Share

3. Berlayar

Author: MY Ansori
last update Last Updated: 2023-04-23 21:22:21

"Hah, Nona. Anda tidak boleh ikut." James memasang wajah kesal.

"Jika begitu, aku akan meminta para serdadu itu untuk menangkapmu, Tuan." Samantha pun memasang wajah tegas.

"Berani sekali anda mengancam saya, Nona."

"Hei, anak buahmu yang memintaku untuk membebaskanmu." Samantha menjelaskan sebuah alasan.

Ketika dikatakan jika para kru kapal itu sebagai 'anak buah' maka mereka serentak menjawab, "kami bukan anak buah, Nona. Kami mitra." seorang pria yang tadi memohon kepada Samantha memberi penjelasan. "Kami bermitra dengan perjanjian kontrak."

Samantha menatap pria Melayu bertubuh agak gemuk. Sekarang dia terlihat lebih percaya diri dibandingkan tadi. Mungkin karena dia senang jika sumber uang tidak jadi melayang.

"Aku tetap tidak ingin ada wanita ikut dalam pelayaran," James bersikukuh.

"Kenapa? Anda menganggap saya lemah?"

"Nona. Rencana kami ke Borneo demi mencari sesuatu ke hutan belantara. Kami tidak berencana singgah di kota."

"Anda bisa merubah rencana, Tuan."

Samantha menyilangkan tangan di dada. James tetap menggelengkan kepala.

"Baiklah, aku akan membayar kalian."

"Anda bisa ikut kapal lain."

"Kapal lain baru tiba esok lusa."

"Anda bisa menunggu ...."

"Tidak bisa! Jika aku menunggu lebih lama lagi, aku takut terjadi sesuatu kepada ayahku!"

"Tidak akan, ayah anda akan baik-baik saja."

"Kau tidak akan mengerti! Karena, tidak pernah merasakan apa yang tengah aku rasakan ....," Samantha bicara lirih.

"Anda salah, saya pernah kehilangan kedua orang tua saya. Dua-duanya. Anda beruntung karena masih memiliki ibu yang menunggu di rumah. Pulanglah, ibu anda pasti mengkhawatirkan anda."

"Ibuku sudah ada yang menjaga."

"Ayah anda pun sedang dicari ...."

"Tidak. Aku harus bertemu ayahku, apa pun keadaannya. Kau tidak mengerti."

"Justru saya mengerti."

"Kau berpura-pura mengerti demi menolakku untuk turut pergi."

"Nona, aku tidak bohong. Orang tuaku hilang dan aku tidak pernah melihat mereka untuk terakhir kalinya .... bahkan sekedar melihat jenazahnya."

Samantha menatap James. Samantha berpikir jika, kali ini orang itu memang serius.

James memilih untuk memeriksa perlengkapan di dalam kapal layar yang tengah berlabuh. Pria itu enggan menanggapi Samantha yang terkesan merajuk. Sedangkan para kru kapal hanya berdiri menanti sikap James yang jelas berbeda dengan keputusan yang mereka pilih.

"Hei, cepat naikkan jangkar. Kita berlayar!" James sebenarnya ingin marah kepada Samantha tetapi memuntahkan kemarahan itu kepada kru kapal.

Orang-orang itu hanya terdiam.

"Cepat!" James membentak.

Orang yang dibentak tidak ingin menuruti saja keinginan James.

"Tuan James, kita sepakat jika di atas kapal, aku yang memimpin," seorang pria bertubuh agak gemuk tampaknya enggan diberi perintah. "Anda tidak lupa itu kan, Tuan?"

Samantha tersenyum. Dia merasa ada yang lucu dengan situasi yang ada di hadapannya. James tidak ingin gadis itu turut serta. Padahal, sebaliknya dia diperbolehkan untuk turut serta oleh si pemilik kapal.

"Akhh! Ya, ya, ya, aku tidak bisa melarang." James menatap Samantha. "Tapi, kau jangan menyusahkanku."

Mata Samantha mendelik.

