriku di sini.”Kayra berkedip. Namun, ia tidak berkata macam-macam karena Bram sudah berdiri–meski sempoyongan–dan merangkulnya.“E-eh–” Kayra menangkap tubuh besar Bram dengan miliknya yang kecil. Namun, jelas saja tenaganya tidak seberapa.Beruntung, Pak Hendro segera membantu.Kayra buru-buru membawa Bram keluar dari sana karena tatapan kedua wanita di dalam ruangan VIP tersebut makin menajam ke arahnya, seakan Kayra sudah mengusik kesenangan mereka.Tapi Kaya tidak banyak pikir, karena–“Loh, Kayra?”Kayra menoleh dan mendapati teman lamanya, Sarah, di sana.“Kamu?” Kayra tampak terkejut. Masalahnya, penampilan temannya itu tampak sangat berbeda dengan saat mereka masih di desa dulu. Wanita di hadapan Kayra tampak glamor dan seksi, terlihat dari bagaimana gaun ketat itu membalut pinggang da