Sabtu sore aku dijemput bersama kedua anakku, oleh Mas Fadli kami akan dibawa untuk fitting pakaian persiapan lamaran. Kebetulan ini adalah akhir pekan di mana lelaki itu hanya punya waktu di hari Sabtu dan Minggu. Kesibukan bisnis dan mengatur perusahaannya membuat dia jarang sekali bisa berkendara jauh keluar kota untuk menemui atau sekedar. Ada desas desus selama rencana pernikahan, komentar-komentar dari tetangga dan orang-orang sekitar, ada yang turut bahagia bahwa kami akhirnya akan memiliki sosok imam keluarga, tapi ada juga yang nyinyir.Mereka menertawai calon suamiku yang hanya penjual ayam dan telur. Mungkin dipikirnya, Mas Fadli hanya pedagang kulakan di pasar yang memborong lalu menjual kembali. Mereka tidak tahu Mas Fadli adalah pemilik perusahaan poultry terbesar di Surabaya, penyalur ayam beku dan telur berkualitas, bahkan sampai ke luar negeri. "Dulu suaminya PNS sekarang hanya penjual ayam.""Pasti dekil, sebab suami yang pertama sangat tampan.""Iya, kurasa dia
Aku dan Mas Fadli terhenyak dari balik kaca yang menghalangi kami dan pemandangan di luar sana. Saat Mila menggelepar seperti cacing yang diletakkan di aspal panas wanita itu menjerit-jerit, berteriak tak karuan berguling dan minta disiramkan air.Sampai akhirnya ia pingsan orang-orang masih syok dengan kejadian tersebut, bahkan yang membawa ember, embernya terlepas jatuh dari tangan mereka. Beberapa pengunjung kedai yang kebetulan makan soto di sana gemetar dan ada yang menangis karena begitu cepat kejadiannya.Mas Kevin tidak kalah hebohnya, secepat kilat ia berusaha mengangkat istrinya tapi melihat wanita itu gosong Mas Kevin ketakutan. "Ayo ayo bawa ke rumah sakit," ujar seorang ibu yang mungkin adalah pemilik kedai."Iya, iya, panggil ambulance."Masih terpaku di posisi yang sama beberapa detik kemudian Mas Fadli menyadari bahwa ini adalah sesuatu genting yang tidak bisa diabaikan begitu saja, calon suamiku mau minta diri ini agar melepas kebaya lalu berusaha membantu orang ya
Di sepanjang perjalanan aku masih terus berpikir tentang kejadian di lokasi parkir tadi dan bagaimana tindakan Mas Fadli yang tenang selalu berhasil mengendalikan keadaan. "Mas, saya kagum dengan bagaimana kau mengendalikan situasi, Mas selalu bisa membuat orang tenang di saat keadaan panik dan orang-orang nyaris bertengkar."Lelaki yang mengemudi itu tertawa,"Kalau bisa tenang, kenapa harus panik dan memberingas?""Kejadian tadi membuat saya terguncang Mas. Sungguh jika Tuhan sudah berkehendak maka segala sesuatu bisa saja terjadi.""Iya, kau benar.""Aku sangat khawatir, khawatir kalau wanita itu tidak mampu bertahan.""Jangan terlalu banyak dipikirkan. Dia akan selamat.""Pasti butuh proses panjang dan bakal banyak operasi agar dia bisa diselamatkan.""Tentu saja begitu, kulit yang terkelupas tidak akan berganti secepat mungkin.""Ya Allah, kasihan juga," desahku sambil mengusap dada."Doakan saja yang terbaik semoga dari apa yang terjadi kita belajar agar lebih mawas diri dan me
Usai lamaran, Mas Fadli segera kembali ke Surabaya, bersama seluruh anggota keluarga inti, mereka meluncur pulang meninggalkan keluarga kami yang untuk sementara waktu didaulat mengawal persiapan pernikahan.Ada banyak urusan dan bisnis yang harus segera mereka tangani dan tidak bisa ditinggalkan dalam jangka waktu panjang, agar tidak terbengkalai dan para pekerja berbuat sesuka hatinya. Dengan demikian setelah acara rampung mereka langsung pulang. Sini tinggallah aku bersama keluargaku dan para kerabat, kami bantu vendor membereskan tempat acara dan membersihkan bagian dalam rumah dari bekas gelas minuman dan makanan. "Ayo istirahat dulu ... kau tidak boleh terlalu lelah karena masih banyak hal yang harus kau lakukan demi persiapan pernikahanmu," ucap ayah sambil menyambangi diri ini ke dapur. "Aku baik-baik saja Ayah," jawabku sambil lanjut mencuci gelas dan piring."Banyak anggota keluarga yang akan membantu kita, kau jangan terlalu memforsir diri.""Ayah jangan khawatir, aku te