"Hei, hei, engkau sudah membawa perbekalan?" James heran karena Samantha membawa sebuah koper. Dia mengambil koper yang semula tersembunyi di dalam pos jaga.

"Aku tidak ingin ibuku tahu jika aku pergi. Koper ini sudah dipersiapkan sejak kemarin. Andaikan ada kapal yang siap membawaku, aku bisa langsung pergi."

Semua orang yang mendengar penjelasan Samantha, memasang wajah terheran-heran sekaligus kagum. Diantara mereka ada yang mengacungkan jempol. Memuji kecerdasan gadis itu.

"Ternyata kau memang sudah menyiapkan semuanya, Nona." pria bertubuh agak gemuk _belakangan diketahui jika dia pemilik kapal_ memuji Samantha. "Ah, selamat datang di kapal Bintang Timur, Nona."

"Tuan, bisakah kita berangkat lebih cepat?" Samantha mengajukan permintaan.

"Tentu saja, Nona. Kenapa pula harus terburu-buru?"

Jawaban dari pertanyaan itu segera diperoleh karena dari kejauhan tengah berlari dua orang laki-laki ke arah tepi dermaga. Mereka mengarah tepat ke kapal yang ditumpangi Samantha.

Bagi Samantha, kedua orang itu bisa menjadi penghalang akan niatnya. Dia tahu jika sang ibu mengirimkan orang untuk memantau gadis itu meskipun dari kejauhan. Dia menyadari hal itu sejak beberapa saat lalu.

Kini, ketika kedua orang itu mendekat maka Samantha segera meminta si kapten kapal untuk menarik sauh dan segera menjauh dari dermaga. Mata gadis itu menatap ke arah dua laki-laki tersebut yang terlihat kecewa. Mereka berdua tertunduk lesu. Mungkin saja majikannya akan memarahi mereka karena tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik.

"Sampaikan kepada ibuku, tidak usah khawatir! Aku hanya pergi sebentar!"

Percuma saja Samantha berusaha untuk dicegah. Gadis itu telah membuat keputusan sehingga sulit rasanya bagi dia untuk dicegah. Sungguh sia-sia saja mencegah Samantha untuk menarik kembali keputusannya.

***

Kapal Bintang Timur semakin menjauh dari Pelabuhan Singapura. Meninggalkan kapal-kapal berbagai ukuran yang berjejer di dermaga. Meninggalkan pula apa yang telah tersedia di sana. Kemudahan hidup sekaligus kesulitan yang pernah dialami.

"Nona, mumpung belum jauh ...," James mendekati Samantha yang berdiri di buritan.

"Kenapa? Anda masih berharap saya membatalkan niat saya, Tuan James?"

"Perjalanan ini penuh resiko."

"Saya tahu, Tuan. Anda tidak usah memberitahu saya akan hal demikian."

Samantha berlalu meninggalkan James yang belum rela jika di kapal itu ada penumpang seorang wanita. Semua kru saling lirik. James menggelengkan kepala karena masih sulit menerima karena dia harus mengubah rencana.

"Oh, Nona. Tampaknya anda sudah siap menjadi seorang pelaut," si Kapten Kapal memuji penampilan baru dari Samantha yang keluar dari lambung kapal.

Samantha mengedipkan sebelah matanya.

"Tuan-tuan, anda jangan lupa jika saya putri seorang pelaut."

"Ya ya ya. Jika begitu, bersedia saya rekrut menjadi kru Bintang Timur?"

"Kenapa tidak."

"Oh, baiklah. Mulai petang ini, saya angkat Nona Samantha menjadi anak buah kapal Bintang Timur."

"Aha, saya bersedia menerima perintah, Kapten ... Kapten, siapa nama anda?"

"Muhsin, Panggil saya Kapten Muhsin." Orang yang bertubuh agak gemuk itu memperkenalkan diri sembari memegang kemudi. "Nah, dia si jangkung, Ali. Itu Luqman, Faisal dan Iskandar."

Mereka yang disebut namanya memberi salam hormat.

"Senang bekerja dengan anda, Tuan-tuan."

