Aku tidak mengerti apa yang kurasakan saat menyaksikan suamiku menangis seperti itu dan curhat pada wanita lain tentang kondisi rumah tangga dan bagaimana ruwet pikirannya. Hanya tertegun diri ini dibalik dinding penyekat antara ruang keluarga dan ruang tamu, terpekur menyaksikan dirinya merintih dan menangis.Pertanyaan yang kini timbul dalam benakku adalah, sungguhkah Mas Kevin selama ini merasa kesepian dan kurang kasih sayang? Apakah kesibukanku mengurus dua orang anak telah mengikis waktu dan perhatianku untuk dirinya? Apakah ini murni tentang kesalahanku ataukah dia hanya menjadikan hal itu sebagai pembenaran saja untuk sebuah persahabatan baru dengan wanita lain. Aku yang salah, atau dia yang menjadikan diri ini penjahatnya?Panggilan teleponnya sudah berakhir, lelaki itu menghapus air matanya dan kembali berbaring lagi untuk menenangkan diri. Aku berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan sejuta perasaan di hatiku sementara dia langsung tertegun."Sejak kapan kau ada di sana?
Setelah percakapan menyakitkan itu... aku sudah tidak sanggup untuk memejamkan mata menghabiskan sisa jam 03.00 malam sampai subuh dengan duduk termenung di kamar sambil mengingat kembali seberapa banyak dosa-dosa yang kulakukan sehingga membuat dia tiba-tiba jauh dariku dan batinnya merasa kesepian.Air mata tak henti-hentinya menetes dari pelupuk mata tak bisa menahan kesedihan yang kini berkecamuk di hatiku karena aku sendiri tidak tahu apa yang telah kulakukan sehingga membuatnya kecewa. Aku diam 24 jam di dalam rumah dan melakukan tugas-tugasku sebagai seorang istri yang baik. Jaranglah aku bertengkar atau mendebatnya, apalagi bersikap kasar. Begitupun dengan permintaan uang belanja dan kebutuhan pribadiku, jika dia memberiku uang lebih, maka aku selalu minta izin jika ingin pakaian atau kosmetik baru.Kami harus tidak pernah bertengkar atau mempermasalahkan hal-hal yang sepele. Satu-satunya masalah utamanya aku dan dia terlalu sibuk Jadi kami mulai melupakan kemesraan dan momen-
Suara tangisan wanita cantik dari seberang sana membuat Mas Kevin terdiam, tercenung dirinya seakan tak menemukan kata-kata untuk membalas protes wanita tadi."Akankah kau campakkan diriku begitu saja? Setelah begitu banyak hari-hari yang telah kita lewati?""... Jika kau amat memperdulikan perasaan istrimu, apakah aku adalah binatang yang tidak punya hati, sehingga kau tidak perlu menjaga perasaanku? Bukankah kau berjanji bahwa kita akan saling menjaga apa yang kita jalani sebelumnya?"Mendengar perkataannya, aku jadi tergelitik untuk bertanya hubungan jenis apa yang sudah mereka jalin sampai wanita itu tidak menerima kata perpisahan."Emangnya apa yang kau janjikan dan kau jalani dengan wanita itu sampai dia tidak terima!" tanyaku pada suamiku.Aku tetap duduk di hadapannya dan menatapnya dengan tajam. Mas Kevin tidak memberi jawaban selain halaan nafas dan wajah tegang sembari menelan ludah."Mas, kenapa kau diam saja? Apakah keputusan ini adalah keputusan bulat yang tak akan k
"Mil, Mila tunggu?!" Gadis itu menoleh sesaat tapi dia kemudian mengabaikannya dan pergi begitu saja.Kupikir Mas Kevin akan menyerah dan melanjutkan tujuannya tapi ternyata dia mengejarnya dan meraih tangan wanita itu, aku yang berdiri tak jauh dari mereka terkesiap dengan kejadian itu seolah-olah sedang menyaksikan adegan sinetron penuh drama."Mil!""Lepaskan aku, Mas! Aku sudah mendengar keputusanmu tadi malam dan aku tidak begitu bodoh untuk segera menyadari apa yang kau inginkan! Aku mengerti Maksudmu!""Mil, aku terpaksa Mil, keluarga dan keadaan tidak memberiku pilihan.""Sudah kubilang aku mengerti maksudmu!" ucap wanita itu sambil menyingkirkan tangan mas Kevin dari tangannya. "Sudah cukup petualangan di antara kita berdua sebaiknya aku dan kamu menyelesaikan sampai di sini.""Sebenarnya aku nggak mau kita begini!""Apa kau tidak sadar kita sedang berada di tengah keramaian dan rekan-rekan kita akan melihat ini? Tolong lepaskan aku dan bersikaplah dengan wajar!" Gadis itu
