Keesokan harinya, rumah Galuh tampak kedatangan tamu. Stecy yang masih repot membereskan segala pekerjaan.
"Sebentar!" jerit Stecy merasa pusing pada bel yang tak kunjung berhenti berbunyi.
"Duh, gak sabaran banget sih. Iya, sebentar!" omelnya yang kembali menjerit dan melangkah lebih cepat.
Stecy membuka pintu dan terkejut saat melihat dua orang wanita paruh baya yang juga ikut terkejut.
"Kamu siapa?" tanya salah satu wanita yang memakai pakaian yang terlihat mewah. Sedangkan wanita paruh baya satu laginya memakai pakaian lusuh.
"Loh, Ibu berdua ini yang siapa?" tanya balik Stecy masih memperhatikan dua wanita paruh baya itu.
Awalnya sih Stecy menebak kalau dua wanita paruh baya ini pengemis. Tapi rasa-rasanya tidak mungkin, sebab salah satu wanita paruh baya ini terlihat anggun dan sepertinya orang kaya.
"Jangan bilang kalau kamu kekasih anak saya?"
Stecy melotot kaget mendengarnya, "
Galuh mengecupnya dengan sayang serta memeluk erat sang mama tercinta. Hal itu dilihat langsung oleh Stecy dan mbok Asri yang tertegun melihatnya.Kelihatan dengan jelas sekali jika Galuh begitu menyayangi wanita yang tengah dipeluknya kini."Aku senang Mama datang kesini," ungkap Galuh setelah pelukan terlepas.Tak di duga mama Galuh justru berekspresi cemberut seraya berujar. "Kamu berhutang penjelasan sama Mama."Galuh tersenyum, "Iya Ma. Galuh akan jelaskan, tapi nanti ya.""Gak mau. Mama maunya sekarang.""Ya tapi Galuh mau mandi dulu Ma, gerah banget soalnya baru pulang kerja gini.""Hmm, yaudah deh. Tapi kamu beneran cerita sama Mama ya nanti siap mandi."Galuh tidak menjawab, hanya tersenyum saja menanggapi ucapan mamanya. Ia beralih menatap Stecy yang kini menunduk menatap lantai."Stecy!"Tersentak kaget ketika namanya dipanggil, Stecy mendongak menatap Galuh. "Iya, Pak?"&nb
"Stecy!" Galuh terlihat panik luar biasa melihat Stecy yang merintih kesakitan.Dengan sigap ia pun memasukkan jari Stecy yang berdarah ke dalam mulutnya. Menghisap darah yang mengalir cukup deras dari luka sobeknya.Stecy kaget dengan reaksi Galuh yang spontan ini, yang tanpa saja mengalirkan perasaan berdesir baginya.Begitu pun dengan mama Galuh yang juga kaget dengan reaksi sang anak. Terlihat begitu perhatiannya Galuh pada pelayan barunya itu.Stecy yang risih dan tak nyaman di situasi ini pun mencoba menarik jarinya yang masih di dalam mulut Galuh."Maaf, saya terlalu panik tadi makanya tanpa mikir panjang saya langsung melakukan itu.""Iya Pak, saya mengerti dan terima kasih." Galuh mengangguk."Lain kali kalau ada benda jatuh dan pecah, jangan asal main ambil pakai tangan gitu aja. Kayaknya gini kan jadinya."Garin cemberut mendengarnya, "Bapak kok jadi ngomelin saya sih?""Bukan ngo
Stecy menolak permintaan paman dan bibinya yang menyuruh dirinya agar tak usah bekerja lagi. Tapi Stecy jelas menolaknya karena tak ingin jika hanya menumpang begitu saja.Lagian dia juga harus punya pekerjaan agar ada alasan untuk tetap bertahan disini. Di kota ini.Stecy pasrah jika memang ia dipecat oleh Galuh. Ia juga tak akan memaksa Galuh untuk mempertahankannya, toh ia juga merasa kasihan pada mbok Asri. Sepertinya wanita paruh baya itu terlihat sangat membutuhkan pekerjaan. Lagian mbok Asri juga pilihan dari mamanya Galuh.Tapi satu yang tak Stecy mengerti dari Galuh. Kenapa pria itu meminta dicarikan seseorang yang setengah tua untuk bekerja di rumahnya? Memangnya kenapa dengan yang muda?Dan Galuh menerima dirinya ini yang masih muda, apakah benar atas dasar karena rasa kasihan saja?Ah, nanti akan Stecy tanyakan jika ia bertemu dengan Galuh."Ndok, kok termenung?" tanya bu Mutia mengaggetkannya.Stecy ters
Saat hari libur tiba Stecy sedikit canggung bekerja di bawah pengawasan langsung oleh sang pemilik rumah. Apalagi hanya berdua di rumah itu, rasanya Stecy tidak begitu bebas beraktivitas.Galuh yang dapat melihat itu semua pun mencoba memberi pengertian pada Stecy."Santai saja," ucapnya tiba-tiba. "Kalau memang kamu merasa gak nyaman karena kehadiran saya di rumah ini. Oke, saya bisa pergi sampai kamu selesai mengerjakan semuanya.Dan tanpa menunggu jawaban Stecy, Galuh langsung beranjak pergi meninggalkan rumah.Namun sepertinya keputusan Galuh pergi salah bagi Stecy. Sebab tak lama setelah Galuh pergi ada dua orang tamu tak di undang datang.Stecy menatap bingung dua wanita cantik di hadapannya. Yang satu wanita dewasa dengan dandanan yang terlihat anggun dan seksi. Sementara yang satunya adalah gadis kecil yang kira-kira kalau Stecy taksir umurnya sekitar delapan tahunan."Kamu siapa?" tanya wanita itu yang