James menggelengkan kepala. Samantha malah semakin banyak bertingkah. Gadis itu naik ke tiang layar. Celana panjang dan kemeja putih yang dikenakannya memudahkan dia untuk bergerak. Samantha memicingkan mata. Memandangi cakrawala yang gelap tanpa semburat cahaya.

"Kapten, langit di sana gelap!" Samantha berteriak memberitahu Kapten Muhsin.

"Oh, itu pertanda akan ada badai, Nak. Bersiaplah!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Negeri Tanpa Penghuni   109. Akhir

    Berbulan-bulan kemudian ...***Samantha dan James kembali melakukan perjalanan ke pedalaman hutan Borneo. Bukan tanpa tujuan, justru mereka ke sana untuk dua tujuan. Kali ini, mereka mempersiapkan banyak hal. Menggunakan tiga perahu yang bisa memuat banyak barang, akhirnya rombongan berhasil mencapai danau sebagai habitat kelelawar raksasa. Tujuan utama dari James, menangkap si makhluk eksotis untuk dijadikan koleksi. Dimana misi sebelumnya mereka gagal membawa pulang hewan liar nan langka tersebut. "Ah, aku tidak menyangka jika akan kembali lagi ke tempat ini," Samantha menghela nafas panjang. Kedua tangannya memegang pinggang sambil meringis. "Sungguh tempat yang membuat aku rindu.""Ya, memang tempat yang mengundang kerinduan." James pun turun dari perahu kemudian menginjakkan kaki di atas tanah berumput. "Tapi, kali ini perjalanan terasa melelahkan dibandingkan pertama kali ke sini.""Karena sekarang kau tengah hamil." James masih tetap bicara ketus sambil menyiapkan senapan y

  • Negeri Tanpa Penghuni   108. Kemudian

    Sekitar satu tahun kemudian ...***Kala itu, akhir pekan nan ramai oleh orang yang melakukan hal sama. Kota Singapura, menjadi tempat persinggahan bagi Samantha dan James setelah melakukan perjalanan bersama mengelilingi pulau Sumatera. Kini, keduanya kembali menuju kota tersebut karena masih ada Nyonya Edmund sebagai orang tua yang biasa dikunjungi. Kedua sejoli menghabiskan waktu bersama di dalam kota sejak pagi. Selain mengunjungi taman kota, mereka pun sempat singgah di sebuah toko barang serba ada yang menyediakan banyak keperluan. "Nah, ini toko langgananku," James turun dari kereta kuda kemudian berdiri tepat di depan sebuah toko yang dijaga oleh seorang lelaki Cina. "Haia, selamat datang, Tuan." Si Pemilik Toko menyambut mereka dengan ramah. "Apa kabar, Tuan?""Lebih baik, dibandingkan terakhir kali aku datang ke sini."Pemilik toko itu tampaknya tidak terlalu ingat kepada James. Mungkin sudah begitu banyak orang yang datang ke sana serta ingatannya pun mulai buruk sehingg

  • Negeri Tanpa Penghuni   107. Tujuan

    Dalam benak Samantha, "sudah sejauh ini aku melangkah, maka aku harus menyelesaikannya," ketika Martin menodongkan senapan tepat di belakang lehernya. Hanya memiliki waktu beberapa saat saja untuk menentukan apakah bertarung sampai mati atau menyerah sebagaimana yang diinginkan pihak lawan. Kedua tangan gadis itu diangkat ke atas sambil menatap ke dalam ruangan gelap di bawah kabin. Belum bisa melihat bagaimana keadaan sang ibu, tetapi mendengar suara saja sudah bisa dipastikan jika wanita itu tidak baik-baik saja. "Martin, hentikanlah," terdengar suara parau dari Nyonya Edmund. "Kau boleh mengambil apa yang kau inginkan, tapi lepaskan anakku. Jangan kau sakiti dia."Martin tidak menghiraukan perkataan dari kakak iparnya. "Dia tidak tahu apa-apa."Samantha menantikan bagaimana sang paman bereaksi. Tetapi, bisa diduga jika Nyonya Edmund pun tidak tahu jika sang putri sudah tahu kebusukan pamannya tersebut. "Jika kau menginginkan harta itu, ambillah. Aku tidak membutuhkannya." Nyony

