“Tuan, apa sudah mau pulang~?” Tiba-tiba salah satu dari dua wanita yang menemani Bram bertanya dengan nada manja sembari mengelus dada Bram. “Di sini dulu saja.”
“Lepas,” ucap Bram dingin. “Istriku di sini.”
Kayra berkedip. Namun, ia tidak berkata macam-macam karena Bram sudah berdiri–meski sempoyongan–dan merangkulnya.
“E-eh–” Kayra menangkap tubuh besar Bram dengan miliknya yang kecil. Namun, jelas saja tenaganya tidak seberapa.
Beruntung, Pak Hendro segera membantu.
Kayra buru-buru membawa Bram keluar dari sana karena tatapan kedua wanita di dalam ruangan VIP tersebut makin menajam ke arahnya, seakan Kayra sudah mengusik kesenangan mereka.
Tapi Kaya tidak banyak pikir, karena–
“Loh, Kayra?”
Kayra menoleh dan mendapati teman lamanya, Sarah, di sana.
“Kamu?” Kayra tampak terkejut. Masalahnya, penampilan temannya itu tampak sangat berbeda dengan saat mereka masih di desa dulu. Wanita di hadapan Kayra tampak glamor dan seksi, terlihat dari bagaimana gaun ketat itu membalut pinggang dan dada Sarah yang penuh.
Terakhir Kayra dengar, Sarah dapat kerja bagus di kota. Kenapa dia ada di kelab ini?
“Eh, lama nggak ketemu. Ayo nyobrol dulu, Kay.” Sarah tersenyum lebar. “Kok kamu ada di sini?”
“Maaf, aku buru-buru,” ucap Kayra sembari menoleh pada Bram yang sudah setengah sadar.
“Kalau gitu, nanti kamu telepon aku ya. Ini.” Sarah akhirnya memberikan nomor ponselnya sebelum Kayra pergi dari sana.
Sesampainya di mobil, Pak Hendro berkata, “Non duduk di belakang saja. Temani Tuan.”
“Tapi–”
“Cepat, Non. Jangan lama-lama.”
Mau tidak mau, Kayra masuk ke bangku belakang bersama Bram. Awalnya, saat mobil mulai berjalan, tidak ada masalah apa-apa.
Namun, perlahan, tubuh Bram condong ke arahnya sampai kemudian memeluk Keyra.
“Tuan,” ucap Kayra berusaha melepaskan diri. “Jangan begini.”
“Kenapa kamu memanggilku Tuan?” tanya Bram dalam sebuah gumaman.
“Saya bukan–mmph!”
Ucapan Kayra terputus saat tiba-tiba saja Bram mencium bibirnya, lalu melumatnya pelan. Sementara tangan kokoh pria itu menyapu tubuh ramping Kayra, lalu menahan pinggulnya agar tidak bisa melepaskan diri.
Tubuh Kayra menegang, membeku begitu saja, Otaknya langsung berpikir ini salah dan dirinya mencoba melepaskan diri.
Tangannya yang mungil berusaha mendorong dada bidang Bram agar pria itu menjauh.
Namun, Bram justru menyentuh pantat Kayra dan meremasnya pelan.
Membuat Kayra tanpa sadar meloloskan desah dari bibirnya, sontak membuatnya tidak bisa berpikir apa-apa. Apalagi bibir lembut Bram masih mengunci miliknya.
Baru ketika keduanya kehabisan napas, Bram menarik diri dan langsung jatuh ke pangkuan Kayra. Tidak sadarkan diri.
Sementara Kayra terengah di sana. Napasnya berantakan, begitu juga penampilannya.
Dari pantulan kaca mobil, ia bisa melihat bibirnya bengkak. Pakaiannya juga sudah berantakan, apalagi di bagian dada karena tangan besar Bram tadi sempat menjelajah ke sana.
Tiba-tiba matanya dipenuhi air mata. Ia merasa ini salah.
Tapi di saat yang sama, bukankah memang ini yang diinginkan oleh semua orang, termasuk ia dan Asha?
