Home / Urban / Nasib si Bungsu / Ibu pergi ke rumah Bang Adi

Share

Ibu pergi ke rumah Bang Adi

Author: Ayu_Kusuma20
last update Last Updated: 2023-10-22 20:00:00

Nasib si Bungsu.

(Saat masa jaya orang tua telah habis)

Part 4

Cepat aku bangkit, dengan ilmu bela diri silat yang kumiliki aku lawan mereka semua. Beruntungnya mereka tidak membawa senjata tajam untuk melukai korbannya.

Atas pertolongan Allah aku bisa melawan, jika dipikir secara logika rasanya tidak mungkin bisa melawan 4 orang sekaligus.

Setelah berhasil dikalahkan, mereka pun langsung melarikan diri. Jalan yang aku lewati ini memang sepi jika sudah larut malam sangat jarang ada kendaraan yang melintas.

Saat SMP, aku memang mengikuti beberapa ekskul, salah satunya silat, dan kemampuanku bisa dianggap unggul dibanding yang lain sehingga aku ditunjuk untuk mengikuti beberapa kompetisi, dari mewakili sekolah sampai membawa nama Kabupaten.

"Kalau kamu berlatih serius, tidak menutup kemungkinan kamu bisa maju sampai tingkat Nasional," begitulah ucap Pak Aman, pelatihku.

Beberapa kejuaraan berhasil aku menangkan, karena itu aku mendapat undangan untuk masuk SMA favorit melalui jalur prestasi, kesempatan bagus itu aku lewatkan karena tidak ada yang mendukung untuk melanjutkan sekolah.

Aku mengalami beberapa luka karena terjatuh tadi, sikut dan lutut berdarah, celana sampai robek karena kerasnya benturan dengan aspal.

Kembali kulanjutkan perjalanan sambil menahan rasa sakit, luka-luka ini terasa semakin perih saat tertiup angin.

Malam sudah larut saat sampai di rumah, lampu depan sudah dimatikan, beruntung pintu belum dikunci sehingga bisa langsung masuk.

Dari luar aku mendengar suara Bapak berteriak, mungkin asam uratnya sedang kambuh. Gegas masuk ke dalam untuk melihat keadaannya.

"Kemana aja kamu Yusup jam segini baru pulang? bawa uang berapa juta?" tanya Ibu saat aku baru saja masuk.

Bukannya menanyakan keadaanku, malah kalimat seperti itu yang aku dapat. Ibu bahkan tidak peduli melihat anak bungsunya ini yang berjalan pincang.

"Sudah diam, kalau sakit, tahan. Jangan teriak-teriak, aku mau tidur, berisik!" Ibu langsung masuk ke kamar.

"Bapak kenapa? kakinya sakit lagi?" tanyaku.

"Iya Sup, gak kuat sakit," Bapak meringis menahan sakit yang dia rasakan.

"Sikut kamu kenapa lluka-luka gitu, kamu jatuh?" meskipun dalam keadaan sakit, Bapak masih peduli

saat melihat keadaanku.

"Gak apa-apa Pak, namanya juga di jalan, Yusup bersih-bersih badan dulu ya, Bapak udah minum obat belum?"

Bapak hanya mengangguk.

Aku memilih untuk tidak menceritakan hal yang aku alami tadi, takut menambah pikiran dan membuat keadaan Bapak semakin turun.

Kulepas semua pakaian, lalu merendamnya dengan deterjen bubuk agar noda-nodanya lebih mudah terangkat saat aku cuci esok pagi.

Sebelum mengguyur badan dengan air, kulihat beberapa luka ditubuh, menurutku tidak terlalu parah, hanya sikut dan lutut yang lukanya cukup dalam.

Saat luka-luka itu tersiram air, rasa perihnya terasa bertambah.

Selesai membersihkan diri, aku langsung duduk di samping Bapak, kupijat kakinya untuk mengurangi sakit yang ia rasakan.

