"Sejak kembali dari persidangan Kenapa kau diam saja mas?" Mila menyambangi diri ini yang sedang duduk di balkon, kubiarkan udara berhembus ke arahku sambil merenungi setiap perbuatanku pada istriku."aku minta maaf karena telah bersikap berlebihan, aku tahu sulit bagimu untuk segera melupakan istrimu, seharusnya aku memberimu waktu dan ruang agar bisa bicara dengan Fathia dan menyelesaikan hubungan kalian!"mudah saja wanita itu berceramah di hadapanku, mudah saja bersikap seakan dirinya tidak bersalah dan tidak terlibat antara konflik aku dan Fathia. padahal orang yang paling gencar menginginkan perceraian Kami adalah dia.hmm, sekali lagi aku hanya bisa menghela nafas.. "mas, Apa kau tidak mau memaafkanku?""aku memaafkanmu, biarkan aku sendiri, Aku sedang berpikir tentang banyak hal.""apalagi yang kau pikirkan? Apa kau ragu tentang hubunganmu denganku?""tidak mila, tolonglah, aku ingin sendiri dulu jadi biarkan aku!""tapi Kenapa kau ingin sendiri, Apa kau menyesal di keputusa
setelah pulang ke rumah ibuku, aku mulai berpikir untuk bicara dengan Fatia, aku mulai merasakan penyesalan di hatiku dan ingin kembali pada istriku tapi terlalu malu untuk mengungkapkannya. jadi, aku berniat untuk mengunjunginya. *rumah itu masih sama, penataan keadaan dan suasananya, masih kurindukan sebagai satu-satunya tempat pulang yang damai. ada suara anak-anak yang ceria, mereka bermain dan bercanda bersama ibunya sementara aku hanya berdiri di ambang teras dengan hati Masygul. suara tawa anak-anak bergema dan sesekali Ibu mereka menegur agar tidak terlalu berlebihan dalam canda, suara Fathia terdengar lembut dan bijaksana, bahkan setelah aku meninggalkannya dia tidak mengubah rumah yang kami beli dengan penuh perjuangan ini. semuanya masih sama dan kembali membangkitkan kenangan-kenangan tentang keluargaku.perlahan pintu terbuka, dan Fatia muncul dari sana, aku gugup dan rasanya ingin kabur dari tempat itu tapi dia sudah memergoki kehadiranku. "aku melihat pantulanmu dar
kembali dari rumah Fathia aku mulai memikirkan tentang putusan yang terjadi di pengadilan. boleh Jadi kami akan resmi berpisah atau mungkin juga gugatanku ditolak. dari hati terdalam aku mulai berharap bahwa Hakim mau membatalkan semua ini dan mengembalikanku bersama istriku. aku mulai merasa berat melanjutkan hubungan dengan Mila, aku merasa aku diambang kehancuranku bila terus nekat mau menikahi wanita itu. * "mas, kamu di mana?" mila meneleponku saat aku sedang menyetir. "sedang menuju rumah ibuku." "Apa kau tidak akan kembali ke apartemen?" "tidak dulu." "kenapa?" "karena kita belum menikah," jawabku asal saja. lalu wanita itu tertawa dari seberang sana. "baru sekarang kau malu berkumpul denganku dengan alasan bahwa kita belum menikah. lalu, Apa kabar hubungan yang telah kita lakukan sebelumnya bahkan lebih dari hubungan orang yang sudah menikah! kenapa kau lupa Mas?" "kemarin memang lupa tapi sekarang aku sudah ingat, dosa tidak bisa dibiarkan menumpuk lalu kita nya
"Sebenarnya apa yang terjadi tante?" "aku menemukannya terkapar di kamar mandi, kami membawanya ke rumah sakit dan untung saja masih bisa diselamatkan, aku mohon padamu agar kau menepati janjimu.""iya, Tante, tapi saya sedang butuh waktu dan menabung Karena sejujurnya saya sudah kehilangan pekerjaan." kejujuranku pada wanita itu akan membuatnya berpikir bahwa aku tidak bisa menjanjikan kemewahan dan gemerlapnya hidup kepada putrinya. dia harus mengetahui segalanya sebelum tahu dari orang lain. "apa katamu?" wanita itu bersurut dan terlihat ragu dariku. "iya, Tante, saya dipecat sejak lama sejak perselingkuhan saya dan Putri Tante ketahuan, saya dipecat sementara Mila hanya dipindahkan ke daerah lain. tapi, karena dia tidak mau jauh dariku maka itu membuat masalah dalam pekerjaannya.""dia rela kehilangan semuanya demi kamu Kevin, dia tidak sayang dengan pekerjaannya karena lebih memilih untuk bersamamu. bahkan dia berjanji pada ayahnya bahwa pernikahannya denganmu adalah perminta