Kalau ia berhasil menggoda Bram, maka tugasnya akan makin cepat terpenuhi.
Dan ia bisa pergi. Mungkin mengejar mimpinya bersekolah lagi.
“Kita sudah sampai, Non.” Terdengar suara Pak Hendro dari bangku pengemudi. Beliau sama sekali tidak mengomentari apa yang terjadi di jok belakang.
“I-iya,” gumam Kayra, segera merapikan penampilannya.
Setibanya di kediaman Nathan, Kayra membantu Pak Hendro membawa Bram ke kamarnya. Ia bahkan membantu Bram minum air, meski pria itu masih setengah sadar.
"Maaf Nona, saya angkat telepon dulu," pamit Pak Hendro yang langsung ke luar. “Nona tolong tunggu di sini ya.”
"Tapi Pak–"
“Sekalian tolong ganti batu Tuan Bram. Biar beliau nyaman tidurnya.”
Tanpa menunggu Kayra merespons, Pak Hendro sudah pergi dan menutup pintu.
Tentu suasana ini membuat Kayra senam jantung.
Bagaimana tidak? Ia hanya tinggal berdua di dalam kamar itu. Apalagi setelah kejadian di dalam mobil tadi.
Kayra yang takut, seketika bangkit dari sisi tempat tidur.
Namun, tangannya ditahan oleh Bram. Pria itu menggenggam lengannya erat.
Serba salah, Kayra duduk diam di sisi Bram dalam waktu yang cukup lama karena Pak Hendro tak kunjung kembali.
Tanpa sadar, gadis mungil itu memandangi wajah Bram yang terlelap, sampai tiba-tiba suara Asha membayangi kepalanya. Bahwa ia harus menggoda suaminya.
Tiba-tiba, di tengah lamunan Kayra, Bram membuka mata.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Suara berat pria itu berkumandang, terdengar kasar. Tampaknya ia sudah benar mengenali Kayra.
Kayra langsung menarik diri dan berdiri karena terkejut.
"Aku … aku..." Kayra gugup karena bingung.
"Keluar dari kamarku," sentak Bram sambil bangkit dari tempat tidur.
Pria tampan itu melangkah menuju kamar mandi, tubuhnya yang tak seimbang membuatnya menabrak meja rias.
"Hati-hati, Tuan." Kayra refleks membantu Bram.
"Jangan sentuh aku, wanita murahan sepertimu tidak layak menyentuhku." Bram mendorong Kayra hingga terjatuh di lantai.
Kedua mata Kayra seketika berkaca-kaca.
Bukan maunya dia ada di sini.
Kayra bangkit dari lantai, ia langsung pergi tanpa membuka mulut. Butiran bening yang membendung di kelopak mata, akhirnya bercucuran membasahi kedua pipinya.
Baiklah. Kalau memang Bram berpikir dia di sini untuk menggodanya, sekalian saja ia lakukan!
Dengan tekad kuat, Kayra pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Sesuai apa yang diajarkan Asha sebelumnya: memakai lingerie dan jubah malam. Lalu ia pergi ke dapur untuk meminta kopi.
Saat akan menaiki tangga! Ia melihat Bram keluar dari kamarnya. Pria tampan itu terlihat menuju ruang kerjanya di lantai tiga.
"Masuk." Terdengar suara bariton dari dalam setelah Kayra mengetuk pintu.
Kayra membuka pintu, ia melihat Bram duduk di kursi kerja. Pria tampan berkulit putih itu, fokus menatap layar laptopnya sambil jari tangannya bergerak liat di keyboard.
"Maaf Tuan, saya membuatkan kopi untuk Tuan." Kayra bicara dengan nada kaku.
Awalnya Bram tidak merespon sedikitpun, ia berpikir yang membuat kopi adalah Bi Mina.
"Bagaimana Tuan, apa kopinya terlalu manis?"
Bram yang tadinya fokus menatap layar laptop! Seketika memutar kepala.