"Udah Sup tidur aja, kamu pasti cape, sakitnya udah mendingan!"

"Ya sudah kalau gitu, Yusup tidur ya Pak."

Aku berbaring di sampingnya. Meskipun lelah tapi mata ini sulit terpejam, rasa sakit pada luka membuat tidak bisa terlelap.

Malam semakin larut, kulirik jam dinding sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, sebentar lagi subuh, Bapak tertidur sangat lelap, aku merasa lega itu artinya beliau sedang baik-baik saja tidak merasakan sakit.

Badanku menggigil, suhu tubuh terasa panas, padahal sejak tadi pagi aku baik-baik saja. Mungkin disebabkan karena luka-luka ini.

Adzan subuh sudah berkumandang, tertatih aku bangun untuk menunaikan kewajibanku, biasanya selesai shalat aku langsung membangunkan Bapan dan membantunya mengambil wudhu, kali ini tidak sanggup.

Kembali berbaring, selimut tebal menutup seluruh tubuhku.

"Yusup, kamu sakit?" Bapak meletakkan tangannya di keningku.

"Badan kamu panas, kamu meriang?"

"Gak tahu Pak, Yusup gak kuat dingin."

"Mungkin kamu kelelahan Sup, ya sudah istirahat saja, gak usah pergi narik."

"Pinjam hp mu Sup, Bapak mau nelpon Abang-abang kamu!"

"Duh Pak, Yusup lupa nyimpen hp dimana."

Melihatku masih berbaring, Ibu langsung menegurku.

"Jam segini kok masih selimutan, gak nyari duit?"

"Yusup sakit Bu, badannya panas, mungkin dia kecapean," ucap Bapak.

"Kecapean? kecapean apa dia, memangnya dia kerja?"

"Kan setiap hari dia ngojek Bu, panas-panasan nganter penumpang."

"Pak, yang namanya tukang ojek itu kerja kalau lagi ada ada penumpang, kalau gak ada ya cuma diem, tiap hari dia bawa uangnya dikit, berarti penumpangnya jarang."

"Sudah Bu, dari pada Ibu ngomel-ngomel terus, mending cariin hp Yusup, telpon Abangnya Yusup."

"Mau apa nelepon mereka?"

"Minta uang buat bawa Yusup berobat."

"Bapak ini gak mikir apa? mereka itu sudah punya anak istri, kebutuhannya banyak, masa harus kita mintain uang, dulu juga waktu Ibu masih muda suka sebel kalau tiba-tiba dimintain uang sama Neneknya si Yusup."

"Bapak tahu gaji mereka itu besar, masa gak bisa ngasih seratus atau lima puluh ribu gitu, kalau Yusup sakit siapa yang ngurusin Bapak? siapa yang nyari duit buat masak sehari-hari, memangnya mereka bisa diandelin?"

"Bapak kok ngomongnya gitu?"

"Memang benar kan? apa mereka peduli sama kita? sudah di sekolahin tinggi-tinggi giliran orang tua sudah tua renta gak ada ingetnya."

"Sudah cukup Pak, jangan jelek-jelekin mereka, meskipun begitu tapi mereka bawa rezeki juga kan buat kita? Bapak ingat gak waktu kita masih punya tiga anak, hidup kita kayak gimana?"

"Iya Bapak ingat, tapi bukan salah Yusup juga hidup kita berubah."

"Sudah ah, Ibu capek kalau harus ngurusin kalian, mending Ibu pergi aja ke rumahnya si Adi."

Ibu langsung masuk ke dalam kamarnya, tidak lama kemudian dia keluar membawa satu tas besar.

Saat mendengar Ibu akan pergi ke rumah Bang Adi, aku langsung ingat dengan status Mbak Mila dan apa yang Bang Adi ucapkan tadi siang.

Perkara uang seratus lima puluh ribu saja Mbak Mila langsung marah besar dan mengancam akan menggugat cerai Bang Adi.

"Bapak kenapa gak ngelarang Ibu pergi?" tanyaku dengan suara bergetar karena tubuh yang menggigil.

"Sudah, biarkan saja Sup, dari dulu Ibumu memang begitu kalau marah pasti minggat."

Kalau saja tubuh ini sedang sehat, akan aku tahan Ibu agar tidak pergi.

Bu, seandainya kamu tahu bagaimana ucapan anak dan menantu yang kamu banggakan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nasib si Bungsu   Akhir

    Nasib si BungsuPart akhirAkhirnya aku memilih untuk tetap melanjutkan proses hukum, bagaimana pun Ibu dan kedua Abangku harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan.Bukan apa-apa, karena ini sudah berurusan dengan nyawa, aku takut jika masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, mereka akan melakukan sesuatu yang jauh lebih kejam dari ini.Kasus yang kualami menjadi viral, banyak media yang meliput dan mengikuti bagaimana perkembangan selanjutnya, mungkin karena mencakup hubungan antara Ibu dan anak, sehingga cukup banyak menyita perhatian.Aku mendapat berbagai macam komentar, dari yang mendukung keputusanku sampai ada yang kontra dengan jalan yang kupilih.Masalah ini cukup menyita waktu, hingga akhirnya hakim membacakan vonis hukuman pada Ibu, Bang Adi dan Harun, mereka semua harus mendekam dibalik jeruji besi kurang lebih selama 20 tahu untuk menebus kesalahan yang sudah mereka lakukan."Apa kamu tidak sadar Yusup, Ibu itu sudah tua renta, tidak sampai dua pu

  • Nasib si Bungsu   Hukuman untuk mereka

    Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 31Apakah ini akhir dari hidupku? meregang nyawa di tangan mereka?Meskipun mereka menggunakan penutup wajah dan jaket tebal, tetapi postur tubuhnya sangat aku kenal, sangat mirip dengan Bang Adi dan Bang Harun."Jangan macam-macam, berani gerak akan kubahisi kau sekarang juga!" ucap salah satu dari mereka yang mengarahkan golok pada leherku.Mendengar suaranya, aku semakin yakin bahwa ia adalah Bang Adi.Nyaliku ciut saat melihat benda tajam ini berada persis di depan mataku, ukurannya panjang dan sangat tajam. Terlihat masih seperti baru.Sembari terdiam, aku mengatur strategi, mengingat semua ilmu yang kumiliki, apa saja yang harus kulakukan saat dihadapkan dengan benda tajam seperti sekarang.Aku mengumpulkan semua keyakinan bahwa aku bisa menyelamatkan diri dan akan melawan mereka.Sebuah gerakan kulakukan hingga akhirnya benda tajam ini berhasil kurebut, aku mengunci lengannya agar ia tidak bisa bergerak."Jangan macam-

  • Nasib si Bungsu   Mencari Ibu

    Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 30Setelah mendengar kabar bahwa Ibu diamankan oleh satpol PP, aku langsung berangkat menuju kantor Dinas Sosial untuk mencari tahu apa benar apa yang Bang Jejen katakan."Pak, Yusup hari ini ada urusan dulu jadi buka toko agak siangan," ucapku pada Bapak."Urusan apa emang Sup?""Mau nengok Reyhan Pak," aku berbohong."Yaudah hati-hati Sup.""Iya Pak."Butuh waktu satu jam untuk sampai ke kantor Dinas Sosial.Sepanjang perjalanan pikiranku berkecamuk, dan terus menyalahkan diri, karena egoku Ibu sampai menjadi pengemis. Aku yakin dalang dari semua ini adalah mereka yaitu Bang Adi dan Bang Harun yang tidak mau bekerja keras tapi mau hidup enak.Ibu sudah tua, tubuhnya sangat kurus, pasti banyak orang terenyuh dan mengasihani.Tiba di kantor Dinas Sosial aku sendiri bingung harus pergi ke bagian mana untuk bertanya tentang keberadaan Ibu."Mas, izin mau tanya, kalau mau nyari orang yang diamankan satpol PP ke bagian mana ya?"

  • Nasib si Bungsu   Ibu ditangkap

    Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 29"Hallo, Mas, saya mau nanya, ini masalah rumah mau dilanjut apa enggak? dua minggu lagi abis masa sewa nya!" tanya Bu Maya saat panggilan tersambung."Iya Bu, kalau saya sendiri maaf gak lanjut Bu, yang nempatin rumah itu kan sekarang Abang sama Ibu saya, coba saya tanya dulu sama mereka ya, nanti saya kabarin lagi!""Oh, baik Mas, cepat ya kabarin lanjut atau enggaknya, kalau gak lanjut saya mau iklanin biar buru-buru ada yang ngisi!""Baik Bu, akan saya kabarin secepatnya!""Oke Mas, saya cuma mau nanya itu aja!" Bu Maya langsung mengakhiri panggilan.Sudah lama tidak menjenguk Ibu ke sana, bukannya tidak ingat, hanya ingin memberi sedikit pelajaran padanya, penasaran siapa yang mencukupi kebutuhan mereka mengingat kiriman sembako sudah hampir tiga minggu aku hentikan.Hari ini toko tutup lebih cepat, karena sore nanti aku akan pergi mengunjungi Ibu.Tidak ada persiapan, tujuanku hanya untuk memberi tahu bahwa rumah yang

  • Nasib si Bungsu   Rumah untuk Bapak

    Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 28Gegas aku keluar dan kembali pulang ke ruko, apa yang baru saja aku katakan pada Ibu bukan hanya ancaman semata, melainkan aku akan sungguh-sungguh melakukan itu, bukan kejam, hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada Bang Adi dan juga Bang Harun."Tumben lama Sup, tadi ada yang mau belanja tapi mereka pada balik lagi," ucap Bapak saat aku baru sampai di ruko."Iya Pak, di sana lagi ada urusan, makanya Yusup pulangnya telat.""Urusan apa emang?""Bang Harun kembali lagi, sekarang Istrinya juga ikut, maaf ya Pak kalau Yusup agak jengkel sama mereka, abisnya mereka mau enaknya aja, ngurus anak sama nyuci baju aja Ibu yang ngerjain gimana gak kesel coba, Bapak kan tahu kondisi Ibu kayak gimana, kecapean dikit sakit. Mending kalau mereka mau ngurusin, bukannya Yusup perhitungan tahu sendiri kemarin juga siapa yang repot," ucapku panjang lebar, mengungkapkan semua isi hati."Yang salah Ibumu karena gak bisa tegas, jadi mereka

  • Nasib si Bungsu   Kondisi Arif kini

    Nasib si Bungsu(Saat masa jaya orang tua telah habis)Part 27Mendengar hal itu, aku segera pergi karena hawatir dengan keadaan Arif, semoga saja ia tidak nekat dan kembali turun dengan selamat.Toko langsung aku tutup, tidak lupa sebelum berangkat pamit terlebih dahulu pada Bapak.Di tempat kejadian situasi sudah sangat ramai, banyak warga yang sengaja 'menonton', ada petugas pemadam kebaran yang sedang mencoba menggagalkan aksi percobaan bunuh diri yang sedang Arif lakukan, mata memindai keadaan sekitar, tapi tidak kutemuken keberadaan keluarga Arif.Aku sendiri tidak tahu siapa yang menghubungiku tadi karena nomornya tidak ada dalam daftar kontak.Mungkinkah ini ada kaitannya dengan Yumna? aku mengerti perasaan Arif pasti begitu hancur, wanita yang dia impikan menjadi makmumnya, ternyata lari bersama laki-laki lain dalam keadaan mengandung.Banyak yang berteriak memintanya turun, tetapi Arif masih bertahan berada di puncak.Apa yang bisa aku lakukan dalam kondisi ini? aku takut di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status