Aku tidak berbohong saat mengatakan bahwa jalan-jalan malam yang aku lakukan bersama dengan Kale benar-benar mampu membuat aku lupa. Bukan hanya lupa pada masalah ku tapi aku juga lupa pada waktu. Karena begitu aku dan Kale benar-benar pulang, waktu sudah melewati pukul sembilan malam.Dan yang membuat aku terkejut saat tiba di rumah adalah karena Fattah yang sesaat lalu membatalkan janji, sudah duduk di kursi teras seorang diri.Aku menatapnya sekilas, sebelum kemudian kembali menghadap Kale."Makasih ya karena kamu udah nganterin aku dan nemenin aku tadi," ucapku tulus.Kale yang juga menyadari keberadaan Fattah, sempat melirik ke arah teras sebelum kemudian kembali menatapku."Iya, kalau begitu saya pulang ya, Mbak?"Aku mengangguk. Merasa bersalah pada Kale yang sepertinya merasa tidak enak pada Fattah. Tapi ini bukan salahnya, Kale justru menolong aku di saat aku benar-benar merasa sesak dengan apa yang terjadi. Jadi entah itu Fattah atau siapapun, tidak ada yang berhak untuk men
Aku mengerjap, nyaris tidak percaya dengan apa yang aku lihat.Padahal sejak aku tiba tadi, Kale hanya diam saja walaupun terus menerima caci maki bahkan kerah bajunya yang terus ditarik dengan semena-mena. Namun ketika aku akhirnya ikut campur dan dengan kasar didorong oleh pria antah berantah itu, baru lah Kale mau melawan. Bahkan aku sendiri tidak percaya dengan tubuh yang tidak begitu berisi, Kale bisa mendorong pria kekar itu hingga beberapa langkah ke belakang."Berani banget lo dorong gue?"Pria itu tidak terima, langsung meringsek maju ke arah Kale namun Kale tidak gentar sedikitpun. Malahan anak itu justru melirik ke arahku."Mbak, Mbak sama yang lain masuk aja," pintanya.Aku menggeleng, karena aku juga ingin tahu masalahnya apa sejak awal."Gue cuma mau tahu, atas dasar apa cowok ini tiba-tiba aja nyerang lo? Bahkan sampai datang ke kantor orang dan berlaku seenaknya. Kayak orang enggak sekolah aja."Aku jelas tahu bahwa ucapanku membawa pria itu menjadi semakin emosi. Tap
Aku tadinya berniat untuk pulang bersama dengan Kale, rindu juga karena sudah lama tidak naik bus bersama dengannya.Tapi baru saja aku hendak menyatakan niatku itu pada Kale, sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Pesan dari Fattah yang mengabarkan bahwa dirinya sudah menunggu aku di depan kantor.Mirisnya, aku malah merasa sedih dengan hal itu. Padahal saat hubungan kami baik-baik saja, dia tidak memiliki waktu untuk bertemu denganku. Janji pun harus dia batalkan berulang kali karena terlalu sibuk. Tapi sekarang saat ada retak kecil di hubungan kami, dia dengan mudahnya datang di saat aku tidak mengharapkan nya."Mbak? Bengong aja! Mau pulang enggak?" Aku tersentak, menoleh pada Kale yang sudah bersiap keluar. Baru aku sadari bahwa aku menghalangi jalan keluar Kale sehingga dengan segera aku menyingkir."Pulang lah! Masa iya nginep disini," balas ku.Aku berbalik badan dan mengambil tas milikku. "Mau naik apa?"