“Kamu mau menggodaku lagi?” tanya Bram. “Kalau sudah bawakan kopi, pergilah. Kecuali kamu memang rela melakukan apapun demi hidup mewah, bahkan mengorbankan harga dirimu. Apa kamu tidak malu?"
Kayra menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya dengan kasar. Percuma saja ia berusaha menjelaskan yang sebenarnya, karena Bram tidak akan percaya.
"Iya, aku memiliki alasan untuk menjadi ibu pengganti," ucap Kayra.
Ia melangkah mendekati Bram, berdiri tepat di belakang pria tampan itu. Menunduk untuk mensejajarkan tinggi mereka.
"Tentu alasan utamanya karena aku tertarik denganmu, Tuan Bram," lanjut Kayra dengan nada berbisik, tepat di telinga Bram.
Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca. Terima kasih. ***"Aku tidak butuh ceramah, aku hanya ingin disentuh Tuan Bram." Kayra melepaskan bibirnya sesaat, lalu kembali menempelkannya.Awalnya Bram tidak merespon, namun saat tangan wanita cantik itu menyentuh miliknya! Suasana pun tidak bisa dikendalikan.Kecupan seketika memanas, Bram memainkan lidahnya di dalam sana. Menyapu barisan gigi Kayra yang tersusun rapi sambil bertukar saliva. Tangan yang tadinya diam, kini mengelus setiap inci dari tubuh Kayra. Meremas kedua gunung kembar wanita cantik itu dengan penuh gairah, membasahi leher hingga dadanya dengan saliva. Ia pun tidak lupa meninggalkan beberapa tanda merah di sana.Dengan sekejap mata, Bram membuka seluruh pakaian Kayra, begitu juga dengannya. Ia pun mematikan lampu dan hanya menyisakan satu yang terletak di atas meja kecil, di samping tempat tidur. Suara desahan mulai memenuhi ruangan, keduanya larut dalam gairah. Walaupun perlakuan Bram sedikit kasar, na
Kayra menghela napas, wajahnya pucat dan kedua matanya berkaca-kaca. "Ayo Kayra, bergeraklah dengan cepat, apa kamu ingin selamanya diancam dan di hina? Apa kamu tidak ingin hidup bebas tanpa tekanan?" Kayra menjajah dirinya sendiri. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu ke luar dari kamar menuju dapur. "Bi, apa melihat Tuan?" tanya Kayra dengan senyum ramah. "Tuan sepertinya di ruang fitness, Non," jawab jujur Mina."Ok, terima kasih Bi." Kayra bergegas menuju ruang fitness.Dari kejauhan ia sudah melihat Bram sedang melakukan pec deck machine. Kedatangannya ke sana sama sekali tidak mengganggu Bram, pria tampan itu tetap fokus pada aktivitasnya.Justru Kayra yang salah tingkah. Bagaimana tidak? Saat ini Bram hanya mengenakan tank top, sehingga menunjukkan ototnya yang begitu sixpack.Tanpa sadar, Kayra menelan saliva dengan kasar. Bahkan tatapannya tidak lepas dari Bram."Ya Tuhan, Tuan Bram benar-benar sempurna. Dia bukan hanya kaya, tapi tampan dan gagah
"Aw....ah...." Desah itu memenuhi seluruh ruangan. Kayra mendorong Bram lalu menindihnya. Dengan tatapan penuh gairah ia membuka gaunnya, dan melemparkannya ke lantai dengan sembarang. Kini tubuh mulusnya terpampang di hadapan Bram, yang membuat pria tampan itu benar-benar bergairah. Keduanya bercumbu, melepaskan hasrat yang memuncak hingga ke ubun-ubun. Leher yang tadinya putih mulus, kini dihiasi dengan tanda merah."Uek...." Kayra tiba-tiba mual dan pusing. Ia turun dari atas tubuh Bram, lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bram tersenyum seribu arti, ditatapnya seluruh tubuh Kayra dengan tatapan penuh gairah. Ia bangkit dari tempat tidur, berdiri tepat di ujung kaki Kayra, sambil membuka satu persatu kancing bajunya. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Bram polos tanpa sehelai benang. Bram mengambil posisi aman, menaruh kedua paha Kayra di atas pahanya. "Aku mencintaimu," ucap Kayra sambil menatap kedua mata indah Bram, dengan nada khas mabuk.Bram tersenyum getir,