empat hari setelah menikah itu adalah jadwal persidanganku. aku harus menghadiri putusan untuk menerima perceraianku dengan Fatiya. pertama masuk ruang sidang aku terkejut dengan penampilan istriku, Dia terlihat sangat cantik seperti wanita karir mengenakan celana pantalon panjang dan blazer hitam, jilbabnya sangat cantik cocok dengan dianya. brosnya juga berkilau tertimpa cahaya lampu di ruang sidang. "apa kabar Fat.""apa lagi yg bisa terjadi padaku. Aku berusaha bangkit dari kenyataan yang ada. Aku tidak mau terpuruk dan terus menangis gara-gara dirimu, jadi, aku harus menata hidupku," jawabnya tersenyum. melihatnya yang penuh energi positif, aku merasa kecil hati seakan aku sudah melihat sebuah kesuksesan dan kebahagiaan di depan mata untuknya, aku merasa sangat tersaingi olehnya. "rasanya ingin kubatalkan semua ini fat," ucapku lirih.wanita itu tertawa berderai menunjukkan deretan giginya yang rapi dan senyumnya selalu sayangnya aku baru menyadari kembali Kalau istriku tid
Dua Minggu berjalan penuh dengan rasa gelisah, padahal akulah yang telah meninggalkan Fatia tapi entah kenapa hati ini gelisah, rindu padanya, pada suasana rumah terlebih pada anak-anakku. Aku merindukan canda tawa dan sapaan mereka yang hangat. mengapakah Fathia sama sekali tidak menelponku, Apakah setelah kami bercerai Dia benar-benar memutuskan hubungan, tidak membutuhkan apalagi merindukanku? ah, mengingat betapa kejamnya aku padanya, kurasa dia memutuskan untuk membenciku. menutup pintu hatinya selama-lamanya. kucoba untuk meneleponnya tapi wanita itu tidak mengangkat yang sama sekali malah dirijek olehnya. jadi hari itu karena tak sanggup lagi menahan beban kerinduanku, Aku sengaja mampir ke rumahnya, sengaja aku pilih waktu di jam pulang sekolah anak-anak agar aku punya alasan yang tepat untuk berkunjung padahal sejujurnya aku ingin melihat Fathia. aku beli beberapa cemilan dan mainan untuk anak-anak. lalu aku meluncur ke rumah Fatia, rumah yang dulu kubangun bersamanya d
setelah percakapan dengan Fathia aku langsung meluncur pulang ke rumah mertuaku. di sana kami memilih tinggal untuk sementara karena apartemen Mila sudah dikontrakkan pada orang lain. uang itu kami gunakan untuk bertahan hidup selama aku belum menemukan pekerjaan yang pantas. malu rasanya bekerja sebagai cleaning service Setelah begitu tingginya jabatan dan terhormatnya aku. "kau dari mana?" ayah mertua ternyata duduk di ruang tamu dan menungguku pulang. "Aku dari tempat kerja?""Apa yang kau hasilkan dari pekerjaan seperti itu kenapa tidak jadi pengusaha saja?""aku emang belum menghasilkan apa-apa Om Tapi aku berusaha, tentang jadi pengusaha aku tidak masalah tapi kita butuh modal.""akan kucarikan pinjaman untukmu tapi mulailah pikirkan Apa usaha yang harus kau buat?""Aku tidak ingin modal pinjaman Om, itu akan sangat membebani kami.""melihatmu bekerja serabutan seperti ini pun aku terbebani olehmu. kau juga harus segera mengumpulkan biaya untuk menikahi Mila secara sah dan mel
terbangun diri ini dalam keadaan yang begitu lapar karena sejak semalam aku tidak makan apapun, istriku enggan melayani karena segan pada orang tuanya, dia malu ke dapur untuk menyendokkan secentong nasi untukku, sementara kelaparan itu melilit dan menyiksa, membuatku tak bisa tidur. "selamat pagi tante," sapaku pada wanita yang sedang sarapan di meja makan, dia bersama suaminya. "hmm," jawabnya dengan dingin. kebencian dan ketidaksenangan mereka terhadapku terlihat dengan jelas. bahkan saat Aku menyapa dengan ramah dan mencoba menyunggingkan senyum tulus mereka hanya saling melirik dan berdehem. Aku ingin minum kopi tapi aku terlalu malu untuk menuangkannya dari teko, ditambah mertua hanya diam saja sementara aku belum 2 minggu tinggal di tempat itu. rasanya canggung dan gugup sekali, duduk di meja makan dengan orang yang tidak menyukaiku, rasanya segan untuk sekedar minum air apalagi mau makan. "dengar Kevin, selama satu rumah dengan kami, kau pun harus menanggung uang