Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam

Naik Ranjang Kakak Ipar Kejam

last updateLast Updated : 2024-07-03
By:  Nhaya_97Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
113Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Anjani yakin suami yang ia cintai masih hidup meski tak tahu di mana. Sayangnya, satu malam mengubah kehidupan Jani seketika. Wanita itu terpaksa menikahi Arga, sang kakak ipar! Lantas, apa yang harus Jani lakukan? Haruskah dia kabur atau ... bertahan sembari mengungkap kebenaran yang tersembunyi tentang kecelakaan sang suami?

View More

Chapter 1

Desakan Menyesakkan

Dalam kegelapan kamar yang hening, terdengarlah seruan putus asa dari seorang wanita yang terperangkap dalam belitan ketakutan.

"Lepaskan aku, Mas! Pergi!" pekik Jani seraya berusaha keras melepaskan diri dari cengkeraman tangan pria yang dikenalnya sebagai Argapura Mahendra, kakak iparnya.

Tetapi suara berat dari pria itu merespons, "Eum! Aromamu selalu membuatku candu, Sayang." Nafasnya mengendus aroma tubuh Anjani Kharisma, istri dari mendiang adiknya yang jasadnya masih belum ditemukan hingga kini.

"Aku menginginkanmu malam ini, Sayang. Layani aku dan jangan membantah!" ucap Arga dengan nada yang mendesak, sambil menyerbu bibir Jani dengan ganas.

Jeritan putus asa terdengar dari mulut Jani yang terkekang, sementara tangannya berusaha memukul-mukul dada bidang Arga dalam usaha putus asa untuk melepaskan diri. "Aku mohon, lepaskan aku! Aku bukan pacarmu!" teriaknya dengan suara gemetar, berusaha menahan serangan lanjutan dari pria itu.

Namun Arga hanya menjawab dengan dingin, "Diamlah, Sayang. Kamu tidak pernah menolakku seperti ini. Aku sudah ingin menikmatimu," ucapnya dengan suara berat, matanya masih samar-samar menyadari siapa yang sebenarnya ia serang.

Perlawanan Jani mulai luntur seiring dengan kekuatan fisiknya yang mulai menurun. Lelaki itu berhasil membenamkan dirinya di dalam tubuhnya tanpa ampun, menyebabkan tangis histeris terlepas dari bibirnya.

Namun, tangisnya bukanlah karena kehilangan keperawanannya, melainkan karena kesakitan dan perasaan terhimpit dalam situasi yang tak terduga ini.

Tubuhnya terus didesak dengan ganas, menyerupai serangan yang lebih mirip penyiksaan daripada hubungan yang penuh kasih sayang.

Jani merintih kesakitan, mengalami perih yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Air mata tak henti mengalir di pipinya, mencerminkan rasa sakit dan ketakutan yang terus menghantui di tengah ketidakpastian hidupnya.

Tiga puluh menit berlalu sejak kejadian mengerikan itu. Tubuh Jani terbaring remuk di atas ranjang, merasakan rasa sakit yang melilit setiap serat ototnya. Dia memekik hebat, suara tangisnya menggelegar di ruangan yang sunyi.

Setelah lelaki itu mencapai puncak kenikmatannya dengan kekejaman yang tak terbayangkan, Jani terdorong ke ambang batas kehancuran fisik dan mental. Dia merasakan tubuhnya hancur, seperti tertimpa beban berat yang tak terlalu bisa dia tanggung. Terisak lirih, dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai.

“Biadab kamu, Mas! Kenapa hal ini harus terjadi?” bisiknya dengan suara yang gemetar, sementara dia meraih pakaiannya dengan gemetar. Setelah menatap lama ke arah lelaki yang tidur pulas di sampingnya, rasa marah dan keputusasaan melanda hatinya.

Hari semakin larut, tetapi kesedihan Jani semakin dalam. Dia terduduk lemah di lantai, memeluk kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu. Setiap serpihan kehormatan dan martabatnya terasa hancur, ditinggalkan oleh perasaan terluka yang begitu dalam.

“Lelaki brengsek!” umpatnya dengan amarah yang membara, berusaha menarik paksa tubuh lelaki itu keluar dari kamarnya. Namun, sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, Arga tiba-tiba bangun dari tidurnya dengan kebingungan yang terpancar dari matanya yang sayu.

“Apa yang terjadi? Kenapa aku ada di kamarmu?” tanya Arga, mencengkram erat bahu Jani dengan tatapan yang penuh kebingungan.

Jani menatap lelaki itu dengan ekspresi datar, lalu menghela napas panjang. “Kamu pikir sendiri, kenapa kamu ada di sini, Mas. Kamu ini terlalu banyak minum. Sampai tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan padaku! Kamu telah memperkosaku, Mas!” pekiknya dengan suara yang penuh dengan rasa sakit dan kemarahan.