(Jadi, mila menuntut agar kau menikahinya dengan layak sebagaimana apa yang akan terjadi padaku? bahwa aku mendapatkan suami yang memberikan pernikahan dan kisi-kisi kehidupan yang layak?)(Namanya juga wanita, Fat, mereka punya kecenderungan untuk memiliki hal yang sama seperti wanita lain.)(Kecenderunganmu untuk berbagi kehidupan dengannya, telah menciptakan keserakahan pada wanita itu, sehingga ia merasa bahwa dia menguasai kehidupanmu! Dia bebas menyetirmu sesuka hatinya, dia bebas untuk berkata sesuka hatinya!)(Ah, entahlah, aku pusing. Orang yang sedang kita bicarakan saat ini sedang bertarung dengan kehidupan di ruang ICU. Aku sangat hancur Fat, insiden yang terjadi ini secara tidak langsung disebabkan olehku. Kalau bukan karena kecemburuannya padamu, mungkin dia tidak akan mendapatkan musibah itu.)(Ya sudah ya, Mas Jangan menyalahkan dirimu fokuslah untuk merawat dan menyembuhkannya. Aku sedang di tengah perjalanan, aku harus segera pulang karena masih harus mengerjakan pes
Dua minggu kemudian.Meski masih sayup-sayup kudengar tentang kabar pahit Mas Kevin dan keadaan istrinya yang memprihatinkan tapi hidupku dan anak-anak tetap berlanjut seperti biasanya.Kabarnya Wanita itu telah sadar dari koma dan setiap hari ia menjerit jerit kepanasan di dalam ruang perawatan, dia rewel kepada para perawat, mudah emosi dan menyalahkan Kevin atas kemalangan yang menimpa dirinya. Kabarnya dia menyusahkan banyak orang sehingga dipindahkan ke rumah sakit swasta di mana ia mendapatkan ruangan khusus untuk dirinya sendiri. Sebenarnya, meski ingin, aku tidak akan bisa menjenguknya, sebab, hubungan kami tidak baik, aku tak lagi memiliki dendamlah Hatiku sudah cenderung untuk mengampuni. Tapi aku tak akan menjenguk sebab kehadiranku akan dianggap sebagai bentuk ulak-olokkan terhadap penderitaan Mila. Cukup mendoakan saja dari jauh semoga dia bisa menjalani ujian hidupnya dengan tegar.***Vendor pernikahan mulai melakukan penataan dekorasi di rumahku, mereka menata bunga
"Silakan duduk," ujarku datar. "Mau kopi?""Tidak," jawabnya sambil menggeleng cepat wajah lelaki itu nampak lelah dengan kantung mata yang pucat, berkali-kali Ia nampak ngantuk dan mengusap wajahnya. "Kamu sangat pandai memilih waktu untuk hadir, pandai mempermalukan dirimu sendiri, apa yang kau inginkan dengan datang ke rumah ini di saat keadaan sedang ramai?""Kupikir masih sepi, tadinya aku mau balik pintu saja, tapi karena sudah terlanjur dilihat oleh tetanggamu, aku terpaksa mampir.""Akan kupanggil anak anak," ucapku datar."Tidak usah kalau begitu, kulihat semua orang sedang sibuk dan rasanya untuk bertemu dengan anak-anak bukan waktu yang tepat.""Tapi kau sudah mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan Ayahku dan mengatakan niatmu. Maka ketemui saja kedua anakmu!""Sebenarnya ... aku ingin bicara denganmu.""Aku benci alasanmu yang selalu menggunakan anak-anak untuk bicara denganku," ucapku sambil berdiri dan menatap dirinya dengan tajam. "Maaf," jawabnya singkat. Tanp
"Mas, a-ada keluarga mila," bisikuu."Hah."Mas Fadli yang memang belum banyak mengenal mereka, tertegun dan menghentikan langkah juga."Sebaiknya kita lewat lorong lain saja.""Tidak, kalau kau tidak lewat sini, maka mereka akan mengira kalau kau takut.""Aku hanya menghindari konflik.""Tapi kita harus berjalan dengan harga diri, abaikan saja mereka semua," ujar Mas Fadli yang langsung meraih tangan ini dan menggandengku. Memang posisinya sangat canggung untuk berbalik arah dan menjauh, karena itu akan membuat seolah-olah kami takut pada mereka. Langkah kakiku semakin mendekat dan dari balik kaca, aku bisa melihat keadaan Mila sesuai yang digambarkan oleh sahabatku tempo hari. Memprihatinkan, lemah, merintih kesakitan dan ditancapi oleh banyak selang. Terlihat dua orang perawat sedang mengecek ventilator dan selang infus, sementara wanita itu terus mengeluh. Aku bisa melihatnya dari balik kaca tempat itu. "Kalian ada apa kemari?!" Tanya Tante dari wanita itu kebetulan mas Kevin ada