"Hay Om Harry," sapa Sarah dengan ceria. "Hay sayang." Pria yang dipanggil Harry itu, memeluk Sarah dan mengecup keningnya. Sungguh pemandangan yang begitu mengejutkan bagi Kayra. "Om, Perkenalkan, ini teman yang aku ceritakan kemaren," ucap Sarah setelah melepaskan pelukannya.Harry mengerutkan kening, "Bro, dia kan...."Harry bukannya berkenalan dengan Kayra, tapi justru bertanya kepada Bram. Namun sebelum ia selesai bicara, Bram sudah menarik tangan Kayra, membawa wanita cantik itu masuk ke kamar mandi. "Lepaskan tanganku Tuan," keluh Kayra, karena Bram mencengkram lengannya dengan kasar."Kamu benar-benar hebat, bisa melayani beberapa pria. Padahal kamu terikat kontrak dengan seseorang, tapi kamu tetap juga bermain dengan orang lain. Dasar wanita murahan." Bram berpikir demikian. "Bu...bukan begitu Tuan, aku hanya menemani Sarah," jelas Kayra, namun sayang! Bram tak sedikitpun percaya. "Segera akhiri kontrakmu dengan Asha, dan pergilah dari kediaman Nathan." Setelah mengatak
Bram bergidik, hembusan napas Kayra membuat bulu kuduknya merinding. "Jangan coba-coba untuk menggodaku," tegas Bram dengan tatapan lurus. "Aku tidak menggodamu Tuan Bram, aku hanya menginginkan sentuhan darimu." Entah apa yang terjadi pada Kayra, sehingga ia bisa bicara seperti itu.Bram menarik napas, ia refleks bangkit dari kursinya. "Pergilah sebelum aku bersikap kasar," peringatan Bram dengan wajah marah.Kayra bukannya pergi, wanita cantik itu justru memainkan kerah baju Bram dengan kedua tangannya. Sikap kasar dan hinaan dari Bram, membuatnya bersemangat untuk menjadi wanita penggoda. "Jangan membuatku semakin kesal," sentak Bram. Ia mencengkram kedua tangan Kayra, lalu melepaskannya dengan kasar. Ingin rasanya Kayra marah dan berteriak, tetapi ia berusaha menenangkan amarahnya. Apapun yang terucap dari mulut Bram, dan apapun yang ia lakukan! Kayra harus sabar dan menerimanya. Ia harus tetap menggodanya, sampai pria tampan itu menyentuhnya dan menanam benih dalam rahimny
“Tuan, apa sudah mau pulang~?” Tiba-tiba salah satu dari dua wanita yang menemani Bram bertanya dengan nada manja sembari mengelus dada Bram. “Di sini dulu saja.”“Lepas,” ucap Bram dingin. “Istriku di sini.”Kayra berkedip. Namun, ia tidak berkata macam-macam karena Bram sudah berdiri–meski sempoyongan–dan merangkulnya.“E-eh–” Kayra menangkap tubuh besar Bram dengan miliknya yang kecil. Namun, jelas saja tenaganya tidak seberapa.Beruntung, Pak Hendro segera membantu.Kayra buru-buru membawa Bram keluar dari sana karena tatapan kedua wanita di dalam ruangan VIP tersebut makin menajam ke arahnya, seakan Kayra sudah mengusik kesenangan mereka.Tapi Kaya tidak banyak pikir, karena–“Loh, Kayra?”Kayra menoleh dan mendapati teman lamanya, Sarah, di sana.“Kamu?” Kayra tampak terkejut. Masalahnya, penampilan temannya itu tampak sangat berbeda dengan saat mereka masih di desa dulu. Wanita di hadapan Kayra tampak glamor dan seksi, terlihat dari bagaimana gaun ketat itu membalut pinggang da