Arga mengusap wajahnya dengan gemetar, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. “Apa? Memperkosa kamu? Mana mungkin, aku melakukan itu, Jani. Kamu jangan menuduhku seperti itu. Yang selama ini kesepian itu justru kamu. Karena ditinggal mati oleh suami tercinta kamu!” desisnya, mencoba membalikkan tuduhan.

Jani merasa hinaan yang dilontarkan oleh Arga kepadanya seperti semburat angin yang melewati telinga. Dia tersenyum campah, mengisyaratkan kehinaan tersebut tak lebih dari debu di atas bahu. "Terserah kamu saja. Yang jelas, kamu sudah menodaiku," jawabnya dengan suara dingin, namun penuh dengan keberanian.

Arga menggelengkan kepalanya, menyangkal tuduhan yang dilemparkan oleh Jani. Dia masih berdiri teguh pada pendiriannya, seolah-olah tak terpengaruh oleh kebenaran yang tersirat dalam kata-kata perempuan itu.

Namun, dalam waktu singkat, kehadiran Maya, ibu Arga, merubah dinamika percakapan mereka. Maya berdiri di depan Jani dengan wajah serius, menelan ludahnya dengan pelan sebelum mulai berbicara. "Mama sudah melihat semuanya. Kalian telah melakukan hubungan itu dan sepertinya kalian harus menikah. Jangan sampai benih yang Arga tinggalkan di rahim kamu itu tumbuh," ucapnya dengan nada tegas dan tanpa kompromi.

Arga memalingkan wajahnya dengan cepat ke arah ibunya, matanya terpana oleh apa yang baru saja didengarnya. "Ta—tapi, Ma…," dia terbata-bata mencoba membantah, tetapi Maya tak memberinya kesempatan untuk berbicara lebih jauh.

“Jangan membantah! Kamu yang telah masuk ke dalam kamar Jani, menidurinya. Kamu pikir yang kamu lakukan itu tidak berbahaya? Bagaimana jika nanti Jani hamil? Kamu harus menikahinya!” tegur Maya dengan tegas, memotong kata-kata Arga dengan sikap yang keras dan tegas.

Jani hanya bisa menatap kedua orang itu dengan perasaan campur aduk. Dia merasa terpukul oleh semua yang terjadi, tetapi juga merasakan kelegaan karena kebenaran akhirnya terungkap.

Tetapi, di tengah kekacauan emosional itu, dia mempertahankan kekuatan di dalam dirinya, siap menghadapi konsekuensi apa pun dari keputusan yang akan diambil.

Jani menggelengkan kepala dengan tegas, tatapannya mantap saat ia berbicara pada Maya. “Ma, aku tidak mau menikah dengannya. Aku yakin, Mas Ray—”

“Berhenti mengharapkan orang yang telah pergi untuk selamanya, Jani. Orang tuamu telah menitipkan kamu kepada kami. Dan Arga telah memperkosamu,” potong Maya dengan suara tegas, tanpa memberikan celah untuk pembelaan.

“Ma! Kami tidak sengaja melakukannya. Lagi pula, Jani belum tentu hamil. Mama tahu kan, kalau aku sudah punya pacar. Kami akan menikah!” seru Arga, menolak keras atas perintah yang diberikan oleh ibunya.

“Tidak, Arga. Kamu harus mempertanggungjawabkan semua yang telah kamu lakukan kepada Jani. Meski tidak sengaja, kamu telah melakukan hal itu!” tegas Maya, memastikan bahwa putranya menyadari kesalahan yang telah ia lakukan.

Jani dan Arga menggelengkan kepala dengan frustrasi. Keduanya sama-sama tidak ingin menikah, tetapi situasi telah memaksa mereka untuk berada dalam kondisi ini. Hanya saja, Maya tidak ingin Jani mengalami konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti hamil di luar nikah.

“Kalian akan bercerai lagi jika kamu tidak hamil, Jani,” lanjut Maya, menoleh pada Arga dengan tatapan yang penuh makna. “Dan kamu, Arga. Mama tidak ingin membuat aibmu jelek jika Jani hamil olehmu. Akhiri hubunganmu dengan kekasihmu itu.”

Maya menatap tajam wajah anaknya, mengutus pesan diam yang tak terucap. ‘Tidak perlu lagi mencari cara untuk memisahkan kamu dengan Marisa. Meski Jani tak menginginkan pernikahan ini, setidaknya Arga batal menikahi wanita itu,’ ucapnya dalam hati, memutuskan untuk bertindak demi kebaikan mereka.

Satu minggu kemudian, keduanya akhirnya ‘terpaksa’ menikah. Mengikat janji suci tanpa diketahui oleh banyak orang, hanya dihadiri oleh keluarga dekat dan beberapa teman terdekat Arga dan Jani.

“Aku tidak ingin tidur satu kamar denganmu,” ucap Jani dengan suara dingin setelah melaksanakan pernikahan, kini mereka telah tiba di rumah mereka. Rasa ketidaknyamanan dan kebingungan masih terasa kental di udara.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
113 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status