  • Negeri Tanpa Penghuni   106. Cepat

    Kapal Orion bergoyang-goyang setelah lubang menganga terbentuk di buritan bagian bawah. Dalam keadaan demikian, mistar layar bergoyang-goyang, membuat Samantha kesulitan menjaga keseimbangan. Ditambah, pinggang sebelah kanan gadis itu terluka. Darah membasahi bajunya sehingga berubah warna menjadi merah. Di buritan, ada seseorang yang siap menembak untuk kedua kalinya. Kali ini, dia bisa mengenali wajah orang itu. "Martin," batin Samantha berusaha memastikan jika orang yang akan membunuhnya adalah pamannya sendiri. Dor!Sekali lagi, suara senapan terdengar. Samantha berhasil mengelak dengan cara menggantungkan tubuhnya seperti seekor kelelawar. Kepala di bawah dengan kaki masih mengapit mistar layar. Tapi, tidak ada peluru yang mengenai tubuhnya. "Terima kasih, James." Bola mata Samantha tertuju kepada James yang merebut senapan dari tangan Martin. Mereka berdua pun terlihat bergumul.Bagi Samantha, dia tidak boleh terlihat kesakitan di mata James. Maka dari itu, rasa sakit pada

  • Negeri Tanpa Penghuni   105. Titik

    Setelah berbagai upaya dilakukan, pada akhirnya kapal Orion berhasil didekati oleh kapal Liberty. Posisi keduanya melaju dalam satu garis sehingga berlayar secara beriringan. Posisi yang tidak ideal untuk menembakkan meriam karena meriam-meriam dipasang di sisi lambung kapal. Dan, untuk menembakkan meriam, kedua kapal harus berada dalam posisi menyamping. Kecuali, meriam didorong hingga terpasang di posisi yang dikehendaki. Namun, itu pun bukan ide yang baik karena akan sangat merugikan. "Ah, mereka tahu kekuatan kapal ini," Samantha menyimpulkan keadaan. "Tentu saja, Nona. Kedua kapal berasal dari galangan yang sama."Kapal Orion tidak memulai untuk menembakkan meriam. Begitupula, kapal Liberty. Alasannya, "jaraknya belum cukup, Kapten." Samantha memberikan perkiraan. Apa yang akan dilakukan oleh Samantha dan para awak kapal Liberty bisa dibilang bentuk kenekatan semata. Cukup jelas terlihat awak kapal musuh sudah siap untuk menembak. Andaikan pihak kapal Liberty memulai seranga

  • Negeri Tanpa Penghuni   104. Kendala

    Dalam usia yang masih belia, Samantha memiliki musuh besar. Bukan hanya musuh biasa, gadis itu harus berhadapan dengan seorang pejabat Britania Raya yang memiliki kekuasaan. Orang tersebut masih memiliki pertalian kekerabatan dengannya, Paman Martin. "Jadi, dia pamanmu, Nona?" Kapten Sayyid bertanya demi meyakinkan dirinya sendiri tentang siapa yang tengah dihadapi. "Saya pun pernah mendengar namanya. Dia pejabat di Pontianak.""Ya, betul. Dia menikah dengan adik ibu saya.""Oh, adik ipar yang culas."Samantha tersenyum ketika mendengar komentar dari sang kapten. Gadis itu menoleh kepada Sayyid yang bertindak sebagai jurumudi. Sebuah senyuman ironi tersungging dari bibirnya. Mendengar cerita dari Samantha, sepertinya pria keturunan Arab itu punya alasan untuk terus menatap ke depan demi mengejar kapal Orion yang melaju begitu kencang. "Nona," terdengar Iskandar berteriak dari geladak, "semua sudah siap!" Samantha mengacungkan ibu jari. Iskandar pun kembali masuk ke dalam lambung k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status