"Dasar brengsek!" hardiknya dengan wajah kesal. Nayla melangkah dengan cepat. Ia tidak perduli orang yang melewatinya menatapinya.
Sepanjang perjalanan tak henti Nayla menggerutu, menahan air matanya untuk tidak jatuh. Sudah cukup, kesabarannya sudah habis. Seharusnya Nayla bersikap biasa saja, tapi sebagian dari dirinya tidak terima. Rasanya dadanya seperti ditusuk jarum, sakit dan perih.
Dari belakang terdengar suara motor Raka. Nayla tidak perduli, dia tetap melangkah. Raka bernafas lega saat melihat Nayla.
"Nayla dengerin aku dulu, "ucap Raka menggapai tangan Nayla, tapi dihempaskan Nayla.
"Dengerin aku dulu, La."
"Apa? Nggak guna!" bentak Nayla marah. Menepis tangan Raka dan melangkah. Raka membiarkan motornya lalu mengikuti langkah Nayla.
Nayla berdecak geram saat melihat Raka sudah
"Aku langsung pulang," ucap Raka saat sampai di gerbang rumah Nayla. Nayla tersenyum membalas tatapan dingin Raka. Sekarang entah siapa yang harusnya marah. Nayla menatap kepergian Raka."La, baru pulang?" tanya Ayu melihat Nayla masuk. Nayla tidak berkata apa-apa. Ia langsung memeluk Ayu dengan erat tersirat kesedihan diwajahnya. Ayu tidak mengurungkan niatnya untuk bertanya, ia tahu Nayla terlihat lelah dan seperti memendam sesuatu. Nayla merebahkan tubuhnya di atas kasur, bermalas-malasaan. Pagi ini terasa berbeda. Raka tidak menelpon, tidak ada pesan singkat cowok itu. Kalau sudah seperti ini ia merasa ada masalah. "Kata Tante, lo ngurung diri di kamar. Makanya gue samperin." Beca sudah ma
Raka berdiri di depan Nayla. Gadis itu mendongak melihat Raka dengan tatapan dingin. Lalu Raka berjongkok di depan Nayla. "Balapannya udah lama di rencanain, La. Jadi nggak bisa dicancel." Raka menatap bola mata bening itu. Gadis itu mengalihkan pandangannya dengan kesal. "Please, kali ini aja ngerti." "Hari ini kamu nggak ada kasih kabar ke aku. Taunya kamu mau balapan aja," ketus Nayla tidak mau melihat Raka. "Sayang, hari ini kita jangan berantem ya. Kamu mau aku nggak balapan? Semua lagi nungguin aku La, jangan larang aku ya." "Aku larang juga kamu pasti masih balapan kan?" ucap Nayla melihat wajah Raka yang serba salah. "Kamu maunya apa sih ke sini? Ngelarang aku, hm? Please dong La, jangan manja." Raka mena
Rumah Nayla begitu damai dipenuhi hiasan bunga-bunga di halaman rumahnya. Nayla berdiri ditepi jendela kamar melihat panorama keindahan taman halaman rumah. Sudah sebulan semenjak Nayla memutuskan Raka, seakan kejadian itu baru terjadi semalam. Masih terdengar suara Raka yang berteriak-teriak memanggil namanya saat dia meninggalkan Raka, wajah sayunya. Nayla menghela nafas pelan. Tubuh langsing Nayla masih berbalut dengan baju tidurnya, terasa dingin saat angin pagi menghembus tubuhnya dari jendela. Wajahnya masih murung dan tidak ceria. Nayla melangkah ke kasur. Dia duduk sambil memandang sekelilingnya, suasana seperti kapal pecah, plastik bekas cemilan tergeletak di lantai. Laptop terbiar di atas kasur, tadi malam dia begadang nonton film. Kebiasaan lamanya kambuh. Tidak ada lagi baju Raka yang biasa digantung di depan lemari.Dihempaskan tubuhnya ke dalam kasur menggeliat malas, hari ini libur memb
