Pengalaman hidup sampai usianya menginjak 35 tahun, sangat menjadi andil dalam terbentuknya kepribadian Banyu yang sekarang.
Selama hidup, Banyu tak pernah sekalipun mengambil keputusan bodoh. Ia selalu memikirkan dengan matang dan penuh pertimbangan. Jangankan persoalan yang penting yang mempengaruhi secara langsung kehidupannya, yang remeh saja tak luput dari segala pertimbangan. Kepalanya seolah sudah di desain menjadi pengambil keputusan yang baik dan bijak. Kecerdasan, common sense serta tangan dingin yang Banyu miliki tentu saja juga jadi modal utama hingga membuat Artblue —perusahaan star up yang bergerak di bidang periklanan— itu menjadi maju di kurun waktu lima tahun.Itu soal karirnya. Sama halnya dengan hal privasi yang terjadi di hidupnya, Banyu tak pernah sekalipun bertindak gegabah.Termasuk momen satu tahun lalu, saat Hira, mantan kekasihnya, datang kembali ke kehidupan Banyu. Perempuan yang sebenarnya mati-matian ingin ia lupakan. Namun sore itu, Hira dengan manisnya meminta Banyu untuk menemaninya, menjadi pelipur lara tatkala perempuan itu sedang tidak tahu arah, kesepian dan terabaikan. Hira baru saja putus dengan kekasihnya karena satu dan lain hal dan si lelaki memutuskan sepihak pergi ke London.Tentu saja dengan bijaknya, Banyu akhirnya mau menemani Hira melalui proses kesedihannya. Lalu, perasaan sayang itu tumbuh kembali untuk Hira seiring kedekatan mereka. Tumbuhnya begitu subur, sampai Banyu tidak rela melepaskan Hira, apapun yang terjadi. Sementara setelah menyelesaikan kesedihannya di satu tahun terakhir, ia justru memukul mundur Banyu dengan pamit ingin menemui mentan kekasihnya lagi.Apa yang bisa dilakukan Banyu saat Hira dengan jujurnya berkata begitu? Tentu saja Banyu masih berusaha menahan Hira untuk tetap berada di sisinya. Sayang, hasilnya nihil dan Banyu menyerah pada apa yang tidak bisa ia kontrol.Pada akhirnya, keputusan yang baik dan bijak serta penuh pertimbangan sekalipun, ternyata tak cukup dan masih bisa menjadi celah untuk dirinya hancur.Namun, kali ini saja, dalam hidupnya, ia mau mengambil keputusan yang gegabah, keputusan yang tidak berdasar pada pertimbangan panjang, atau segala hal yang logis. Kali ini saja, Banyu ingin membuat keputusan paling impulsif dalam hidupnya, keputusan besar yang timbul saat hatinya setengah mati rasa; menikahi Sara.Banyu turun dari mobilnya dengan penampilan yang formal dan santai. Lelaki itu sengaja membiarkan rambutnya yang ikal terurai tanpa minyak rambut. Tubuhnya yang atletis dibalut dengan kemeja warna biru tua dan celana kain hitam. Ia membuka kacamata hitamnya dengan gerakan lambat. Matanya menyapu bangunan besar di depan sana lalu turun ke bawah, melihat dua orang di bawah pohon samping bangunan.Sejak pulang dari jogging, Banyu dan Sara memang berpisah dan janjian untuk menemui Mario Iswary jam sepuluh siang. Langkahnya menghampiri Sara yang terlihat berwajah datar itu. Mungkin karena kepanasan. Matanya menyipit tajam ke arah Banyu dengan kesal. Bukan kesal karena ia harus menunggu Banyu, melainkan karena Banyu benar-benar datang untuk menemui papanya dan menanggapi permintaan konyolnya."Apa gue telat?" tanyanya saat melihat tatapan Sara sangat tidak mengenakkan."Oh tentu tidak babang tampan. Kita juga baru sampai kok." ujar Babal dengan centilnya.Lengan Sara pun bergerak menyikut lengan Babal yang mulutnya tidak terkontrol kalau bertemu lelaki bening sedikit."Kita masuk?" Banyu bertanya lagi dengan entengnya, lalu berbalik dan memimpin jalan.Terlihat sok tahu sekali prosedur di lapas saat mau menjenguk tahanan, Banyu berbincang dengan salah seorang petugas lapas dengan gestur formalnya. Melihat itu, Sara semakin tidak mengerti apa yang Banyu lakukan. Ia pun menarik tangan Banyu untuk menepi di ujung lorong, meninggalkan Babal yang sudah gantian berbincang dengan polisi gagah.Banyu menggosok-gosok hidungnya. "Whats wrong?""Bay, gue gak tahu kenapa lo benar-benar datang ke sini. Sebenarnya kenapa sih lo repot-repot begini?""Loh, gue mau melamar lo ke om Mario kan?"Buset!"Bercandanya gak lucu!"Lelaki itu terkekeh pelan. "Cowok itu yang dipegang omongannya. Lo gak lupa kan sama pernyataan gue di cafe tadi pagi? Kalau lo masih ragu, ya ini gue mau membuktikan bahwa gue serius."Wajah Sara langsung tidak santai mendengar penuturan itu. Atas dasar apa lelaki ini mau melamarnya? Kalau begini caranya, "Gak! Gak perlu. Sebaiknya lo pulang aja deh!"Karena perempuan satu ini sepertinya bebal sekali, Banyu pun menyandarkan lengannya di tembok dan mengamati Sara dengan tajam. Beberapa saat sampai Sara terlihat malas."Gue udah rescedule meeting penting pagi ini. Melewatkan sarapan dan mengabaikan paggilan urgent dari seseorang. Hargai sedikit bisa? Toh keputusan gue jadi menikahi lo atau tidak, tergantung bagaimana respon papa lo. Kalau beliau gak merestui ya kita gak akan jadi menikah demi misi membantu perempuan malang ini. So, let's try!"Padahal tidak ada yang menyuruh Banyu datang ke sini dan lelaki itu sok pamrih sekali. Lalu apa katanya? Tergantung respon papa? Sara tertawa sinis dalam hati. Selama ini ia tahu papanya sangat menyayanginya. Papa tidak akan setuju jika itu bukan kemauan Sara, anak tersayangnya. Sara yakin Banyu tidak akan direstui, apalagi mereka tidak sedang menjalin kedekatan seperti pacaran atau saling tertarik satu sama lain. Jadi, Sara sangat percaya diri bahwa lamarannya akan ditolak oleh Mario.Dua sudut bibir perempuan dengan lipstik cherry ini terangkat membentuk senyuman kemenangan bahkan sebelum berperang. "Oke! Let's try. Tapi jangan menyesal kalau ternyata pilihan ini membuat lo ingin ditelan bumi karena malu."Banyu mengedikkan bahunya. "Kita lihat aja nanti." ujarnya santai dan berjalan menuju pintu masuk yang perijinannya sudah di urus oleh Babal.***Babal memang minta di jitak! Kalau bukan karena cowok arab yang tiba-tiba menelponnya dan mau mengajak makan siang, Sara tidak akan terjebak di mobil Banyu dengan perasaan kesal. Terhitung sejak SUV putih ini melaju, Sara tetap terdiam tanpa sedikitpun melihat ke arah Banyu.Lelaki itu memaklumi, sebab semuanya memang terlalu mengagetkan. Kemarin ia dikagetkan dengan permintaan Sara, kini Sara yang gantian kaget karena kesediaan Banyu menikahinya dan mengejutkannya lagi, Mario Iswary ternyata merestui.What?!"Papa udah gak sayang lagi sama gue." batinnya.***"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara