Pov Galuh.
Tepat hari ini dua bulan sudah aku menyandang status baru, yaitu menjadi duda. Aku sedih? Ya, sedikit.
Karena perasaan bahagia dan lega lebih banyak aku rasakan kini. Bisa lepas dari ikatan pernikahan dengannya yang sudah begitu tega dan jahat menghianatiku sebanyak tiga kali.
Bayangkan? Tiga kali!
Siapapun pasti tidak akan pernah mau di khianati. Apalagi sampai tiga kali, big no!
Dan aku si pria bodoh yang mau memaafkan kesalahan dan kekhilafan mantan istriku sampai bisa terkecoh tiga kali. Seharusnya belajar dari pengalaman bahwa sekali berbohong, maka orang tersebut akan ketagihan berbohong dan terus berbohong.
Saat itu aku pikir mantan istriku benar-benar mau berubah. Mengingat raut wajahnya kala itu seperti tampak menyesal dengan apa yang ia lakukan. Jadinya ya ku maafkan saja dia. Sayangnya, perselingkuhan kembali terjadi lagi dan lagi.
Dan ketiga kalinya, menurutku sudah sangat pantas. Tidak ada lagi maaf dan kesempatan untuk yang ketiga kalinya. Tak akan.
Mengenai anak? Kami memiliki satu anak perempuan, namanya Miyara. Dia tinggal dengan ibunya pasca kami resmi bercerai. Aku kalah, hak asuh anak jatuh ke mantan istriku. Fayla.
Miyara tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat cantik, kini dia sudah duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Biasanya setiap dua minggu sekali pada hari weekend Miyara baru akan di antar kemari. Ini masih minggu pertama, dan aku sudah sangat merindukan putriku.
"Oh, hati. Cobalah lebih sabar sedikit lagi. Minggu depan kau sudah bisa meluapkan rindumu pada Miyara." gumamku berusaha menguatkan diriku sendiri.
Karena ini berhubung hari libur, aku pun memutuskan untuk lari pagi. Kegiatan yang memang kerap kali ku lakukan saat hari libur.
Tapi lari pagi kali ini terasa berbeda. Aku melihat seorang wanita yang tengah duduk di bawah pohon rindang dengan mata terpejam.
Firasat ku mengatakan yang tak enak, aku takut jika wanita itu kenapa-napa. Makanya tanpa pikir panjang aku langsung mendekatinya.
Namun tak ku sangka wanita itu justru mengulurkan tangannya padaku seraya mengatakan. "Akhirnya lo datang juga."
Aku terbengong bingung, apa maksudnya dia memang sedang menungguku?
"Mana minumannya?"
Duh, aku makin bingung. Minuman apa? batinku bertanya-tanya.
Dia mengulangi kata-katanya yang tadi. "Mana minumannya, Usron?"
Usron?
Apakah Usron yang di maksud wanita ini adalah tetangga sekaligus karyawanku di pabrik?
Karena lama tak mendapat respon dariku yang hanya lebih memilih diam, ku lihat wanita itu kini mulai membuka matanya dan spontan saja terkejut.
Ku tatap tajam dirinya dengan gaya pongah ku seperti biasa. Sengaja aku melipat kedua tanganku di depan dada.
"M-maaf, saya pikir anda sepupu saya." katanya tampak salah tingkah
"Usron?" ucapku memastikan telinga ku tak salah mendengar.
"Iya, itu nama sepupu saya. Bapak kenal?"
"What? Bapak?" pekik ku mendelik horor padanya yang seenaknya saja memanggilku dengan sebutan bapak. Apakah aku setua itu?
"Apa saya setua itu dimata anda?" tanyaku dengan raut wajah yang makin sangar.
Sialnya dengan tampang polos wanita itu malah mengangguk, seakan tak takut bdengan raut wajahku. Padahal kan aku tampan, tinggi, padat berisi, serta berkharisma.
Eh, kepedean sekali aku ya? Biarlah.
"Kamu tahu tidak umur saya berapa?" tanyaku yang bukannya dijawab, justru ia malah bertanya balik.
"Berapa memangnya?"
"Loh, kan saya tanya. Kok balik nanya sih?" sinis ku makin kesal sekali padanya.
"Sa—"
"Pak Galuh?"
Aku dan wanita itu kompak menoleh ke sumber suara dan melihat Usron melangkah mendekati kami.
"Wah! Gak nyangka ketemu Bapak disini." ungkap Usron tersenyum manis. "Lari pagi juga, Pak?"
"Iya dong, biar sehat." sahut ku.
Urson menyodorkan sebotol minuman dingin pada wanita itu.
"Sebenarnya saya sering loh lari pagi," ujarku sekadar basa-basi.
"Oh ya?" pekik Usron tampak kaget. "Tapi kok kita gak pernah ketemu kayak gini ya?"
Wanita itu terlihat tak acuh dan lebih memilih asyik sendiri. Hmm, baguslah.
"Itu beneran sepupu kamu?" tanyaku seraya melirik sekilas ke arah gadis itu.
Usron mengangguk lalu memanggil nama gadis itu. Oh, jadi namanya Stecy.
Wanita itu bangkit berdiri dengan tangan kirinya memegang botol minuman, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menepuk-nepuk bokongnya yang sepertinya kotor.
"Stecy," katanya sembari mengulurkan tangan kanannya yang pasti kotor. Aku hanya menatap uluran tangan kanannya tanpa ada niat sedikitpun untuk menjabatnya.
Biar saja bila di anggap sombong dan tidak sopan olehnya. Aku tidak peduli.
Ku lihat Usron menyikut lengannya dan mata Usron seakan memberi kode pada wanita itu. Kode yang tak aku mengerti sama sekali.
"Galuh," ucapku yang sama sekali tak urung juga membalas uluran tangannya.
Ku lihat dirinya tampak kesal dsn menarik kasar tangan kanannya yang terulur.
"Stecy, Pak Galuh ini adalah bos gue di pabrik." kata Usron menjelaskan. Namun sialnya, Stecy bukannya kaget justru mengatakan sesuatu yang membuatku makin kesal.
"Bodo amat!"
Tak hanya kami berdua yang terkejut, tapi Stecy juga tampak terkejut luar biasa dengan ucapannya sendiri.
"Uhm, maksudnya saya merasa bodoh sekali hari ini. Amat sangat bodo," cengirnya dengan alasan yang sungguh nyambung sama sekali.
Dih!
***
Aku pikir saat itu adalah pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhirku dengan Stecy. Namun siapa yang menyangka bahwa setelahnya kami bertemu lagi.
Ia tampak terkejut begitu aku membukakan pintu untuknya. Dan dengan konyolnya dia malah mempertanyakan keberadaan ku disini.
Hah, memang aku salah ya ada di rumah ku sendiri?
Dia tampak terkejut setelah aku mengatakan bahwa aku adalah pemilik rumah ini.
Singkat cerita Stecy ke rumahku karena ingin memanggil Usron dan pak Usman untuk pulang.
Tak lama kedua pria itu pun pulang dan aku pun kembali mengerjakan pekerjaan rumahku yang tadi sempat tertunda karena kedatangan ayah dan anak itu.
"Loh, ini ponsel siapa?" gumamku panik.
Aku menduga jika ini ponsel milik Usron yang tertinggal. Sebab hanya dia dan pak Usman yang datang ke rumahku.
Dan rasanya tak mungkin saja jika ini ponsel pak Usman. Karena aku pernah melihat hp pak Usman itu jadul.
Terpaksa aku pun harus ke rumah Usron untuk mengembalikan ponselnya.
Sesampainya disana aku di sambut hangat oleh keluarga Usron, saking baiknya bahkan mereka menawarkan makan siang padaku. Ingin ku menolak tapi merasa tak enak hati hingga aku pun mengangguk setuju.
Ya, gak boleh juga nolak rezeki kan? Seperti yang dikatakan wanita bernama Stecy itu. Hmm, ternyata dia bijak juga.
Tapi, kenapa cara dia melihatku seolah-olah menunjukkan ketidaksukaan?
Sepertinya dia membenciku. batinku menebak-nebak.
Ah, baguslah! Jadi tidak akan menambah daftar wanita yang jatuh cinta padaku.
Aduh, aku bicara apa sih? Sok pedenya.
Kalau banyak wanita yang jatuh cinta padaku, lalu kenapa istriku bisa sampai berpaling pada pria lain?
