Share

Biarkan saja

Penulis: Nhaya_97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-24 18:46:18

Jani mengusap wajahnya kemudian menangis histeris. Ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya saat ini juga. Memotong urat nadinya dan pergi untuk selamanya dari dunia ini. Namun, semuanya tak mudah seperti membalikan tangan.

Ia tidak ingin mati konyol. Ada harapan yang belum tersampaikan. Masih berharap Rayhan kembali dan menolongnya.

Waktu sudah menunjuk angka dua siang. Jani pamit kepada sang mama jika ia hendak pergi menemui teman-temannya di sebuah café.

“Jani?” Maya memanggil menantunya yang sudah melangkah keluar. Namun, harus berhenti kembali setelah Maya memanggilnya.

“Iya, Ma?”

Maya menghela napasnya dengan panjang. “Apa yang telah Arga lakukan pada kamu? Mengapa wajahmu pucat sekali, Nak? Dia, telah melakukan itu lagi padamu?”

Jani tersenyum lirih. “Bukankah dia sudah menjadi suamiku, Ma? Dia memang munafik. Pria paling munafik yang pernah aku kenal. Bilangnya tidak mau menikah denganku, tapi malah menikmati tubuhku.”

Maya menghela napasnya. “Maaf, Jani. Sudah membawa kamu ke dalam masalah—”

“Ma. Jika Mas Rayhan masih hidup dan dia kembali lagi padaku, jangan halangi aku untuk berpisah dengannya meski aku sedang hamil sekali pun. Karena aku yakin, Mas Rayhan akan menerima itu semua. Hanya dia, laki-laki baik yang aku kenal. Aku pamit, Ma. Teman-temanku sudah menunggu.”

Satu minggu kemudian.

Dreet! Dreeett!

Ponselnya bergetar. Jani kemudian menoleh ke arah ponselnya dan melihat siapa yang tengah menghubunginya.

“Ngapain ini orang telepon-telepon,” gumamnya dan terpaksa ia menerima panggilan dari suaminya itu.

“Makalahku tertinggal di meja kerja. Tolong bawakan ke kantor sekarang. Dua jam lagi aku meeting.”

Jani menghela napasnya dengan panjang. “Tunggu sebentar. Aku siap-siap dulu.”

“Memangnya kamu belum bangun?” tanya Arga sedikit kesal.

“Bagaimana aku bisa bangun sementara tubuhku rontok karena ulahmu!” sengalnya kemudian menutup panggilan tersebut.

Jani lalu mengusap wajahnya dengan pelan seraya menghela napas panjang. “Bagaimana mungkin aku tidak hamil, sementara dia menyentuhnya setiap hari,” gumamnya lalu beranjak dari tempat tidur.

Pernah sekali Jani meminum obat kontrasepsi yang ia beli setelah pulang dari café. Namun, Arga yang dulu memintanya meminum obat penggugur kandungan jika ia hamil, kini malah sebaliknya. Ia meminum obat pil KB malah dibuang dan dibakar. Serta melarangnya meminum obat itu.

“Aku masih belum paham dengan sikap kamu, Arga. Sebenarnya kamu ini kenapa? Ditanya apakah kamu mencintaiku, malah tertawa.” Jani geleng-geleng kepala sembari mengenakan bajunya.

“Mau ke mana, Nak?” tanya Maya yang tengah siap-siap mengunjungi butik miliknya.

“Makalah Mas Arga ketinggalan. Aku diminta untuk membawakan ke sana.”

“Oh, ya sudah. Mama juga mau ke butik. Kamu hati-hati, yaa.” Maya mengusap lengan menantunya itu kemudian mengulas senyumnya.

Setibanya di kantor. Jani melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang pimpinan sang suami yang berada di lantai tiga puluh.

“Hi, Mbak Jani. Apa kabar? Sudah lama sekali tidak pernah bertemu,” sapa salah satu staff di sana yang bertemu di lift.

“Hi. Baik. Mbak apa kabar? Iya. Saya lebih sibuk urus butik Mama daripada pergi ke sini. Ini juga diminta Mas Arga saja, untuk membawakan makalahnya yang ketinggalan.”

“Baik juga, Mbak. Oh, gitu. Tadi saya lihat ada Mbak Marisa datang ke sini. Kayak bawa makanan gitu. Udah seminggu ini dia sering banget ke sini. Kalau udah ke sini terus, biasanya Pak Arga jarang menemui dia.”

Jani mengerutkan keningnya. “Tumben. Bukannya mereka tidak bisa untuk tidak bertemu meski satu hari pun?”

“Itu makanya, Mbak. Makanya Mbak Marisa datang ke sini untuk menemui pacarnya.” Tyas mendekatkan wajahnya di depan telinga Jani. “Kayaknya habis itu, Mbak. Soalnya kata sekretarisnya Pak Arga, pintunya sering dikunci.”

Jani mengatup bibirnya kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Bukannya memang sudah kebiasaan mereka melakukan itu?”

Tyas mengendikan bahunya. “Kurang tahu sih, hehe. Ya sudah, aku duluan ya, Mbak. Sudah sampai.” Tyas melambaikan tangannya kepada Jani setelah tiba di ruangannya.

Jani menaikan kedua alisnya memikirkan ucapan Tyas tadi. “Kalau begitu, sekarang pun sedang bercinta?” ucapnya lalu menghela napas kasar.

“Sebaiknya aku hubungi dia dulu. Jangan sampai aku melihat mereka sedang begitu.” Jani mengambil ponselnya lalu menghubungi Arga. “Jika memang mereka masih melakukan itu, kenapa harus minta juga padaku? Harusnya biarkan saja. Aku tidak sudi kamu sentuh, Arga!” ucapnya lalu menghela napasnya.

“Kamu sudah di kantor?” tanyanya setelah menerima panggilan itu.

“Aku sudah di depan ruanganmu. Sekretarismu tidak ada di sini.”

“Langsung masuk saja. Yuli sedang di ruanganku.”

Jani menaikan alisnya. Ia lalu menutup panggilan tersebut dan masuk ke dalam ruangan suaminya itu.

“Selamat pagi, Bu,” sapa Yuli yang tengah menyiapkan beberapa dokumen di sana.

“Pagi,” sapanya kemudian mengulas senyumnya. Ia lalu memberikan makalah tersebut kepada Arga. “Sudah kan, hanya itu saja?” tanyanya sembari menatap datar wajah Arga.

Lelaki itu mengangguk. “Ya. Hanya ini saja. Terima kasih. Habis ini langsung pulang, jangan ke mana-mana!”

Jani mengerutkan keningnya. ‘Baru kali ini dia mengucapkan terima kasih padaku. Atau karena ada di Yuli, di depannya? Bisa jadi karena itu.’

“Iya. Lagi pula aku memang tidak pernah pergi ke mana pun selain bertemu dengan teman-temanku. Dan mereka semua sudah memiliki keluarga masing-masing.”

Arga mengangguk. Ia kemudian memberikan makalah tersebut kepada Yuli. “Jangan lupa nanti makalah ini dibawa. Project ini haru goal untuk menutupi kerugian project kemarin.”

“Kenapa rugi? Keteledoran kamu lagi?”

Arga menoleh kepada Jani seraya menatap datar wajah istrinya itu. “Bukan. Karena ulah kakak kamu yang sekarang kabur entah ke mana.”

Jani menundukan kepalanya. Ia tahu, kakaknya memang selalu memanfaatkan kekayaan yang dimiliki oleh mertuanya.

Matanya mengadah ke samping kamar pribadi milik suaminya itu. Marisa keluar dari sana sembari membenarkan rambutnya.

“Oh! Ada mantan calon adik ipar. Halo!” ucap Marisa sembari mengulas senyum sombongnya.

Jani tersenyum tipis. “Masih jam sepuluh, dan kamu sudah datang ke kantor calon suami kamu. Kamu tahu kan, alasan kenapa Mama tidak menyukai kamu? Karena terlalu murah!”

Marisa lantas menghampiri perempuan itu dan menatapnya sengit. “Apa lo bilang? Murah?! Ada juga elo yang murah. Suami udah mati aja masih tinggal di rumah mertua. Suami elo nggak bakal kembali. Udah mati!” pekiknya lebih emosi.