"Terima kasih jika kau mau sadar dan berubah.""Aku berjanji akan mengubah segalanya tentang diriku Fathia.""Iya, berubahlah untuk menjadi lelaki yang lebih baik," balasku sambil tersenyum. Dia memeluk diriku membiarkan aku tertidur di dadanya, sementara ia masih melanjutkan untuk menonton film tadi. *Esok pagi, Usai salat subuh, hatiku dipenuhi dengan bunga-bunga saat kudapati meja makan sudah disiapkan sarapan, ada setangkai mawar tergeletak cantik di sana, di atas piring makanku, dan rumah sudah dibersihkan.Tumben sekali mas Kevin mau melakukan itu untukku, padahal dia tidak menyukai tugas domestik dan malah menyuruhku untuk mengambil seorang asisten jika aku merasa kerepotan. "Apa kau melakukan semua ini untukku?" Aku menyapanya saat lelaki itu sedang sibuk mengaduk kopi di meja dapur. "Ya, aku menyapu dan mengepel lantai, lalu menyiapkan sarapan dan mencuci pakaian.""Apa kau lakukan itu untuk mengambil hati dan membuatku merasa bahagia?"Ia tak menjawab dengan ucapan, t
"Kasihan sekali kamu ya ... hanya bisa mencela dan menghujat orang tanpa melihat apa latar belakang dari peristiwa yang terjadi. Kau boleh menyebutku bodoh tapi ada yang lebih bodoh dari diriku...""Benarkah?""Mas Kevin mengejar dan terus minta maaf, ia meyakinkanku bahwa dia bisa meyakinkanmu untuk menerima hubungan kami. Sudah ya, kau hanya anjing baginya."Jangan lancang!""Itu mas Kevin sudah datang. Jangan menelpon lagi, karena aku akan mematikan ponselnya."Klik!Dia langsung mematikan ponsel suamiku dan Meski aku berusaha untuk mengulang panggilan dengan segala kemarahan dan kepanikan di hatiku, tapi nomornya sudah sudah tak aktif lagi. Aku lemas terduduk di kursi dekat meja makan. Aku ingin menangis, tapi air mata itu tidak keluar hingga menyisakan rasa sesak di hatiku. Aku ingin menyusul suamiku tapi jarak antara rumah ke bandara sama seperti pergi keluar kota, jauh sekali. Ah, hatiku sakit. Ya Allah, keterlaluan! Dengan segera aku menelpon ayah mertua. Begitu dia menga
Remuk redam hatiku mendengar teriakannya. Mungkin ini salahku, yang menunggunya pulang dengan langsung membuat drama ingin minggat ke rumah orang. Poin dari pembicaraan itu tidak sampai pada kesimpulannya jawabannya tidak kutemukan Apakah dia benar menjemput wanita itu atau tidak. Namun, aku tidak perlu pembuktian, dengan Mila yang menjawab ponsel Mas Kevin, dan berkata bahwa setiap hari mereka semua mobil dan berangkat bekerja bersama sepertinya aku tidak perlu harus bertanya lebih jauh lagi. "Selamat Mas, kau berhasil membohongiku mentah-mentah. Kau menipu, kau berpura-pura baik denganku, tapi ternyata kau mempermainkanku!" "Siapa yang bermain?""Kemarin di hadapan semua orang kau berjanji akan mempertahankan keluarga tapi paginya kau menjemput wanita itu dan semua mobil dengannya. Dan ya, tidak mungkin bila akan berbohong padaku dengan alasan dia ingin memisahkan kita! Lagi pula kau tidak sebodoh itu untuk mengenal jenis perempuan apa yang cocok denganmu."Dia terdiam mendengar
Hanya terduduk sedih di balik pintu kamar anak-anak dan sepanjang malam menangisi perkataan suamiku. Aku tidak tergerak sedikitpun untuk merebahkan diri di tempat tidur dan melenakan mataku dalam mimpi yang indah, hatiku sakit, perasaanku tak tenang. Pemikiran akan kehidupan kami ke depannya yang membuatku tidak bisa memejamkan diri. Kelihatan dari percakapan tadi bahwa suamiku tidak peduli andai aku pergi atau tidak ada lagi dalam hidupnya. Jika aku menyerah dia akan segera menikah dengan Mila. Namun jika aku bertahan sedikit saja, mungkin aku bisa mengamankan kehidupan rumah tangga dan anak-anak kami. Tapi, kekuatan dari manakah yang akan kugunakan untuk bertahan dalam keadaan seperti ini. Sinar matahari yang masuk dari celah ventilasi jatuh tepat di wajahku dan menyadarkan diri ini jika pagi sudah datang, perlahan aku menggerakkan badan untuk bangkit dari posisiku, rasanya sendi-sendi dan tulangku nyeri dan ngilu, kepalaku sakit, pun dengan mata ini pedih karena tak henti-henti