Ekstra part 5.Stecy menatap tak percaya pada Usron yang memintanya untuk berhenti mengurusi dirinya dan Fayla."Kenapa?" tanya Stecy sedikit kecewa. "Apa lo gak percaya sama gue?" "Bukan begitu, Cy." elak Usron tersenyum. "Kenapa bisa gue gak percaya sama lo? Tentu aja gue percaya dong, hanya saja gue rasa sudah cukup sampai disini Cy.""Ya, sudah cukup sampai disini." sambung Usron mantap."Ya, tapi kenapa? Kenapa lo tiba-tiba gini minta gue untuk berhenti berusaha dalam menyatukan kalian berdua? Hmm, kenapa Us?""Karena gue gak mau ngerepotin lu lagi." ujar Usron sendu. "Gue sadar ka
Ekstra part 4.Stecy lemas setelah mendengarnya langsung dari Usron tentang Fayla yang secara tidak sengaja menolaknya. Acara makan malam bersama di rumah mereka sudah selesai saat Fayla memutuskan untuk pamit pulang. Stecy curiga dan khawatir saat tak melihat Usron yang tak kembali ke ruang makan. Stecy pun memutuskan untuk menemui sepupunya itu yang ternyata tengah merenung seorang diri di dalam kamarnya. Lebih tepatnya kamar tamu yang sudah beberapa hari ini di tempatinya.Usron menatap sedih Stecy yang melangkah masuk ke dalam kamarnya. "Semuanya sudah berakhir, dia menganggap ku cuma bermain-main. Padahal aku, kan...." Usron tak melanjutkan ucapannya. Stecy mengerti maksud se
Ekstra part 3."Oh, jadi ini orang spesial yang kamu maksud sayang?" "Iya Mas," Stecy mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya. Fayla tersipu malu mendengarnya, di anggap spesial oleh keluarga kecil yang manis dan bahagia ini merupakan suatu kebanggaan untuknya. "Mbak, ayo masuk ke dalam." ajak Stecy dengan hangat dan ramah. Fayla mengangguk dan perlahan mereka semua beranjak ke ruang makan. Disana ternyata sudah tersedia berbagai macam makanan enak yang telah di tata rapih di atas meja makan. Galuh dengan sigap dan penuh perhatiannya menarik s
Ekstra part 2."Lo beneran serius mau bantu gue?" tanya Usron memastikan sekali lagi. Usron tampak ragu pada Stecy yang mengatakan ingin membantu dirinya. Usron takut jika sepupunya ini hanya bercanda saja."Memang muka gue terlihat becanda ya?" Stecy menunjuk ke arah wajahnya sendiri."Ya." dengan tampang polos Usron mengakuinya."Sialan!" umpat Stecy kesal. "Gue serius mau bantu lo, Usron.""Alasannya?""Gak ada alasan, ya gue mau ngebantu masalah lo aja." Usron diam, merasa kurang yakin."Oke, jujur gue mau bantu lo karena kalian berdua udah melakukan itu." ucap Stecy menggerakkan jari tangannya membentuk tanda kutip saat mengatakan dua kata itu."Menurut gue ya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Mbak Fa
Ekstra part 1.Stecy semakin merasa khawatir dengan kondisi sepupunya yang semakin lama semakin terlihat memprihatinkan.Dengan kesal Stecy memukul kepala Usron dengan sebuah buku majalah yang tengah dibacanya. Sebenarnya sih bukan pukulan kuat yang menyakitkan, tapi dasarnya Usron yang lebay pun tetap meringis."Biasa aja deh. Gak sampai bikin lo geger otak kali.""Ya memang enggak," ledek Usron tertawa.Stecy mendengkus kesal, "pulang gih sana!""Lo ngusir gue, Cy?""Iya, memang kenapa? Sakit hati?""Dikit." bukannya pulang Usron malah merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang ada disitu.Sontak hal itu membuat Stecy kesal setengah mati. Saat Stecy hendak membuka mulutnya ingin memprotes, dengan cepat Usron mencegahnya."Daripada lu ngomel-ngomel terus, mendingan l
Galuh berkali-kali mengucap syukur pada sang kuasa yang sudah mempertemukannya dengan Stecy yang sejak semalam sudah sah menjadi istrinya.Begitupun dengan Stecy yang juga tiada hentinya mengucap syukur. Siapa yang menyangka jika awal pertemuannya dengan Galuh menimbulkan benih-benih cinta."Benar ya kata orang-orang," ucap Stecy tiba-tiba."Apa?" tanya Galuh bingung."Jangan terlalu membenci karena benci dan cinta itu beda tipis. Iya, kan?"Cup.Terkejut, satu kata yang dapat mendefinisikan ekspresi wajah Stecy saat ini ketika dengan sangat tiba-tibanya Galuh mencium bibirnya sekilas.Stecy menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya karena aksi spontan Galuh tadi."Malu?" goda Galuh."Huum." sahut Stecy dengan manja."Ya ampun sayang, kok kamu masih malu aja sih? Padahal tadi malam kita sudah—""Stop!" pinta Stecy dengan gerakan spontan membungkam mulut G