Setelah kembali dari makan siang ketiga mbak bos beserta dua pegawai harus kembali berhadapan dengan tumpukan barang-barang yang menghampar di seluruh ruang kantor.
“Aduh ini apa mau sekalian kita bereskan?”tanya Nara begitu masuk ke dalam kantor. Embun mengangguk,”Kayaknya begitu. Apa sekalian saja kita pilih-pilih mana barang yang harus disimpan dan dibuang hari ini?”ajaknya. Galang memandang para bosnya sambil tersenyum,”Kalau begitu nanti ada camilan sore dong mbak?”tanyanya dengan penuh harap. Nadira langsung mengangguk setuju dengan pertanyaan rekan seperjuangannya. “Kita bicara setelah selesai beres-beres.”kata Zia sambil merangkul kedua pegawainya itu.# “Aduh dia bunyi lagi.”gerutu Nara begitu mendengar suara ponselnya sedang kedua tangannya penuh karena membawa sebuah kardus. Zia dengan cepat mengambil ponsel yang ada di saku belakang celana rekannya itu,”Mas Ara.”katanya sambil menunjuk layar ponsel NTerima kasih sudah setia menunggu kelanjutan dari kisah Nara 😁😁😁 ditunggu untuk vote dan reviewnya ya😘😘
“Kamu habis dari mana?”tanya ibu Linda begitu melihat putri bungsunya pulang dengan pakaian penuh dengan noda debu di mana-mana,”Kotor amat bajumu?”tanyanya dengan dahi berkerut.“Hari ini beres-beres di kantor ma.”jelas Nara sambil berjalan masuk dengan mulut yang menguap lebar.“Eh masmu pulang tuh.”kata ibu Linda yang berjalan di belakang Nara begitu mendengar ada bunyi pagar .Nara mengangguk sambil menuang air ke dalam gelas lalu meminumnya.#“Kamu pulang sama Nara?”tanya Arka pada adiknya begitu masuk ke ruang makan.Nara langsung tersedak air yang sedang diminumnya. Benar juga kakaknya pasti tadi melihat mobil mas Ara,”Bayaran sudah kasih tahu tukang mas.”jawabnya sambil menyeka air tercecer di sekitar mulutnya dengan tisu.Arka mengerutkan dahinya,”Balas jasa kok kamu yang diantar pulang?”tanyanya bingung.“Aku yang jadi sopir mas.”jelas Nara singkat.“Tetap saja.”gumam Arka tetap merasa
Nara berusaha mengatur napasnya begitu masuk ke dalam kamar,”Aduh gawat. Ternyata selama ini papa sama mama tahu.”gumamnya sambil menggaruk dahi,”Kenapa juga mereka harus lihat setiap kali aku lagi diantar pulang?”keluhnya lagi. Sepertinya sebelum berangkat ke Yogyakarta ia harus membuat mas Ara segera membereskan masalah ini.#“Nara?”jawab Ara begitu mengangkat panggilan masuk di ponselnya saat ia dan keluarganya baru saja selesai makan malam bersama.Ibu Ratih yang sedang sibuk di dapur langsung menoleh dan memandang putra sulungnya, ia langsung bersemangat begitu tahu siapa yang menghubungi Ara.“Mas ada yang mau aku bahas. Besok mas sempat jam berapa?”tanya Nara cepat.Ara mengangkat sebelah alis karena melihat wajah ibu Ratih yang berseri-seri terus menatapnya,”Belum tahu. Aku ada jadwal operasi sampai sore.”jawabnya singkat.“Ya sudah kalau begitu.”ujar Nara sambil menghela napas.Begitu Ara meletakkan ponselnya
“Kalian berdua kenapa kelihatannya capek sekali? Semalam kalian bergadang ya?”tanya pak Yono heran begitu menemukan kedua anaknya yang pagi ini saling duduk berhadapan dengan wajah lelah dan hampir tidak ada yang mengeluarkan suara.Arka langsung dengan cepat mengacungkan sendok di tangan kanannya menunjuk ke arah Nara,”Kamu awas ya! Kalau sekali lagi mas sampai tahu kamu itu mau menginap seminggu saja harus sampai bawa-bawa bantal dari rumah.”ocehnya kesal begitu mengingat kejadian konyol semalam. Bagaimana tidak? Arka menemukan sebuah bantal besar yang mengisi hampir setengah bagian koper adiknya.“Bantal?”tanya ibu Linda bingung,”Kamu masih tetap bawa-bawa bantalmu?”tanyanya tidak percaya.“Anak bungsu mama ini. Sudah tua, masih juga kalau mau menginap ke mana-mana harus bawa-bawa bantalnya!”ujar Arka mengadu pada ibunya tentang kelakuan adiknya,”Gara-gara itu kopernya sampai enggak bisa ditutup!”omelnya lagi.Nara hanya mengoceh tanpa s
“Kamu yakin ambil penerbangan pagi? Bukan biasanya suka telat ya? Belakangan penerbangan pagi ke sana sering ada delay.”komentar Ara santai, saat mendengar Nara menjawab pertanyaan kakaknya tentang keberangkatnya besok ke Yogyakarta.“Selama ini aku sih enggak pernah bermasalah dengan penerbangan pagi.”sahut Nara tidak terima dengan pendapat sahabat kakaknya itu.#Hampir jam sebelas malam setelah memastikan lagi pemesanan vila, mobil juga tiket untuk besok sudah beres akhirnya Nara bisa beristirahat. Rencana hari ini untuk pulang awal kandas sudah tapi paling tidak masalah soal gaun kliennya sudah selesai. Besok dirinya harus bangun sekitar jam tiga pagi, karena jam lima tiga puluh sudah harus ada di bandara.“Semoga besok Nadira tidak kesiangan.”gumam Nara sambil menarik selimut lalu memejamkan mata.#Ara memutar mata menatap langit-langit kamarnya, ia mengambil ponsel lalu
Setelah cemas sepanjang malam menanti kedatangan kliennya, kini Nara bisa bernapas lega waktu akhirnya melihat Tasya dan Miko tiba di vila sekitar jam setengah satu pagi,“Halo! Bagaimana penerbangan kalian?”tanya Nara begitu menyambut kedua kliennya.“Halo! Lumayan capek juga.”jawab Tasya sambil tersenyum ramah meski wajahnya tampak lelah.Miko juga ikut tersenyum pada Nara,”Halo!”katanya balas menyapa lalu langsung menatap calon istrinya,“Kamu sih aku suruh tidur malah nonton.”tegur Miko dengan suara berbisik.“Habis penasaran terus mumpung filmnya ada.”sahut Tasya membela diri.Miko menghela napas,”Ya tapikan seharusnya kamu istirahat.”ujarnya lagi sambil membelai kepala Tasya.“Aku enggak secapek itu kok.”sahut Tasya sambil tersenyum manis.Kenapa tiba-tiba aku jadi nyamuk? Ujar Nara dalam hati melihat kedua kliennya y
“Nadira! Ayo bangun.”panggil Nara sambil menepuk pelan punggung pegawainya yang masih tertidur pulas di salah satu sisi tempat tidur.“Mbak kok sudah rapi saja?”tanya Nadira dengan posisi duduk dan mata yang masih terpejam.Nara tertawa geli,”Kamu buka mata saja enggak. Tahu dari mana kalau aku sudah rapi?”tanyanya heran.“Wangi sabun.”sahut Nadira sambil tersenyum polos.“Sudah sana cepat mandi.”perintah Nara,”Nanti Tasya dan Mayang keburu selesai.”jelasnya lagi.#“Nanti sore kalian akan langsung kembali ke Jakarta?”tanya Nara memastikan begitu Tasya selesai berdandan.Tasya tersenyum ceria sambil memegang mi instan dalam kemasan yang baru saja diseduhnya,”Iya soalnya besok aku sudah harus masuk kantor.”jelasnya singkat.“Itulah kenapa ibu kota lebih kejam dari ibu
Mata Nara membesar, terkejut dan panik bercampur jadi satu dalam sekian detik. Ia menahan napas sesaat berusaha mencerna apa yang sedang terjadi dan apa tindakan yang harus ia lakukan.Namun suara jeritan pegawainya segera menarik Nara ke alam nyata,“Mbak Ririn!”seru Nadira panik berlari mendekati kliennya itu.“Sepertinya perutnya sakit.”ujar Nara begitu mendekat.Ririn masih sadarkan diri namun terlihat menahan sakit dengan tubuh meringkuk memeluk perutnya.“Bagaimana ini? Apa kamu bisa bangun?”tanya Nara lagi, ia sendiri kebingungan untuk membantu Ririn.#Ringgo masih terlihat acuh, seakan tidak peduli dengan keadaan calon istrinya hanya memandang sekilas sambil mendesah kesal,”Sudah kamu kalau sakit tidur saja!”ocehnya tiba-tiba membuat seluruh orang dalam ruangan terkejut. Akhirnya Baro dan Cecep mengajak Ringgo untuk pergi keluar sebelum keadaan menja
Pagi ini karena etiket baik Nara, Nadira beserta Mayang, Baro dan Cecep mengantar Ririn juga Ringgo ke bandara. Ririn memang sudah diijinkan untuk pulang namun masih harus banyak beristirahat.“Jadi ini kita enggak jadi ke Taman Sari lagi?”tanya pak Jamil begitu dalam perjalanan mengantar semua anggota tim foto kembali ke vila.“Kira-kira begitu pak karena yang mau kami foto malah masuk rumah sakit.”jawab Nara yang duduk di sebelah kursi kemudi dengan cepat.Pak Jamil mengangguk mengerti,”Kalau begitu jadwal hari ini akan diganti apa?”tanyanya sopan.“Yang pasti nanti sore bapak harus jemput Alya dan Devan. Mereka tiba dengan penerbangan terakhir.”kata Nara mengingatkan,”Setelah itu tidak ada jadwal penting. Apa kalian ada yang mau pergi?”tanya Nara menawarkan.Namun tidak ada jawaban karena yang lain sudah terlebih dahulu berangkat menuju alam mimpi karena terlalu lelah dengan kejadian dua hari ini.“Ya ampun p