Jani meresponnya dengan senyum tipis di bibirnya. “Sudah ya, Mas. Aku pamit!” ucapnya lalu pergi dari ruangan itu.

“Yul. Jangan lama-lama di sini. Ada yang gatel minta digaruk,” ucapnya kemudian menutup pintu itu dengan sangat kencang.

Sehingga membuat ketiga orang di sana terperanjat kaget.

“Arrggh! Makin ke sini dia makin berani! Mentang-mentang disayang mama dan papa kamu. Seenaknya ngomong kayak gitu ke aku.” Marisa kemudian menatap Arga yang sedari tadi hanya diam.

“Mas. Kamu nggak ada niatan buat usir dia gak sih? Kenapa kamu juga nurut banget sama mama dan papa kamu. Dia itu udah orang asing di rumah kalian!” ucapnya marah.

“Sudahlah, biarkan saja. Kalian memang tidak pernah akur. Kamu juga yang salah. Ngapain datang setiap hari ke sini? Aku ini lagi kerja, Marisa! Banyak kerjaan yang harus aku selesaikan.”

Marisa membolakan matanya menatap marah wajah kekasihnya itu. “Kok kamu malah belain dia sih? Aku ini pacar kamu lho, Mas!” pekiknya kesal.

Arga menghela napasnya dengan panjang. ‘Kamu tidak tahu saja, derajat dia jauh lebih tinggi dari kamu. Jani sudah menjadi istriku. Apa aku harus memberi tahu dia, jika aku dan Jani sudah menikah?’ ucapnya dalam hati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Tamat!

    Usia kandungan Jani sudah memasuki usia sembilan bulan. Sudah sangat buncit dan kini tengah memeriksa kandungannya dan melihat kondisinya di monitor USG.“Posisi bayinya sudah sangat baik. Perkiraan melahirkannya sekitar dua sampai empat hari lagi,” ucap dr. Mira memberi tahu.Jani menerbitkan senyumnya. “Syukurlah kalau posisinya sudah baik. Saya lega mendengarnya, Dok. Dua sampai empat hari lagi ya, Dok?”“Betul, Ibu. Dua sampai empat hari lagi Anda akan melahirkan.”Jani menghela napasnya kemudian menoleh pada Rayhan yang tengah mengusapi punggung tangannya itu sembari menatap layar monitor USG yang tengah menampilkan wajah calon anaknya itu.Sepulang dari rumah sakit, Jani dan Rayhan mampir ke restoran dulu untuk makan siang bersama.“Mas. Dua sampai empat hari ke depan kamu nggak ke mana-mana, kan?” tanya Jani memastikan kalau Rayhan akan ada saat dia melahirkan nan

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Sudah Lima Minggu

    Malam harinya. Samuel teringat akan wajah perempuan lugu yang tengah mencari pekerjaan tadi pagi di rumah sakit.Kini, ia tak perlu memikirkan kondisi Rayhan kembali karena lelaki itu sudah sembuh dari obat yang sudah dia berikan pada Rayhan dulu.“Kenapa itu cewek nggak bisa hilang dari pikiran gue, sih? Kasihan banget ya, mimik mukanya. Kayak tertekan gitu.”Samuel menghela napasnya dengan panjang. “Semoga aja dia bisa menguasai kerjaannya di kantor nanti. Paling, gue yang harus sabar kalau nanti banyak yang salah.”Samuel kemudian menutup matanya sebab jam sudah menunjuk angka satu pagi. Ia harus ke kantor untuk interview Vira yang sudah ia tunjuk sebagai calon pengganti Tata.Pukul 07.00 WIB.Jani merasa perutnya seperti ini memuntahkan sesuatu. Baru saja ia bangun dari tidurnya, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa pahit. Ia pun segera masuk ke dalam kamar mandi dan memuntahkan cairan kuni

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Hasil Pemeriksaan

    Keesokan harinya, Jani dan sang suami pergi ke rumah sakit bersama-sama. Pun dengan Samuel yang dari jam sembilan sudah ada di rumah hendak ikut dengan adik dan iparnya itu.Bahkan Samuel juga yang menggendong Elvan saat tiba di rumah sakit. Dan kini tengah menunggu Jani dan Rayhan yang sudah masuk ke dalam ruangan dokter.“Elvan mau makan apa? Biar Om belikan,” tanya Samuel kepada keponakannya itu.Elvan menggelengkan kepalanya. “Udah makan, Om. Nggak lapel.”“Ooh!” Samuel menyunggingkan senyumnya menatap keponakannya itu. “Elvan, sayang nggak, sama Om?”Elvan mengangguk. “Sayang, Om.”“Bagus. Anak pintar. Kalau sama Mama dan Papa?”“Sayang banget.”Samuel lantas tertawa mendengarnya. “Lucu banget sih, kamu ini. Nggak pantes rasanya kalau bapak kamu itu si Arga. Nggak ada pantes-pantesnya sumpah, dah!”

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Menunggu Hasil

    Satu minggu berlalu. Keluarga kecil yang tengah liburan itu sekarang sudah kembali ke Jakarta.Pun dengan Samuel. Lelaki itu juga ikut cuti selama satu minggu itu. Sebab terlalu penat dirinya dengan pekerjaan yang setiap hari tak pernah ada habisnya.Di sebuah taman di halaman depan rumah. Jani dan Elvan tengah bermain bersama dengan anak dari dua sahabatnya yang sedang berkunjung ke sana."Jani. Gue mau nanya tentang Rayhan ke elo."Jani menolehkan kepalanya kepada Ellena. "Kenapa El?" tanyanya kemudian.Ellena menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Jani dengan lekat. "Elo pernah bilang kalau Rayhan akan sembuh dari cacat kesuburannya karena ulah kakak elo waktu itu."Jadi menganggukkan kepalanya. "Iya. So?" tanyanya kembali."Yaa ... sekarang kan, udah lima tahun. Kalian udah periksa lagi ke dokternya?""Oh, itu. Iyaa. Gue dan Mas Rayhan rencana besok mau ke rumah sakit untuk periksa lagi. Semoga

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Happy Birthday to You!

    Pukul 20.00 WIB.Kejutan yang akan diberikan oleh Rayhan kepada Jani sebentar lagi akan dimulai. Lelaki itu tengah menunggu Janu yang masih menidurkan anaknya."Woy!"Rayhan menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Samuel ada di sana."Kok kamu ada di sini?" tanya Rayhan bingung.Samuel menyunggingkan senyumnya. "Gue nanya sekretaris elo, katanya elo cuti selama seminggu karena mau liburan ke Bali. Ya udah, gue susul aja ke sini. Emangnya Jani nggak bilang, kalau gue tadi telepon dia?"Rayhan menggeleng dengan pelan. Ia kemudian menerbitkan senyumnya dengan lebar. Punya ide untuk menjaga Elvan selama dia dan Jani dinner."Kebetulan kamu datang ke sini, aku mau minta tolong sama kamu buat jagain Elvan di sini. Nanti jam sembilan aku dan Jani mau dinner."Samuel lantas menyunggingkan bibirnya. "Beber aja dugaan gue. Pasti, bakalan disuruh jagain Elvan." Ia pun mendengus kasar.Rayh

  • Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam   Samuel Protes

    Sudah tiba di Bali ….Suasana yang indah, yang akhirnya bisa Jani rasakan lagi setelah sekian lama tak pernah mengunjungi tempat itu. Betapa bahagianya ia akhirnya bisa liburan bersama keluarga kecilnya.“Bagus banget pemandangannya. Udah lama banget nggak pernah ke sini. Banyak perubahan juga,” ucap Jani sembari memandang pantai yang indah dan bersih di depan matanya.Tangan Rayhan kemudian melingkar di pinggang Jani, menghampiri perempuan itu setelah menidurkan Elvan di kamar sebab anak itu masih tidur dengan lelapnya.“Makasih ya, Mas. Udah bawa aku dan Elvan ke sini. Seneng banget akhirnya bisa liburan lagi,” ucap Jani berterima kasih kepada suaminya itu.Cup!Rayhan mencium pipi Jani. “Sama-sama. Aku juga sama, seneng akhirnya bisa bawa kamu dan Elvan liburan ke tempat yang cukup jauh. Biasanya keliling mall atau taman saja. Maafin, karena terlalu sibuk dan lupa liburan.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status