"Loh, Kak? Tumben disini?"Aku sedikit terkejut saat mendapati Kakak perempuan ku sekaligus kakak ku satu-satunya sedang duduk santai di ruang tengah sambil memeluk satu toples keripik singkong.Padahal ini bukan malam minggu, tapi Kakakku malah sudah ada di sini."A Raffan lagi dinas ke luar kota, makanya aku enggak mau di rumah sendirian," balasnya tanpa menatap ke arah ku.Aku mengangguk. Semula aku ingin langsung masuk ke dalam kamar, mandi dan langsung berlenyeh-lenyeh di tempat tidur. Tapi karena ada kakak ku yang cantik dan baik, maka aku putuskan untuk duduk sebentar bersama dengannya.Namanya Aleya, dia adalah kakak sekaligus teman baikku. Aku memang memiliki dua sahabat semasa sekolah yang belakangan jarang bertemu karena mereka sibuk dengan keseharian masing-masing, namun walaupun aku memiliki dua sahabat baik, aku tetap lebih sering menceritakan masalah ku pada kakak ku ini."Mama Papa mana?" tanyaku. Tanganku masuk k
Ternyata benar bahwa jalan-jalan sendirian lebih enak daripada bersama dengan orang lain.Padahal tadinya aku berpikir bahwa akan sangat canggung berjalan sendirian di tengah orang-orang yang jalan bersama dengan pasangan atau keluarga mereka. Ternyata tidak seburuk itu. Hal yang penting untuk jalan-jalan adalah kita harus membawa uang banyak agar percaya diri memasuki setiap toko yang ada disini. HahaBuktinya, hanya dalam waktu setengah jam aku sudah berhasil membawa dua kantung yang berisi tas dan juga sepatu. Baju yang menjadi tujuan utama ku datang kesini belum berhasil aku dapatkan."Wah diskon!"Aku berbinar senang melihat sebuah toko yang menampilkan logo diskon. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk dan melihat baju-baju yang ada di sana. Tentu saja toko ini ramai dikunjungi karena sedang diskon, hal itu menyebabkan aku kesulitan untuk melihat-lihat dengan leluasa. Terlebih toko ini bukan hanya menyediakan baju perempuan tapi j
"Kenapa kamu ada di sini sama Kale? Kalian memang keluar bareng?"Aku sama sekali tidak menyangka jika di waktu yang dia minta untuk berbicara berdua, dirinya malah mempertanyakan masalah itu, bukan menjelaskan lebih dulu mengapa dia dan Imelda masih ada di mall berdua saat teman satu tim mereka sudah lebih dulu pulang?"Memangnya itu yang penting sekarang? Apa Mas merasa bahwa sekarang waktu yang tepat buat mempertanyakan itu?"Sebisa mungkin aku menahan intonasi suaraku dengan menyadarkan diriku sendiri bahwa kami masih di tempat umum.Di depan ku, dia menghela napas sambil mengusap wajahnya. Ekspresi yang terlihat lelah dan frustasi, jujur saja membuatku merasa iba. Hanya saja karena dia menunjukkan nya di saat seperti ini, aku malah jadi kesal."Aku sama Imelda satu arah pulang, sama kayak kamu dan Kale. Makanya karena selama ini kami sering pulang bareng setiap kali lembur, secara enggak langsung teman-teman yang lain jadi langsung n
Di hari senin pagi yang ceria dan cerah, aku diantar oleh Fattah yang entah kenapa kembali seperti dulu setelah masalah yang sempat terjadi pada kami. Aku tahu bahwa dia masih sibuk, bahkan katanya akhir dari proyek itu harus membuat dia pergi ke luar kota selama satu minggu mulai Lusa. Tapi seperti janjinya kemarin, Fattah berusaha untuk tidak membuat aku kecewa. Dia bahkan menjanjikan juga makan malam yang sempat batal itu, nanti setelah dia pulang dinas dari luar kota.Tentu saja aku merasa senang. Karena bagaimana pun ini lah yang aku harapkan dari hubunganku dengan Fattah. Kami menjalin hubungan bukan untuk main-main, cincin yang melingkar di jadi manis ku adalah saksi bahwa Fattah ingin membawaku ke hubungan yang lebih dari sekarang. Ke pernikahan yang mulai kami rencanakan kembali."Aku enggak tahu pas pulang nanti bisa jemput kamu atau engga. Tapi aku akan usahakan buat bisa jemput kamu. Kalaupun enggak bisa, aku akan kabari satu jam sebelumnya b
Ternyata bukan hanya aku yang merasa aneh setelah menjaga jarak dari Kale, tapi orang-orang di dalam ruangan kami, bahkan Lalisa pun merasakan juga.Wanita yang cintanya pernah ditolak oleh Kale itu berulang kali bertanya dan memastikan apakah aku dan Kale bertengkar atau tidak saat di jam makan siang, aku tidak bersama dengan Kale dan malah buru-buru mengajaknya ke kantin kantor.Walaupun aku sudah memastikan bahwa kami baik-baik saja, tapi Lalisa masih tidak percaya. Karena biasanya aku dengan Kale seperti sudah satu paket, seperti kakak beradik akur yang selalu kemana-mana bersama."Lo beneran lagi marahan ya? Kenapa memangnya? Kale maksa lo naik bus? Atau dia enggak kasih respon yang cukup baik pas lo curhat?"Aku tertawa mendengar pertanyaan Lalisa. Dia bahkan hapal hal-hal apa saja yang selalu membuat aku kesal terhadap Kale."Enggak. Gue beneran enggak berantem atau marahan sama dia.""Ya terus kenapa? Kenapa lo menghindar