Hari libur telah berakhir, dan Galuh sudah kembali bekerja seperti biasanya. Tinggallah di rumah hanya ada Stecy dan Miyara. Sedari pagi tadi gadis kecil terlihat sudah merecoki Stecy. Minta inilah, minta itulah. Dan semuanya harus Stecy lakukan cepat.Stecy lelah, teramat sangat lelah dibuat Miyara yang sepertinya sengaja ingin mengerjainya.Gadis kecil itu bahkan beralasan tak masuk sekolah karena katanya kurang enak badan. Galuh yang mempercayai alasan anaknya itu pun menurut. Jadilah Miyara di rumah satu harian ini dengannyaStecy!" jerit Miyara memanggil namanya untuk yang kesekian kalinya.Stecy yang masih sibuk di dapur pun lari tergopoh-gopoh ketika mendengar namanya dipanggil."Aku lapar," kata Miyara merengek pada Stecy."Iya, ini Kakak juga lagi masak untuk makan malam sayang. Tunggu sebentar ya," pinta Stecy meminta Miyara untuk bersabar menunggu sedikit lagi.Sayangnya Miyara menggelengkan kepalanya sera
"Papa, aku ingin diantar sama Kak Stecy ke sekolah." pinta Miyara pada Galuh yang terkejut. Begitu pun Stecy yang juga terkejut luar biasa."Loh, kenapa gitu sayang?""Iya, kepingin aja diantar sama Kak Stecy ke sekolah." kata Miyara beralasan."Boleh ya, Pa?" bujuk Miyara dengan binar matanya yang memohon.Kalau sudah begitu, bagaimana mungkin Galuh sanggup menolaknya. Galuh pun tersenyum mengangguk sembari membelai lembut surai hitam panjang nan lebat milik sang anak."Tentu saja boleh sayang. Tapi, Kak Stecy-nya mau gak?"Miyara menoleh pada Stecy yang mulai merasakan firasat tak enak jika berhubungan dengan Miyara."Kak Stecy mau kan anterin aku ke sekolah?" bujuk Miyara dengan nada yang lembut dan terdengar menggemaskan.Galuh ikut menatap Stecy, ia berharap Stecy mau menuruti permintaan anaknya. Semoga saja."Aduh, gimana ya, Kakak banyak kerjaan setelah ini. Kalau antar kamu jug
"Bagaimana sekolah hari ini?" tanya Galuh pada putrinya ketika makan malam tiba.Miyara menghela nafas kesal, "Papa, apa tidak ada pertanyaan yang lain untuk ditanyakan?""Loh, kok gitu? Memangnya kenapa dengan pertanyaan Papa tadi? Apa salah?""Bukan, hanya saja Miyara bosan mendengar pertanyaan seperti itu." sahut Miyara menjelaskan."Mama dan Papa selalu bertanya begitu," Miyara cemberut.Stecy yang berdiri disana menjadi tak nyaman, ia berniat ingin pergi dengan alasan pamit pulang saja. Namun Galuh mencegahnya dan bertanya apakah Stecy sudah makan malam.Stecy pun berbohong, ia menganggukkan kepalanya namun Galuh terlihat tak percaya."Kenapa wajahmu terlihat pucat," ucap Galuh membuat Stecy panik dan menyentuh wajahnya."Nggak apa-apa Pak, mungkin karena masih capek aja." cengirnya.Galuh mengangguk dan mengajak Stecy untuk ikut bergabung makan malam bersama dengannya dan M
Stecy tak percaya jika gadis kecil itu kembali berulah. Terniat banget Miyara ingin menyusahkannya, lihatlah pagi-pagi sekali Miyara sudah heboh sendiri merengek-rengek pada Galuh untuk membelikannya sebuah sepeda dan juga sepeda motor.Saat ditanya Galuh untuk apa, dengan entengnya Miyara menjawab untuk Stecy belajar. Sontak saja Stecy yang mendengar itu jadi kaget, tak menyangka bahwa Miyara akhirnya benar-benar meminta itu."Iya, akan Papa belikan. Tapi belinya bertahap ya sayang," kata Galuh mencolek hidung mungil Miyara."Iya kapan belinya Pa?""Nanti sayang.""Nantinya itu kapan Pa? Pagi, siang sore atau malam?" tanya Miyara menuntut kepastian."Astaga, putriku!" pekik Galuh terkekeh. "Pokoknya nanti akan Papa belikan. Sayang, memangnya kamu gak percaya sama Papa ya?""Bukan gitu Papa, Miyara cuma mau kepastiannya aja. Soalnya Miyara udah gak sabar untuk di antar jemput sama Kak Stecy selama disini." Miya