Rangga menyetir mobilnya dengan tenang menuju sekolah SMA Budi mulia. Pagi ini Rangga berbaik hati menjemput Nayla dan Beca. Mobilnya terus memasuki gerbang sekolah, ketika itu dia melihat Tina diantar oleh seorang laki-laki dengan motor yang sangat familiar. Rangga merasa seperti mengenal laki-laki itu. Lalu Rangga menatap gelisah pada Nayla yang duduk di sampingnya, kemudian menoleh ke belakang melihat Beca. Mereka saling menatap.Raka mengantar Tina ke sekolah dan Nayla melihatnya dengan sangat jelas.Nayla keluar dari mobil berjalan masuk bersama Beca. Raka melewati mereka begitu saja, seakan tidak pernah mengenal Nayla.Rasa sakit di hati Nayla dicoba disembunyikan dari kedua temannya dengan senyum tipis. Tina tidak peduli dengan situasi mereka. Dia dengan cuek berjalan begitu saja. &nb
Raka memilih untuk menonton film fash & furious 8, karena Raka lebih menyukai film action dibanding yang melow. Katrine hanya menghela nafas pendek saat tahu Raka sudah membeli tiket, padahal dia ingin menonton Aladin yang berbau romantis. Katrine mencoba menggerakkan tubuhnya selayaknya mereka sepasang kekasih, tapi Raka sama sekali tidak mengerti kode yang diberikan Katrine. Raka tetap asyik menonton, gadis itu menempelkan kepalanya di pundak Raka, tapi Raka hanya cuek tanpa ada belaian tangan di rambutnya. "Kiss me," bisik Katrine membuat Raka terkejut matanya membesar.Gila! Nih, cewek agresif banget! Raka men
"Raka jelasin sama gue apa maksud lo jalan sama Katrine?" tanya Ellena yang pagi-pagi sudah menyerang Raka. Seluruh kampus sedang membicarakan Raka yang sekarang sering gonta-ganti pasangan dan sekarang dengan Katrine. "Nggak ada hubungannya sama lo," tegas Raka meninggalkan Ellena yang berada di depannya. Ellena menarik tangan Raka.Wanita bertubuh seperti model itu tidak mau berhenti begitu saja. "Gue sayang sama lo. Kenapa lo harus sama perempuan lain? Sedangkan gue masih stay buat lo." Raka mulai muak dengan rengekan Ellena, dulu dia putus dengan Ellena karena wanita ini selingkuh dengan senior mereka. Dan itu harga mati untuk Raka. Dilihat dari segi mana pun Nayla lebih pantas untuk dicintai
"Hai Tante," sapa Tina pada wanita paruh baya yang sangat anggun itu. Wanita itu mengenakan baju formal dan sepatu hak tinggi. Wanita itu tersenyum pada Tina saat dia sudah melangkah keluar dari ruang guru. "Tina udah pulang sekolah?" ucap Anjani, ibu Raka. Tina sudah tahu bahwa Anjani adalah ibu Raka. Mereka bertemu di restoran tanpa sengaja, dan Raka memperkenalkan ibunya pada Tina. "Belum Tante, aku mau kumpul di basecamp PA dulu. Masih ada kegiatan," jawab Tina tersenyum ramah. "Wah. Kamu sama dengan Raka suka naik gunung. Jarang ada perempuan cantik mau ikutan naik gunung." Anjani menatap lembut pada Tina. Mereka beriringan berjalan di koridor utama.Dan ternyata di seberang Anjani dan Tina terlihat Nayla dan Beca yang sedang berjalan ke depan.Mama Raka sama Tina dekat banget, pikir Nayla saat melihat keakraban kedua orang di depa
Nayla dan Beca memenuhi undangan Anjani untuk datang ke rumah Raka. Sejujurnya Nayla datang dengan berat hati, setelah ia melihat adegan menjijikan Raka dan Tina. Mestinya tidak ada lagi alasan Nayla untuk cemburu karena mereka sudah putus.Apakah hubungan mereka selama ini sudah sedekat itu? Dan sekarang terjawab oleh mata kepala Nayla sendiri.Kini Nayla berdiri di depan pintu rumah Raka, hubungan dia dan Raka sudah putus dan tak mungkin bisa kembali lagi. Kalau bukan karena Anjani, tentu saja dia tidak akan datang ke rumah Raka, mantannya. Tapi, tetap saja kejadian di kelas itu mengganggu pikirannya."Serius lo gakpapa ketemu Raka?" tanya Beca di samping Nayla, gadis itu menatap lekat gerakan Nayla. Menekan bel saja dia masih berfikir."Gue sama Raka sudah putus, terserah dia mau dekat sama siapa. Termasuk Tina juga." Nayla menekan ucapannya.Harusnya g